Februari 2018 - KLIKOKE
  • Mengungkap Fakta sejarah : Demi Menegakkan Kedaulatan NKRI atau Perang Suku

    Peristiwa tragis yang terjadi di Bagansiapiapi(riau) Perjuangan dan penantian panjang masyarakat pribumi(indonesia) untuk memperoleh kemerde...

    READ MORE
  • AL - QUR'AN DAN SANG JENDERAL

    Akhir kerajaan Andalusia Spanyol AL-QUR'AN DAN  SANG JENDERAL.​ (diangkat dari kisah nyata). Suatu sore pada tahun 1525, penjara tempat ...

    READ MORE
  • Tujuan kami hanya ingin meningkatkan taraf hidup rakyat pesisir

    DAERAH Pemekaran Provinsi Riau Pesisir Oleh : Karno Raditya | 15-Jun-2011, 20:51:05 WIB KabarIndonesia - Wacana pembentukan provinsi Riau Pe...

    READ MORE
  • SULTAN MAHMUD SHAH (1) (MARHUM MANGKAT dI PEKANTUA KAMPAR PELALAWAN RIAU)

    A. SULTAN MELAKA-RIAU KE-8 (1488-1528) Pemerintahan Sultan Mahmud Shah seorang raja yang cekap, akan tetapi beliau juga seorang mangsa keada...

    READ MORE

Technology

Flickr Images




Peristiwa tragis yang terjadi di Bagansiapiapi(riau)

Perjuangan dan penantian panjang masyarakat pribumi(indonesia) untuk memperoleh kemerdekaan akhirnya di peroleh pada tahun 1945
hiporia kemerdekaan hingga kepelosok negeri di bawah kibaran Sang Merah Putih,
Tapi sayang belum sampai 1 tahun umur kemerdekaan, Peristiwa tragis yang terjadi di Bagansiapiapi(riau)
Pada tanggal 12 Maret 1946, ketika orang-orang cina di kota bagansiapiapi Mengibarkan Bendera "Kuo Min Tang"
dalam lafal cina "Cap Ji Kak(bendera bintang duabelas).
Tanggal itu adalah merupakan Hari Besar bagi cina Nasionalis. Mereka mengibarkan tanpa berdampingan dengan sang merah putih
Tindakan itu menimbulkan kemarahan bagi masyarakat Pribumi yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Indonesia(FPRI)
Kemudian tindakan yang dianggap pelecehan terhadap kedaulatan kemerdekaan indonesia itu, di adukan kepada Wedana bagansiapiapi, M.Yatim yang merangkap jabatan sebagai ketua KNI daerah.
Kapitan Lu Cin Po di panggil oleh Wedana bagansiapiapi, sekitar pukul 09.00WIB kapitan Lu Cin Po hadir di KNI daerah di jalan rumah sakit(sekarang asrama polisi, jalan Dr.utomo)
Perundinganpun berlangsung sengit Wedana didampingi para stafnya, diantaranya Buyung Ketobah.
sementara suasana di kota Bagansiapiapi semakin tegang, perundingan yang alot antara Kapitan(Lu Cin po) dan Wedana(M.Yatim,"Ketua KNI daerah"),
anggota TKR dan FPRI mengambil inisiatif sendiri Menurunkan Bendera-Bendera Cina(bintang dua belas) dari kaki lima, halaman rumah maupun loteng
Rumah-rumah cina, Melihat anggota TKR/FPRI bertindak di luar komando, maka Polisi Tentara(PT), Amran Liki Melakukan Patroli
anggota TKR dan FPRI yang berkeliaran di perintahkan untuk konsyinyasi, kembali kemarkasnya
(sekarang SDN I, jl. Perwira depan polsek bangko)
Namun seorang anggota TKR, Kahar Yakin, Menebang tiang bendera Kuo Min Tang dari bambu yang berada didepan kedai Tiu Nai Kuai
(sekarang di sudut jalan merdeka).
orang cina politik yang sering berkumpul di kedai itu marah bendera mereka di robohkan.. kemudian terjadilah pertengkaran
Kejadian itu sudah mulai ramai, akhirnya Amran Liki tiba ditempat kejadian dan memerintahkan Kahar Yakin untuk kembali kemarkas
Tetapi ketegangan tidak kunjung mereda Polisi TentaraPun tidak Bisa Berbuat apa-apa terhadap Emosional para pemuda Pribumi saat itu Bahkan Jaman Sirait, seorang FPRI dari pasukan Hizbullah memberikan komando kepada anak buahnya agar
menganggalkan pakaian kesatuan dan berjuang atas nama pribadi
Sekitar jam 11.00 siang akhirnya perundingan di KNI daerah mencapai kesepakatan kedua belah pihak sepakat orang cina di perbolehkan mengibarkan benderanya namun harus berdampingan dengan bendera indonesia jika hingga pukul 12.00 tidak di indahkan maka bendera cina harus di turunkan.
Kemudian Kapitan Lu Cin Po meninggalkan KNI daerah menelusuri jalan rumah sakit(sekarang jl. Dr.utomo)
Melihat keadaan yang semakin kacau bendera-bendera cina banyak yang sudah di turunkan maka Lu Cin Po
kembali ke jalan semula.
Namun di persimpangan jalan kantor pos dan jalan bank(sekarang jl.perwira dan merdeka depan dekrasnada)
Kapitan Lu Cin Po dicegat oleh beberapa anggota FPRI antaranya --Rifa'i,
Abidin,
Wan Saleh Tamin,
Abdul Hakim
dan Dudin.
Menurut saksi mata Kapitan Lu Cin Po Karena terdesak maka hanya berkata "Sabat, Sabat"
(berlogat cina, maksdunya sabar,sabar) Namun seorang anggota FPRI yang salah faham, menyangka Lu Cin Po menantangnya maka ia pun Langsung Menyabat(bacok)
Langsung Mengenai Leher Lu Cin Po dan Jatuh di tempat, Melihat kejadian itu beberapa orang cina langsung melarikannya kerumah sakit
Namun Nyawanya tidak tertolong
Berita tewasnya Kapitan Lu Cin Po dengan cepat menyebar keseluruh kota bagansiapiapi.
Sementara itu dari parit Tangko(sekarang satria tangko) hingga simpang tukang besi(simpang jalan bawal)
telah terjadi perang SOSOH antara pejuang rakyat dari kampung jawa(sekarang bagan jawa) di bawah pimpinan Amat Mirah
Melawan Pasukan Cina.
Membawa 20 orang, Amat Mirah menyerbu dari kampung jawa menuju kota. di simpang parit tangko Amat Mirah mendapat intruksi dari Maswiryodiharjo komandan FPRI untuk menurunkan bendera Kuo Min Tang dari rumah orang2 cina yang berada di sekitar parit tangki hingga simpang tukang besi.
Amat Mirah mendapat tambahan anggota sebanyak 10 orang dari jalan Siakap(sekarang jl.siak) dan bagan hulu pasukan ini kemudian melaksanakan perintah untuk menurunkan bendera2 cina dan akan menggantinya dengan bendera merah putih.
Namun Amat Mirah mendapat perlawanan sengit dari orang2 cina, orang2 cina itu menggunakan senjata tajam seperti Tombak,Tempuling,Pedang dan lain2
Pasukan Amat Mirah banyak yang tewas.
Akhirnya kawasan itu di kuasai oleh orang cina.
Bantuan dari FPRI Maswiryodiharjo dan A.karim said, terlambat datang, akhirnya mereka mundur dan bertahan di komplek Watr Leiding(sekarang jl.siak)
sementara itu bantuan dari FPRI Kampung Jawa Juga Terlambat datang.
20 orang yang di pimpin Mahyudin Ahmad banyak melihat penduduk yang berlarian menuju kampung jawa.
Mereka mengatakan Bahwa semua pasukan Amat Mirah sudah tewas, Mereka mengatakan Pasukan Cina Sangat Banyak dan bersenjata Lengkap.
Mendengar itu akhirnya Pasukan Mahyudin Juga ikut Mundur.
Dari saksi mata Sebanyak 16 orang yang tewas yakni
-Amat Mirah,
-Pawirejo,
-Pairin,
-Kromosono,
-Ali,
-Amat Sairin,
-Sarman,
-Sarkam,
-Ngatimun,
-Parjan,
-Saimin,
-Fakih Saleh,
-Hakim bin Kimang,
-Husin,
-Khalifah Sidik,
dan Khalifah Thalib.
Korban Lain pun Berjatuhan, orang pribumi yang bekerja di bangliau-bangli au cina terjebak dan tidak bisa melarikan diri.
mereka menjadi keganasan balas dendam orang2 cina, mereka di bantai dan di habis tampa ampun.
Pemerintah indonesia mencoba mencegah permusuhan dan kerusuhan, dengan aparat yang sangat terbatas saat itu
masing2 pihak di tarik kebasis nya akhirnya kerushan dapat di hentikan meskipun keadaan masih tetap tegang, dan berlangsung lama
Bukan hanya pribumi di bagansiapiapi, para pedagang pribumi yang membawa dagangan mereka ke bagan pun jadi korban pembantaian/balas dendam oleh orang2 cina di bagansiapiapi,
Diantara korban keberingasan cina adalah penghulu sayyang(penggulu/kepala desa) pangkalan pasir/babussalam baru(sekaran :basilambaru-dumai)
Secara garis besar ada dua peristiwa yang terjadi saat itu.
Yaitu
1_"Peristiwa Bendera"
di Picu oleh pengibaran bendera Kuo Min Tang oleh etnis cina tanpa didampingi pengibaran bendera merah putih,
simbol / identitas Negara Indonesia yang baru saja merdeka kondisi ini menyulut emosi masyarakat Pribumi,
pertiakian ini mengakibatkan tewasnya Kapitan Lu Cin Po, pemimpin cina kala itu,
2_"Tentara Jambang"
Tentanra Jambang mrupakan satuan komponen desersi(tentara yang membelot pada tugas)
dalam peristiwa ini tentara jambang merampas dan membunuh etnis cina serta membuat kekacauan
carut marut ini berlangsung di sungai rokan, kubu serta panipahan.
maka aksi balas dendampun di lakukan warga Cina dengan pasukan Cina-nya
yang di beri nama "Poh An Tui" mereka membunuh warga pribumi tampa ampun
Pertalian Cina di Medan, Singapura dan malaysia serta suplai senjata memperkuat posisi Cina di bagan siapaiapi
Peristiwa berkecamuk dengan sangat tragis, nyawa tak lagi berharga di tengah kobaran emosi,
dalam kurun waktu sangat singkat sejak maret hingga September 1946 saja korban tercatan kurang lebih 2.500 jiwa.
Banyak yang mengatakan ini hanyalah perang suku, namun melihat fakta-fakta sejarah, ini bukan sekedar perang suku, namun lebih pada kedaulatan kemerdekaan, pada saat itu etnis cina dianggap tidak menghargai kemerdekaan indonesia
Di Kutip dari : MengenangToreha
nLukaBagansiapiapi, & para keluarga korban / saksi mata
Akhir kerajaan Andalusia Spanyol

AL-QUR'AN DAN  SANG JENDERAL.​

(diangkat dari kisah nyata).

Suatu sore pada tahun 1525, penjara tempat orang tahanan terasa hening mencengkam. Jenderal Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik itu akan mendarat di wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara Ayat Suci yang amat ia benci.

" Hai .., hentikan suara jelekmu!, Hentikan!!!" teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata.

Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya.
Roberto bertambah berang. Dan algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk 1 orang.

Dengan congkak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.

Sungguh ajaib.., tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan pada sang algojo, bibir keringnya hanya berkata lirih, ​"Rabbi, wa-ana 'abduka"​

Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz, Insyaa Allah tempatmu di Syurga."
Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, maka 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.

Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
"Hai orang tua busuk!!, bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?!. Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu !!"

Sang Ustadz lalu berucap, "Sungguh... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, ​Allah Subhanahu wa ta'ala​; Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan yaitu akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk?. Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya, dan laki-laki itu terhuyung; kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.

Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto melihat buku kecil itu dan bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.

"Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto.

"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!" ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto.

Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto.

Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.

"Ah ... sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini," suara hati Roberto bertanya-tanya.
Perlahan Roberto membuka lembaran pertama buku itu.

Pemuda berumur tiga puluh tahunan itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu.  Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yang sedang melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.

Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.

Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia).
Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa.
Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia.
Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar diudara.

Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua.

Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abayanya.

Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi ... ummi ... mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa.. ....?, Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..."

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.

Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi ... Abi ... Abi ..."
Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

" Hai ... siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah
Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi," jawab sang bocah memohon belas kasih.
" Hah ... siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.
" Saya Ahmad Izzah ..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi.
Tiba² "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah.

" Hai bocah ...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto'. Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu dan Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki² itu.

Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi ... Abi ... Abi ..."

Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.

Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.

Ia juga ingat betu bahwa ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bagian pusarnya.

Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi ... aku masih ingat alif, ba,  ta, tsa ..."
Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya.
Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu ..." terdengar suara Roberto memelas.

Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.

Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap, "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu."

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah, "Asyhadu an-laa Ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasullullah ...'. Beliau pergi menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.

#Kemudian..
Ahmad Izzah mendalami Islam dengan sungguh-sungguh hingga akhirnya ia menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru dengannya. ​Dialah ... "Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy".​
---
Benarlah firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

​"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS:30:30).​

Masya Allah..;
Semoga kisah ini dapat membuat hati kita luluh dengan hidayah Allah; yang mudah-mudahan dapat masuk mengenai qolbu kita untuk tetap taat kepadaNYA.

Aamiin Ya Robbal Alami...

Sumber  : Facebook Mas Gus
DAERAH
Pemekaran Provinsi Riau Pesisir
Oleh : Karno Raditya | 15-Jun-2011, 20:51:05 WIB

KabarIndonesia - Wacana pembentukan provinsi Riau Pesisir, yang sudah didengungkan 10 tahun silam, kini terus menguat. Pemerintah sudah memberikan lampu kuning terhadap wacana tersebut. Pernyataan Mendagri RI, yang menyatakan pemekaran provinsi akan mempercepat kesejahteraan rakyat, semakin menyemangati para tokoh untuk mewujudkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir.

Gerakan kelompok, yang menginginkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir, juga kian menguat. Hal itu terungkap pada rapat yang dihadiri puluhan tokoh, yang tergabung dalam Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir (KP2RP) di Pekanbaru, Riau, pekan lalu.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari daerah yang berada di pesisir Riau, antara lain Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan, Siak, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

“Alasan pembentukan Provinsi Riau Pesisir adalah karena kawasan pesisir selama ini masih terpinggirkan dan masih terjadi ketimpangan politik serta ekonomi,” kata Ketua Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir Ahmad Joni Marzainur SH.

Tujuan pembentukan Riau Pesisir, disebut banyak pihak hanya karena ingin meningkatkan tarap hidup rakyat Riau pesisir, yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak hasil bumi dari Riau Pesisir yang di dulang, tapi rakyat di kawasan Riau Pesisir hanya menjadi penonton, mereka tak bisa menikmati hasil bumi yang dikeruk dari bumi Riau Pesisir.

"Tujuan kami hanya ingin meningkatkan taraf hidup rakyat pesisir. Selama ini, masyarakat di kawasan itu sangat dikucilkan. Banyak hasil bumi hanya dinikmati provinsi Riau dan Pusat saja," kata Ahmad Joni.

Wacana pembentukan provinsi mendapat dukungan DPRD Riau. Prinsipnya, DPRD Riau tak menolak pemekaran provinsi, karena pemekaran provinsi akan memberikan nilai positif bagi rakyat di kawasan tersebut. Lantas bagaimana sikap Gubernur Riau terhadap wacana ini? Meski pernyataannya tidak begitu ikhlas, namun Gubernur Riau Rusli Zainal menyatakan tak mempersoalkan pemekaran provinsi Riau Pesisir.

Gubernur hanya minta kepada inisator, agar segala sesuatunya disiapkan secara sistimatis. Tidak boleh gegabah dan emosional. Wacana pembentukan Provinsi Riau Pesisir ini, terdiri dari lima Kabupaten/Kota yakni Siak, Dumai, Bengkalis, Rokan Hilir (Bagan) dan Kabupaten Meranti. Adapun yang menjadi ibukota Provinsi nantinya adalah Duri atau Dumai. Alasan Dumai ditunjuk sebagai ibukota, karena daerah ini memang sudah siap dari segi infrastruktur.
A. SULTAN MELAKA-RIAU KE-8 (1488-1528)

Pemerintahan Sultan Mahmud Shah seorang raja yang cekap, akan tetapi beliau juga seorang mangsa keadaan. Portugal pada awal abad ke-16 sedang mengasaskan sebuah empayar luar negeri.

Pada tahun 1509, Diego Lopez de Sequiera dengan 18 buah kapal dari Angkatan diRaja Portugal tiba di Melaka. Mereka merupakan orang Eropah pertama yang tiba di Asia Tenggara dan digelar "Benggali Putih" oleh orang tempatan. Oleh kerana orang-orang Portugis membuat kacau di Melaka seperti mengusik gadis-gadis dan mencuri, disamping perselisihan faham, Sultan Mahmud Shah kemudiannya mengarahkan supaya orang-orang Portugis dihalau dari Melaka. Angkatan Portugis diserang dan 20 anak kapalnya ditahan.

Pada 1510, Sultan Mahmud Shah menyerahkan kuasa sementara pada putera sulungnya, Sultan Ahmad Shah. Selepas mengambil balik kuasa, baginda membunuh Tun Mutahir sekeluarga kerana termakan fitnah yang Tun Mutahir cuba merampas kuasa.

Pada 10 Ogos 1511, sebuah armada laut Portugis yang besar dari India diketuai oleh Alfonso de Albuquerque kembali ke Melaka. Albuquerque membuat beberapa permintaan membina markas Portugis di Melaka tetapi permintaannya ditolak oleh Sultan Mahmud Shah. Selepas 10 hari mengepung, pihak Portugis berjaya menawan Kota Melaka pada 24 Ogos. Sultan Mahmud Shah terpaksa melarikan diri ke Bertam, Batu Hampar, Pagoh and seterusnya ke Pahang di pantai timur di mana beliau gagal dalam percubaannya mendapat pertolongan daripada negara China.

Kemudiannya, Sultan Mahmud Shah berpindah ke selatan dan mengasaskan Kesultanan Johor sebagai pusat dagangan saingan kepada Melaka. Dengan ibu kotanya di pulau Bentan yang terletaknya berdekatan dengan Temasik (Singapura), beliau terus menerima ufti dan kesetiaan dari kawasan-kawasan sekeliling yang diberinya sewaktu beliau masih menjadi Sultan Melaka. Sultan Mahmud Shah menjadi ketua gabungan Melayu dan berkali-kali menyerang Melaka. Pada tahun 1525, Laksamana Hang Nadim berjaya mengepung Kota A Famosa sehingga pihak Portugis terpaksa membuat catuan makanan dari Goa.

Pada 1526, pihak Portugis membalas dengan seangkatan kapal yang besar di bawah Pedro Mascarenhaas dan memusnahkan ibu kota Bentan. Sultan Mahmud Shah melarikan diri ke Kampar, Riau, Sumatera tetapi anakandanya, Raja Alauddin II tinggal dan mengembangkan Johor sebagai sebuah empayar yang berkuasa dan yang mencapai keunggulannya pada abad ke-18 dan ke-19. Seorang lagi anakanda Sultan Mahmud Shah, Raja Muzaffar III, dijemput oleh orang-orang utara untuk menjadi sultan mereka dan baginda mengasaskan Kesultanan Perak pada tahun 1528.
Tengku Said Harun adalah sultan terakhir kerajaan Pelalawan
B. MENGENAL KESULTANAN PEKANTUA KAMPAR.

Raja yang berkuasa iaitu Sultan Mahmud Syah I mengundurkan dirinya ke Muar (Johor), kemudian ke Bintan dan sekitar tahun 1526 M sampai ke Pekantua Kampar di Provinsi Riau saat ini.

Keadaan Pekantua Kampar saat itu juga sedang berkabung karena Raja Abdullah (1511-1515 M), raja Pekantua Kampar yang masih keluarga dekat Sultan Mahmud Syah I, tertangkap saat berjuang membantu melawan Portugis. Beliau akhirnya dibuang ke Gowa di Sulawesi Selatan.

Ketika Sultan Mahmud Syah I sampai di Pekantua (1526 M) beliau langsung dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar (1526-1528 M). 2 tahun sesudahnya beliau mangkat dan diberi gelar "Marhum Kampar". Makamnya terletak di Pekantua Kampar dan sudah berkali-kali dipugar oleh raja-raja Pelalawan. Pemugaran terakhir dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten) Pelalawan, Propinsi Riau dan pemerintah Negeri Melaka.

Sultan Mahmud Syah I setelah mangkat segera digantikan oleh putera mahkota dari permaisurinya Tun Fatimah, yang bernama Raja Ali, bergelar "Sultan Alauddin Riayat Syah II". Tak lama kemudian, beliau meninggalkan Pekantua ke Tanah Semananjung, mendirikan negeri Kuala Johor, beliau dianggap pendiri Kerajaan Johor. 

Sebelum meninggalkan Pekantua, beliau menunjuk dan mengangkat Mangkubumi Pekantua (1530-1551 M), yang bernama Tun Perkasa dengan gelar "Raja Muda Tun Perkasa". Dan dilanjutkan Tun Hitam (1551-1575 M) serta Tun Megat (1575-1590 M). 

Sejak bila Pelalawan wujud?

Wilayah kerajaan Pelalawan yang sekarang menjadi Kabupaten Pelalawan, berawal dari Kerajaan Pekantua yang didirikan oleh Maharaja Indera (sekitar tahun 1380 M). Beliau adalah bekas Orang Besar Kerajaan Temasik (Singapura) yang mendirikan kerajaan ini setelah Temasik dikalahkan oleh Majapahit dipenghujung abad XIV. Sedangkan Raja Temasik terakhir yang bernama Permaisura (Prameswara) mengundurkan dirinya ke Tanah Semenanjung, dan mendirikan kerajaan Melaka.

Maharaja Indera (1380-1420 M) membangun kerajaan Pekantua di Sungai Pekantua (di anak sungai Kampar, sekarang termasuk Desa Tolam, Pelalawan, Riau) pada tempat bernama "Pematang Tuo" dan kerajaannya dinamakan "Pekantua". Selain itu Maharaja Indera membangun candi yang bernama "Candi Hyang" di Bukit Tuo (lazim juga disebut Bukit Hyang), namun sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Pematang Buluh" atau Pematang Lubuk Emas, sebagai tanda syukurnya dapat mendirikan kerajaan Pekantua. Raja-raja Pekantua yang pernah memerintah setelah Maharaja Indera adalah Maharaja Pura (1420-1445 M), Maharaja Laka (1445-1460 M), Maharaja Syesya (1460-1460 M). Maharaja Jaya (1480-1505 M). 

Selanjutnya menjadi wilayah Melaka


Replika Istana kesultanan Melaka di Melaka.


Pekantua semakin berkembang, dan mulai dikenal sebagai bandar yang banyak menghasilkan barang-barang perdagangan masa lalu, terutama hasil hutannya. Berita ini sampai pula ke Melaka yang sudah berkembang menjadi bandar penting di perairan Selat Melaka serta menguasai wilayah yang cukup luas, oleh karena itu Melaka bermaksud menguasai Pekantua, sekaligus mengokohkan kekuasaannya di Pesisir Timur Sumatera. Maka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M), dipimpin oleh Sri Nara Diraja, Melaka menyerang Pekantua, dan Pekantua dapat dikalahkan. Selanjutnya Sultan Masyur Syah mengangkat Munawar Syah (1505-1511 M) sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penabalan Munawar Syah menjadi raja Pekantua, diumumkan bahwa Kerajaan Pekantua berubah nama menjadi "Kerajaan Pekantua Kampar" dan sejak itu kerajaan Pekantua Kampar sepenuhnya berada dalam naungan Melaka. Pada masa inilah Islam mulai berkembang di Kerajaan Pekantua Kampar.

Setelah Munawar Syah mangkat, diangkatlah puteranya Raja Abdullah, menjadi Raja Pekantua Kampar (1511-1515 M). Disaat inilah Melaka jatuh ke Portugis, dan Sultan Melaka (Sultan Mahmud Syah I) mengungsi ke Pekantua Kampar hingga wafatnya.

Setelah Johor wujud (menggantikan Melaka) maka…

Ketika dipimpim oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Riayat Syah II, Raja Pekantua Kampar) kerajaan Johor telah berkembang pesat. Oleh karena itu Tun Megat, merasa sudah sepantasnya untuk mengirim utusan ke Johor untuk meminta salah seorang keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi rajanya. Setelah mufakat dengan Orang-orang Besar Pekantua, maka dikirim utusan ke Johor, terdiri dari: Batin Muncak Rantau (Orang Besar Nilo dan Napuh), Datuk patih Jambuano (Orang Besar Delik dan Dayun), dan Raja Bilang Bungsu (Orang Besar Pesisir Kampar).

Sultan Abdul Jalil Syah mengabulkan permintaan Tun Megat, lalu mengirimkan salah seorang keluarga dekatnya yang bernama Raja Abdurrahman untuk menjadi Raja Pekantua. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi raja Pekantua Kampar dengan gelar "Maharaja Dinda" (1950-1630 M). Terhadap Johor, kedudukannya tetaplah sebagai Raja Muda Johor. Sebab itu disebut juga "Raja Muda Johor di Pekantua Kampar". Tun Megat yang sebelumnya berkedudukan sebagai Raja Muda, oleh Raja Abdurrahman dikukuhkan menjadi Mangkubumi, mewarisi jabatan kakeknya Tun Perkasa.

Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh Puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja Lela Utama (1630-1650 M), Tak lama kemudian beliau mangkat, dan digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), yang selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Raja ini selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M). 

Pekantua Kampar berganti menjadi Pelalawan

Pada masa pemerintahannya, Tanjung Negeri banyak diganggu oleh wabah penyakit yang banyak membawa korban jiwa rakyatnya, namun para pembesar belum mau memindahkan pusat kerajaan karena masih sangat baru. Akhirnya beliau mangkat dan digantikan oleh puteranya Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), beliau segera memindahkan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri karena dianggap sial akibat wabah penyakit menular yang menyebabkan banyaknya rakyat menjadi korban, termasuk ayahandanya sendiri. Namun upaya itu belum berhasil, karena masing-masing Orang Besar Kerajaan memberikan pendapat yang berbeda. Pada masa pemerintahannya juga, perdagangan dengan Kuantan ditingkatkan melalui Sungai Nilo, setelah mangkat, beliau digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). pada masa pemerintahannya diperoleh kesepakatan untuk memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar ketempat yang oleh nenek moyangnya sendiri, yakni "Maharaja Lela Utama" pernah dilalaukan (ditandai, dicadangkan) untuk menjadi pusat kerajaan, yaitu di Sungai Rasau, salah satu anak Sungai Kampar jauh di hilir Sungai Nilo.

Sekitar tahun 1725 M, dilakukan upacara pemindahan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri ke Sungai Rasau. Dalam upacara adat kerajaan itulah Maharaja Dinda II mengumumkan bahwa dengan kepindahan itu, maka nama kerajaan "PEKANTUA KAMPAR", diganti menjadi kerajaan 'PELALAWAN" (Pelalauan), yang artinya tempat lalau-an atau tempat yang sudah dicadangkan. Sejak itu, maka nama kerajaan Pekantua tidak dipakai orang, digantikan dengan nama Pelalawan saja sampai kerajaan itu berakhir tahun 1946. Didalam upacara itu pula gelar beliau yang semua Maharaja Dinda II disempurnakan menjadi Maharaja Dinda Perkasa atau disebut Maharaja lela Dipati. Setelah beliau mangkat, digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang membuat kerajaan Pelalawan semakin berkembang pesar, karena beliau membuka hubungan perdagangan dengan Indragiri, Jambi melalui sungai Kerumutan, Nilo dan Panduk. Perdagangan dengan Petapahan (melalui hulu sungai Rasau, Mempura, Kerinci). Perdangan dengan Kampar Kanan dan Kampar Kiri (melalui sungai Kampar) dan beberapa daerah lainnya di pesisir timur Sumatera. Untuk memudahkan tukar menukar barang dagangan, penduduk membuat gudang yang dibuat diatas air disebut bangsal rakit (bangsal rakit inilah yang kemudian berkembang menjadi rumah-rumah rakit, bahkan raja Pelalawan pun pernah membuat istana rakit, disamping istana darat).

Ramainya perdagangan di kawasan ini antara lain disebabkan oleh terjadinya kemelut di Johor. Setelah Sultan Mahmud Syah II (Marhum Mangkat Dijulang) mangkat akibat dibunuh oleh Megat Sri Rama, sehingga arus perdagangan beralih ke kawasan pesisir Sumatera bagian timur dan tengah, terutama di sungai-sungai besar seperti Kampar, Siak, Indragiri, dan Rokan. Dalam waktu itulah Pelalawan memanfaatkan bandar-bandar niaga untuk menjadi pusat perdagangan antar wilayah di pesisir timur dan tengah sumatra.
Cap pribadi sultan Mahmud Syah 1 dan cap kerajaan Melaka yang ada di Pekantua kampar.

Belum diketahui apa maksud daripada tulisan jawi/arab melayu pada cap

Ujung tombak peninggalan Sultan Mahmud syah 1.

Cap 2 Muka depan belakang
Cap Pribadi sultan bermaksud " Kalifatullah Sultan Mahmud Syah akhiruzzaman




Peristiwa tragis yang terjadi di Bagansiapiapi(riau)

Perjuangan dan penantian panjang masyarakat pribumi(indonesia) untuk memperoleh kemerdekaan akhirnya di peroleh pada tahun 1945
hiporia kemerdekaan hingga kepelosok negeri di bawah kibaran Sang Merah Putih,
Tapi sayang belum sampai 1 tahun umur kemerdekaan, Peristiwa tragis yang terjadi di Bagansiapiapi(riau)
Pada tanggal 12 Maret 1946, ketika orang-orang cina di kota bagansiapiapi Mengibarkan Bendera "Kuo Min Tang"
dalam lafal cina "Cap Ji Kak(bendera bintang duabelas).
Tanggal itu adalah merupakan Hari Besar bagi cina Nasionalis. Mereka mengibarkan tanpa berdampingan dengan sang merah putih
Tindakan itu menimbulkan kemarahan bagi masyarakat Pribumi yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Indonesia(FPRI)
Kemudian tindakan yang dianggap pelecehan terhadap kedaulatan kemerdekaan indonesia itu, di adukan kepada Wedana bagansiapiapi, M.Yatim yang merangkap jabatan sebagai ketua KNI daerah.
Kapitan Lu Cin Po di panggil oleh Wedana bagansiapiapi, sekitar pukul 09.00WIB kapitan Lu Cin Po hadir di KNI daerah di jalan rumah sakit(sekarang asrama polisi, jalan Dr.utomo)
Perundinganpun berlangsung sengit Wedana didampingi para stafnya, diantaranya Buyung Ketobah.
sementara suasana di kota Bagansiapiapi semakin tegang, perundingan yang alot antara Kapitan(Lu Cin po) dan Wedana(M.Yatim,"Ketua KNI daerah"),
anggota TKR dan FPRI mengambil inisiatif sendiri Menurunkan Bendera-Bendera Cina(bintang dua belas) dari kaki lima, halaman rumah maupun loteng
Rumah-rumah cina, Melihat anggota TKR/FPRI bertindak di luar komando, maka Polisi Tentara(PT), Amran Liki Melakukan Patroli
anggota TKR dan FPRI yang berkeliaran di perintahkan untuk konsyinyasi, kembali kemarkasnya
(sekarang SDN I, jl. Perwira depan polsek bangko)
Namun seorang anggota TKR, Kahar Yakin, Menebang tiang bendera Kuo Min Tang dari bambu yang berada didepan kedai Tiu Nai Kuai
(sekarang di sudut jalan merdeka).
orang cina politik yang sering berkumpul di kedai itu marah bendera mereka di robohkan.. kemudian terjadilah pertengkaran
Kejadian itu sudah mulai ramai, akhirnya Amran Liki tiba ditempat kejadian dan memerintahkan Kahar Yakin untuk kembali kemarkas
Tetapi ketegangan tidak kunjung mereda Polisi TentaraPun tidak Bisa Berbuat apa-apa terhadap Emosional para pemuda Pribumi saat itu Bahkan Jaman Sirait, seorang FPRI dari pasukan Hizbullah memberikan komando kepada anak buahnya agar
menganggalkan pakaian kesatuan dan berjuang atas nama pribadi
Sekitar jam 11.00 siang akhirnya perundingan di KNI daerah mencapai kesepakatan kedua belah pihak sepakat orang cina di perbolehkan mengibarkan benderanya namun harus berdampingan dengan bendera indonesia jika hingga pukul 12.00 tidak di indahkan maka bendera cina harus di turunkan.
Kemudian Kapitan Lu Cin Po meninggalkan KNI daerah menelusuri jalan rumah sakit(sekarang jl. Dr.utomo)
Melihat keadaan yang semakin kacau bendera-bendera cina banyak yang sudah di turunkan maka Lu Cin Po
kembali ke jalan semula.
Namun di persimpangan jalan kantor pos dan jalan bank(sekarang jl.perwira dan merdeka depan dekrasnada)
Kapitan Lu Cin Po dicegat oleh beberapa anggota FPRI antaranya --Rifa'i,
Abidin,
Wan Saleh Tamin,
Abdul Hakim
dan Dudin.
Menurut saksi mata Kapitan Lu Cin Po Karena terdesak maka hanya berkata "Sabat, Sabat"
(berlogat cina, maksdunya sabar,sabar) Namun seorang anggota FPRI yang salah faham, menyangka Lu Cin Po menantangnya maka ia pun Langsung Menyabat(bacok)
Langsung Mengenai Leher Lu Cin Po dan Jatuh di tempat, Melihat kejadian itu beberapa orang cina langsung melarikannya kerumah sakit
Namun Nyawanya tidak tertolong
Berita tewasnya Kapitan Lu Cin Po dengan cepat menyebar keseluruh kota bagansiapiapi.
Sementara itu dari parit Tangko(sekarang satria tangko) hingga simpang tukang besi(simpang jalan bawal)
telah terjadi perang SOSOH antara pejuang rakyat dari kampung jawa(sekarang bagan jawa) di bawah pimpinan Amat Mirah
Melawan Pasukan Cina.
Membawa 20 orang, Amat Mirah menyerbu dari kampung jawa menuju kota. di simpang parit tangko Amat Mirah mendapat intruksi dari Maswiryodiharjo komandan FPRI untuk menurunkan bendera Kuo Min Tang dari rumah orang2 cina yang berada di sekitar parit tangki hingga simpang tukang besi.
Amat Mirah mendapat tambahan anggota sebanyak 10 orang dari jalan Siakap(sekarang jl.siak) dan bagan hulu pasukan ini kemudian melaksanakan perintah untuk menurunkan bendera2 cina dan akan menggantinya dengan bendera merah putih.
Namun Amat Mirah mendapat perlawanan sengit dari orang2 cina, orang2 cina itu menggunakan senjata tajam seperti Tombak,Tempuling,Pedang dan lain2
Pasukan Amat Mirah banyak yang tewas.
Akhirnya kawasan itu di kuasai oleh orang cina.
Bantuan dari FPRI Maswiryodiharjo dan A.karim said, terlambat datang, akhirnya mereka mundur dan bertahan di komplek Watr Leiding(sekarang jl.siak)
sementara itu bantuan dari FPRI Kampung Jawa Juga Terlambat datang.
20 orang yang di pimpin Mahyudin Ahmad banyak melihat penduduk yang berlarian menuju kampung jawa.
Mereka mengatakan Bahwa semua pasukan Amat Mirah sudah tewas, Mereka mengatakan Pasukan Cina Sangat Banyak dan bersenjata Lengkap.
Mendengar itu akhirnya Pasukan Mahyudin Juga ikut Mundur.
Dari saksi mata Sebanyak 16 orang yang tewas yakni
-Amat Mirah,
-Pawirejo,
-Pairin,
-Kromosono,
-Ali,
-Amat Sairin,
-Sarman,
-Sarkam,
-Ngatimun,
-Parjan,
-Saimin,
-Fakih Saleh,
-Hakim bin Kimang,
-Husin,
-Khalifah Sidik,
dan Khalifah Thalib.
Korban Lain pun Berjatuhan, orang pribumi yang bekerja di bangliau-bangli au cina terjebak dan tidak bisa melarikan diri.
mereka menjadi keganasan balas dendam orang2 cina, mereka di bantai dan di habis tampa ampun.
Pemerintah indonesia mencoba mencegah permusuhan dan kerusuhan, dengan aparat yang sangat terbatas saat itu
masing2 pihak di tarik kebasis nya akhirnya kerushan dapat di hentikan meskipun keadaan masih tetap tegang, dan berlangsung lama
Bukan hanya pribumi di bagansiapiapi, para pedagang pribumi yang membawa dagangan mereka ke bagan pun jadi korban pembantaian/balas dendam oleh orang2 cina di bagansiapiapi,
Diantara korban keberingasan cina adalah penghulu sayyang(penggulu/kepala desa) pangkalan pasir/babussalam baru(sekaran :basilambaru-dumai)
Secara garis besar ada dua peristiwa yang terjadi saat itu.
Yaitu
1_"Peristiwa Bendera"
di Picu oleh pengibaran bendera Kuo Min Tang oleh etnis cina tanpa didampingi pengibaran bendera merah putih,
simbol / identitas Negara Indonesia yang baru saja merdeka kondisi ini menyulut emosi masyarakat Pribumi,
pertiakian ini mengakibatkan tewasnya Kapitan Lu Cin Po, pemimpin cina kala itu,
2_"Tentara Jambang"
Tentanra Jambang mrupakan satuan komponen desersi(tentara yang membelot pada tugas)
dalam peristiwa ini tentara jambang merampas dan membunuh etnis cina serta membuat kekacauan
carut marut ini berlangsung di sungai rokan, kubu serta panipahan.
maka aksi balas dendampun di lakukan warga Cina dengan pasukan Cina-nya
yang di beri nama "Poh An Tui" mereka membunuh warga pribumi tampa ampun
Pertalian Cina di Medan, Singapura dan malaysia serta suplai senjata memperkuat posisi Cina di bagan siapaiapi
Peristiwa berkecamuk dengan sangat tragis, nyawa tak lagi berharga di tengah kobaran emosi,
dalam kurun waktu sangat singkat sejak maret hingga September 1946 saja korban tercatan kurang lebih 2.500 jiwa.
Banyak yang mengatakan ini hanyalah perang suku, namun melihat fakta-fakta sejarah, ini bukan sekedar perang suku, namun lebih pada kedaulatan kemerdekaan, pada saat itu etnis cina dianggap tidak menghargai kemerdekaan indonesia
Di Kutip dari : MengenangToreha
nLukaBagansiapiapi, & para keluarga korban / saksi mata
Akhir kerajaan Andalusia Spanyol

AL-QUR'AN DAN  SANG JENDERAL.​

(diangkat dari kisah nyata).

Suatu sore pada tahun 1525, penjara tempat orang tahanan terasa hening mencengkam. Jenderal Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik itu akan mendarat di wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara Ayat Suci yang amat ia benci.

" Hai .., hentikan suara jelekmu!, Hentikan!!!" teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata.

Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya.
Roberto bertambah berang. Dan algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk 1 orang.

Dengan congkak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.

Sungguh ajaib.., tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan pada sang algojo, bibir keringnya hanya berkata lirih, ​"Rabbi, wa-ana 'abduka"​

Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz, Insyaa Allah tempatmu di Syurga."
Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, maka 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.

Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
"Hai orang tua busuk!!, bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?!. Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu !!"

Sang Ustadz lalu berucap, "Sungguh... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, ​Allah Subhanahu wa ta'ala​; Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan yaitu akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk?. Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya, dan laki-laki itu terhuyung; kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.

Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto melihat buku kecil itu dan bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.

"Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto.

"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!" ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto.

Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto.

Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.

"Ah ... sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini," suara hati Roberto bertanya-tanya.
Perlahan Roberto membuka lembaran pertama buku itu.

Pemuda berumur tiga puluh tahunan itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu.  Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yang sedang melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.

Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.

Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia).
Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa.
Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia.
Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar diudara.

Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua.

Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abayanya.

Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi ... ummi ... mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa.. ....?, Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..."

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.

Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi ... Abi ... Abi ..."
Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

" Hai ... siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah
Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi," jawab sang bocah memohon belas kasih.
" Hah ... siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.
" Saya Ahmad Izzah ..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi.
Tiba² "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah.

" Hai bocah ...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto'. Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu dan Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki² itu.

Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi ... Abi ... Abi ..."

Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.

Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.

Ia juga ingat betu bahwa ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bagian pusarnya.

Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi ... aku masih ingat alif, ba,  ta, tsa ..."
Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya.
Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu ..." terdengar suara Roberto memelas.

Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.

Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap, "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu."

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah, "Asyhadu an-laa Ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasullullah ...'. Beliau pergi menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.

#Kemudian..
Ahmad Izzah mendalami Islam dengan sungguh-sungguh hingga akhirnya ia menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru dengannya. ​Dialah ... "Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy".​
---
Benarlah firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

​"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS:30:30).​

Masya Allah..;
Semoga kisah ini dapat membuat hati kita luluh dengan hidayah Allah; yang mudah-mudahan dapat masuk mengenai qolbu kita untuk tetap taat kepadaNYA.

Aamiin Ya Robbal Alami...

Sumber  : Facebook Mas Gus
DAERAH
Pemekaran Provinsi Riau Pesisir
Oleh : Karno Raditya | 15-Jun-2011, 20:51:05 WIB

KabarIndonesia - Wacana pembentukan provinsi Riau Pesisir, yang sudah didengungkan 10 tahun silam, kini terus menguat. Pemerintah sudah memberikan lampu kuning terhadap wacana tersebut. Pernyataan Mendagri RI, yang menyatakan pemekaran provinsi akan mempercepat kesejahteraan rakyat, semakin menyemangati para tokoh untuk mewujudkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir.

Gerakan kelompok, yang menginginkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir, juga kian menguat. Hal itu terungkap pada rapat yang dihadiri puluhan tokoh, yang tergabung dalam Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir (KP2RP) di Pekanbaru, Riau, pekan lalu.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari daerah yang berada di pesisir Riau, antara lain Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan, Siak, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

“Alasan pembentukan Provinsi Riau Pesisir adalah karena kawasan pesisir selama ini masih terpinggirkan dan masih terjadi ketimpangan politik serta ekonomi,” kata Ketua Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir Ahmad Joni Marzainur SH.

Tujuan pembentukan Riau Pesisir, disebut banyak pihak hanya karena ingin meningkatkan tarap hidup rakyat Riau pesisir, yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak hasil bumi dari Riau Pesisir yang di dulang, tapi rakyat di kawasan Riau Pesisir hanya menjadi penonton, mereka tak bisa menikmati hasil bumi yang dikeruk dari bumi Riau Pesisir.

"Tujuan kami hanya ingin meningkatkan taraf hidup rakyat pesisir. Selama ini, masyarakat di kawasan itu sangat dikucilkan. Banyak hasil bumi hanya dinikmati provinsi Riau dan Pusat saja," kata Ahmad Joni.

Wacana pembentukan provinsi mendapat dukungan DPRD Riau. Prinsipnya, DPRD Riau tak menolak pemekaran provinsi, karena pemekaran provinsi akan memberikan nilai positif bagi rakyat di kawasan tersebut. Lantas bagaimana sikap Gubernur Riau terhadap wacana ini? Meski pernyataannya tidak begitu ikhlas, namun Gubernur Riau Rusli Zainal menyatakan tak mempersoalkan pemekaran provinsi Riau Pesisir.

Gubernur hanya minta kepada inisator, agar segala sesuatunya disiapkan secara sistimatis. Tidak boleh gegabah dan emosional. Wacana pembentukan Provinsi Riau Pesisir ini, terdiri dari lima Kabupaten/Kota yakni Siak, Dumai, Bengkalis, Rokan Hilir (Bagan) dan Kabupaten Meranti. Adapun yang menjadi ibukota Provinsi nantinya adalah Duri atau Dumai. Alasan Dumai ditunjuk sebagai ibukota, karena daerah ini memang sudah siap dari segi infrastruktur.
A. SULTAN MELAKA-RIAU KE-8 (1488-1528)

Pemerintahan Sultan Mahmud Shah seorang raja yang cekap, akan tetapi beliau juga seorang mangsa keadaan. Portugal pada awal abad ke-16 sedang mengasaskan sebuah empayar luar negeri.

Pada tahun 1509, Diego Lopez de Sequiera dengan 18 buah kapal dari Angkatan diRaja Portugal tiba di Melaka. Mereka merupakan orang Eropah pertama yang tiba di Asia Tenggara dan digelar "Benggali Putih" oleh orang tempatan. Oleh kerana orang-orang Portugis membuat kacau di Melaka seperti mengusik gadis-gadis dan mencuri, disamping perselisihan faham, Sultan Mahmud Shah kemudiannya mengarahkan supaya orang-orang Portugis dihalau dari Melaka. Angkatan Portugis diserang dan 20 anak kapalnya ditahan.

Pada 1510, Sultan Mahmud Shah menyerahkan kuasa sementara pada putera sulungnya, Sultan Ahmad Shah. Selepas mengambil balik kuasa, baginda membunuh Tun Mutahir sekeluarga kerana termakan fitnah yang Tun Mutahir cuba merampas kuasa.

Pada 10 Ogos 1511, sebuah armada laut Portugis yang besar dari India diketuai oleh Alfonso de Albuquerque kembali ke Melaka. Albuquerque membuat beberapa permintaan membina markas Portugis di Melaka tetapi permintaannya ditolak oleh Sultan Mahmud Shah. Selepas 10 hari mengepung, pihak Portugis berjaya menawan Kota Melaka pada 24 Ogos. Sultan Mahmud Shah terpaksa melarikan diri ke Bertam, Batu Hampar, Pagoh and seterusnya ke Pahang di pantai timur di mana beliau gagal dalam percubaannya mendapat pertolongan daripada negara China.

Kemudiannya, Sultan Mahmud Shah berpindah ke selatan dan mengasaskan Kesultanan Johor sebagai pusat dagangan saingan kepada Melaka. Dengan ibu kotanya di pulau Bentan yang terletaknya berdekatan dengan Temasik (Singapura), beliau terus menerima ufti dan kesetiaan dari kawasan-kawasan sekeliling yang diberinya sewaktu beliau masih menjadi Sultan Melaka. Sultan Mahmud Shah menjadi ketua gabungan Melayu dan berkali-kali menyerang Melaka. Pada tahun 1525, Laksamana Hang Nadim berjaya mengepung Kota A Famosa sehingga pihak Portugis terpaksa membuat catuan makanan dari Goa.

Pada 1526, pihak Portugis membalas dengan seangkatan kapal yang besar di bawah Pedro Mascarenhaas dan memusnahkan ibu kota Bentan. Sultan Mahmud Shah melarikan diri ke Kampar, Riau, Sumatera tetapi anakandanya, Raja Alauddin II tinggal dan mengembangkan Johor sebagai sebuah empayar yang berkuasa dan yang mencapai keunggulannya pada abad ke-18 dan ke-19. Seorang lagi anakanda Sultan Mahmud Shah, Raja Muzaffar III, dijemput oleh orang-orang utara untuk menjadi sultan mereka dan baginda mengasaskan Kesultanan Perak pada tahun 1528.
Tengku Said Harun adalah sultan terakhir kerajaan Pelalawan
B. MENGENAL KESULTANAN PEKANTUA KAMPAR.

Raja yang berkuasa iaitu Sultan Mahmud Syah I mengundurkan dirinya ke Muar (Johor), kemudian ke Bintan dan sekitar tahun 1526 M sampai ke Pekantua Kampar di Provinsi Riau saat ini.

Keadaan Pekantua Kampar saat itu juga sedang berkabung karena Raja Abdullah (1511-1515 M), raja Pekantua Kampar yang masih keluarga dekat Sultan Mahmud Syah I, tertangkap saat berjuang membantu melawan Portugis. Beliau akhirnya dibuang ke Gowa di Sulawesi Selatan.

Ketika Sultan Mahmud Syah I sampai di Pekantua (1526 M) beliau langsung dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar (1526-1528 M). 2 tahun sesudahnya beliau mangkat dan diberi gelar "Marhum Kampar". Makamnya terletak di Pekantua Kampar dan sudah berkali-kali dipugar oleh raja-raja Pelalawan. Pemugaran terakhir dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten) Pelalawan, Propinsi Riau dan pemerintah Negeri Melaka.

Sultan Mahmud Syah I setelah mangkat segera digantikan oleh putera mahkota dari permaisurinya Tun Fatimah, yang bernama Raja Ali, bergelar "Sultan Alauddin Riayat Syah II". Tak lama kemudian, beliau meninggalkan Pekantua ke Tanah Semananjung, mendirikan negeri Kuala Johor, beliau dianggap pendiri Kerajaan Johor. 

Sebelum meninggalkan Pekantua, beliau menunjuk dan mengangkat Mangkubumi Pekantua (1530-1551 M), yang bernama Tun Perkasa dengan gelar "Raja Muda Tun Perkasa". Dan dilanjutkan Tun Hitam (1551-1575 M) serta Tun Megat (1575-1590 M). 

Sejak bila Pelalawan wujud?

Wilayah kerajaan Pelalawan yang sekarang menjadi Kabupaten Pelalawan, berawal dari Kerajaan Pekantua yang didirikan oleh Maharaja Indera (sekitar tahun 1380 M). Beliau adalah bekas Orang Besar Kerajaan Temasik (Singapura) yang mendirikan kerajaan ini setelah Temasik dikalahkan oleh Majapahit dipenghujung abad XIV. Sedangkan Raja Temasik terakhir yang bernama Permaisura (Prameswara) mengundurkan dirinya ke Tanah Semenanjung, dan mendirikan kerajaan Melaka.

Maharaja Indera (1380-1420 M) membangun kerajaan Pekantua di Sungai Pekantua (di anak sungai Kampar, sekarang termasuk Desa Tolam, Pelalawan, Riau) pada tempat bernama "Pematang Tuo" dan kerajaannya dinamakan "Pekantua". Selain itu Maharaja Indera membangun candi yang bernama "Candi Hyang" di Bukit Tuo (lazim juga disebut Bukit Hyang), namun sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Pematang Buluh" atau Pematang Lubuk Emas, sebagai tanda syukurnya dapat mendirikan kerajaan Pekantua. Raja-raja Pekantua yang pernah memerintah setelah Maharaja Indera adalah Maharaja Pura (1420-1445 M), Maharaja Laka (1445-1460 M), Maharaja Syesya (1460-1460 M). Maharaja Jaya (1480-1505 M). 

Selanjutnya menjadi wilayah Melaka


Replika Istana kesultanan Melaka di Melaka.


Pekantua semakin berkembang, dan mulai dikenal sebagai bandar yang banyak menghasilkan barang-barang perdagangan masa lalu, terutama hasil hutannya. Berita ini sampai pula ke Melaka yang sudah berkembang menjadi bandar penting di perairan Selat Melaka serta menguasai wilayah yang cukup luas, oleh karena itu Melaka bermaksud menguasai Pekantua, sekaligus mengokohkan kekuasaannya di Pesisir Timur Sumatera. Maka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M), dipimpin oleh Sri Nara Diraja, Melaka menyerang Pekantua, dan Pekantua dapat dikalahkan. Selanjutnya Sultan Masyur Syah mengangkat Munawar Syah (1505-1511 M) sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penabalan Munawar Syah menjadi raja Pekantua, diumumkan bahwa Kerajaan Pekantua berubah nama menjadi "Kerajaan Pekantua Kampar" dan sejak itu kerajaan Pekantua Kampar sepenuhnya berada dalam naungan Melaka. Pada masa inilah Islam mulai berkembang di Kerajaan Pekantua Kampar.

Setelah Munawar Syah mangkat, diangkatlah puteranya Raja Abdullah, menjadi Raja Pekantua Kampar (1511-1515 M). Disaat inilah Melaka jatuh ke Portugis, dan Sultan Melaka (Sultan Mahmud Syah I) mengungsi ke Pekantua Kampar hingga wafatnya.

Setelah Johor wujud (menggantikan Melaka) maka…

Ketika dipimpim oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Riayat Syah II, Raja Pekantua Kampar) kerajaan Johor telah berkembang pesat. Oleh karena itu Tun Megat, merasa sudah sepantasnya untuk mengirim utusan ke Johor untuk meminta salah seorang keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi rajanya. Setelah mufakat dengan Orang-orang Besar Pekantua, maka dikirim utusan ke Johor, terdiri dari: Batin Muncak Rantau (Orang Besar Nilo dan Napuh), Datuk patih Jambuano (Orang Besar Delik dan Dayun), dan Raja Bilang Bungsu (Orang Besar Pesisir Kampar).

Sultan Abdul Jalil Syah mengabulkan permintaan Tun Megat, lalu mengirimkan salah seorang keluarga dekatnya yang bernama Raja Abdurrahman untuk menjadi Raja Pekantua. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi raja Pekantua Kampar dengan gelar "Maharaja Dinda" (1950-1630 M). Terhadap Johor, kedudukannya tetaplah sebagai Raja Muda Johor. Sebab itu disebut juga "Raja Muda Johor di Pekantua Kampar". Tun Megat yang sebelumnya berkedudukan sebagai Raja Muda, oleh Raja Abdurrahman dikukuhkan menjadi Mangkubumi, mewarisi jabatan kakeknya Tun Perkasa.

Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh Puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja Lela Utama (1630-1650 M), Tak lama kemudian beliau mangkat, dan digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), yang selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Raja ini selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M). 

Pekantua Kampar berganti menjadi Pelalawan

Pada masa pemerintahannya, Tanjung Negeri banyak diganggu oleh wabah penyakit yang banyak membawa korban jiwa rakyatnya, namun para pembesar belum mau memindahkan pusat kerajaan karena masih sangat baru. Akhirnya beliau mangkat dan digantikan oleh puteranya Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), beliau segera memindahkan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri karena dianggap sial akibat wabah penyakit menular yang menyebabkan banyaknya rakyat menjadi korban, termasuk ayahandanya sendiri. Namun upaya itu belum berhasil, karena masing-masing Orang Besar Kerajaan memberikan pendapat yang berbeda. Pada masa pemerintahannya juga, perdagangan dengan Kuantan ditingkatkan melalui Sungai Nilo, setelah mangkat, beliau digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). pada masa pemerintahannya diperoleh kesepakatan untuk memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar ketempat yang oleh nenek moyangnya sendiri, yakni "Maharaja Lela Utama" pernah dilalaukan (ditandai, dicadangkan) untuk menjadi pusat kerajaan, yaitu di Sungai Rasau, salah satu anak Sungai Kampar jauh di hilir Sungai Nilo.

Sekitar tahun 1725 M, dilakukan upacara pemindahan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri ke Sungai Rasau. Dalam upacara adat kerajaan itulah Maharaja Dinda II mengumumkan bahwa dengan kepindahan itu, maka nama kerajaan "PEKANTUA KAMPAR", diganti menjadi kerajaan 'PELALAWAN" (Pelalauan), yang artinya tempat lalau-an atau tempat yang sudah dicadangkan. Sejak itu, maka nama kerajaan Pekantua tidak dipakai orang, digantikan dengan nama Pelalawan saja sampai kerajaan itu berakhir tahun 1946. Didalam upacara itu pula gelar beliau yang semua Maharaja Dinda II disempurnakan menjadi Maharaja Dinda Perkasa atau disebut Maharaja lela Dipati. Setelah beliau mangkat, digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang membuat kerajaan Pelalawan semakin berkembang pesar, karena beliau membuka hubungan perdagangan dengan Indragiri, Jambi melalui sungai Kerumutan, Nilo dan Panduk. Perdagangan dengan Petapahan (melalui hulu sungai Rasau, Mempura, Kerinci). Perdangan dengan Kampar Kanan dan Kampar Kiri (melalui sungai Kampar) dan beberapa daerah lainnya di pesisir timur Sumatera. Untuk memudahkan tukar menukar barang dagangan, penduduk membuat gudang yang dibuat diatas air disebut bangsal rakit (bangsal rakit inilah yang kemudian berkembang menjadi rumah-rumah rakit, bahkan raja Pelalawan pun pernah membuat istana rakit, disamping istana darat).

Ramainya perdagangan di kawasan ini antara lain disebabkan oleh terjadinya kemelut di Johor. Setelah Sultan Mahmud Syah II (Marhum Mangkat Dijulang) mangkat akibat dibunuh oleh Megat Sri Rama, sehingga arus perdagangan beralih ke kawasan pesisir Sumatera bagian timur dan tengah, terutama di sungai-sungai besar seperti Kampar, Siak, Indragiri, dan Rokan. Dalam waktu itulah Pelalawan memanfaatkan bandar-bandar niaga untuk menjadi pusat perdagangan antar wilayah di pesisir timur dan tengah sumatra.
Cap pribadi sultan Mahmud Syah 1 dan cap kerajaan Melaka yang ada di Pekantua kampar.

Belum diketahui apa maksud daripada tulisan jawi/arab melayu pada cap

Ujung tombak peninggalan Sultan Mahmud syah 1.

Cap 2 Muka depan belakang
Cap Pribadi sultan bermaksud " Kalifatullah Sultan Mahmud Syah akhiruzzaman




Peristiwa tragis yang terjadi di Bagansiapiapi(riau)

Perjuangan dan penantian panjang masyarakat pribumi(indonesia) untuk memperoleh kemerdekaan akhirnya di peroleh pada tahun 1945
hiporia kemerdekaan hingga kepelosok negeri di bawah kibaran Sang Merah Putih,
Tapi sayang belum sampai 1 tahun umur kemerdekaan, Peristiwa tragis yang terjadi di Bagansiapiapi(riau)
Pada tanggal 12 Maret 1946, ketika orang-orang cina di kota bagansiapiapi Mengibarkan Bendera "Kuo Min Tang"
dalam lafal cina "Cap Ji Kak(bendera bintang duabelas).
Tanggal itu adalah merupakan Hari Besar bagi cina Nasionalis. Mereka mengibarkan tanpa berdampingan dengan sang merah putih
Tindakan itu menimbulkan kemarahan bagi masyarakat Pribumi yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Indonesia(FPRI)
Kemudian tindakan yang dianggap pelecehan terhadap kedaulatan kemerdekaan indonesia itu, di adukan kepada Wedana bagansiapiapi, M.Yatim yang merangkap jabatan sebagai ketua KNI daerah.
Kapitan Lu Cin Po di panggil oleh Wedana bagansiapiapi, sekitar pukul 09.00WIB kapitan Lu Cin Po hadir di KNI daerah di jalan rumah sakit(sekarang asrama polisi, jalan Dr.utomo)
Perundinganpun berlangsung sengit Wedana didampingi para stafnya, diantaranya Buyung Ketobah.
sementara suasana di kota Bagansiapiapi semakin tegang, perundingan yang alot antara Kapitan(Lu Cin po) dan Wedana(M.Yatim,"Ketua KNI daerah"),
anggota TKR dan FPRI mengambil inisiatif sendiri Menurunkan Bendera-Bendera Cina(bintang dua belas) dari kaki lima, halaman rumah maupun loteng
Rumah-rumah cina, Melihat anggota TKR/FPRI bertindak di luar komando, maka Polisi Tentara(PT), Amran Liki Melakukan Patroli
anggota TKR dan FPRI yang berkeliaran di perintahkan untuk konsyinyasi, kembali kemarkasnya
(sekarang SDN I, jl. Perwira depan polsek bangko)
Namun seorang anggota TKR, Kahar Yakin, Menebang tiang bendera Kuo Min Tang dari bambu yang berada didepan kedai Tiu Nai Kuai
(sekarang di sudut jalan merdeka).
orang cina politik yang sering berkumpul di kedai itu marah bendera mereka di robohkan.. kemudian terjadilah pertengkaran
Kejadian itu sudah mulai ramai, akhirnya Amran Liki tiba ditempat kejadian dan memerintahkan Kahar Yakin untuk kembali kemarkas
Tetapi ketegangan tidak kunjung mereda Polisi TentaraPun tidak Bisa Berbuat apa-apa terhadap Emosional para pemuda Pribumi saat itu Bahkan Jaman Sirait, seorang FPRI dari pasukan Hizbullah memberikan komando kepada anak buahnya agar
menganggalkan pakaian kesatuan dan berjuang atas nama pribadi
Sekitar jam 11.00 siang akhirnya perundingan di KNI daerah mencapai kesepakatan kedua belah pihak sepakat orang cina di perbolehkan mengibarkan benderanya namun harus berdampingan dengan bendera indonesia jika hingga pukul 12.00 tidak di indahkan maka bendera cina harus di turunkan.
Kemudian Kapitan Lu Cin Po meninggalkan KNI daerah menelusuri jalan rumah sakit(sekarang jl. Dr.utomo)
Melihat keadaan yang semakin kacau bendera-bendera cina banyak yang sudah di turunkan maka Lu Cin Po
kembali ke jalan semula.
Namun di persimpangan jalan kantor pos dan jalan bank(sekarang jl.perwira dan merdeka depan dekrasnada)
Kapitan Lu Cin Po dicegat oleh beberapa anggota FPRI antaranya --Rifa'i,
Abidin,
Wan Saleh Tamin,
Abdul Hakim
dan Dudin.
Menurut saksi mata Kapitan Lu Cin Po Karena terdesak maka hanya berkata "Sabat, Sabat"
(berlogat cina, maksdunya sabar,sabar) Namun seorang anggota FPRI yang salah faham, menyangka Lu Cin Po menantangnya maka ia pun Langsung Menyabat(bacok)
Langsung Mengenai Leher Lu Cin Po dan Jatuh di tempat, Melihat kejadian itu beberapa orang cina langsung melarikannya kerumah sakit
Namun Nyawanya tidak tertolong
Berita tewasnya Kapitan Lu Cin Po dengan cepat menyebar keseluruh kota bagansiapiapi.
Sementara itu dari parit Tangko(sekarang satria tangko) hingga simpang tukang besi(simpang jalan bawal)
telah terjadi perang SOSOH antara pejuang rakyat dari kampung jawa(sekarang bagan jawa) di bawah pimpinan Amat Mirah
Melawan Pasukan Cina.
Membawa 20 orang, Amat Mirah menyerbu dari kampung jawa menuju kota. di simpang parit tangko Amat Mirah mendapat intruksi dari Maswiryodiharjo komandan FPRI untuk menurunkan bendera Kuo Min Tang dari rumah orang2 cina yang berada di sekitar parit tangki hingga simpang tukang besi.
Amat Mirah mendapat tambahan anggota sebanyak 10 orang dari jalan Siakap(sekarang jl.siak) dan bagan hulu pasukan ini kemudian melaksanakan perintah untuk menurunkan bendera2 cina dan akan menggantinya dengan bendera merah putih.
Namun Amat Mirah mendapat perlawanan sengit dari orang2 cina, orang2 cina itu menggunakan senjata tajam seperti Tombak,Tempuling,Pedang dan lain2
Pasukan Amat Mirah banyak yang tewas.
Akhirnya kawasan itu di kuasai oleh orang cina.
Bantuan dari FPRI Maswiryodiharjo dan A.karim said, terlambat datang, akhirnya mereka mundur dan bertahan di komplek Watr Leiding(sekarang jl.siak)
sementara itu bantuan dari FPRI Kampung Jawa Juga Terlambat datang.
20 orang yang di pimpin Mahyudin Ahmad banyak melihat penduduk yang berlarian menuju kampung jawa.
Mereka mengatakan Bahwa semua pasukan Amat Mirah sudah tewas, Mereka mengatakan Pasukan Cina Sangat Banyak dan bersenjata Lengkap.
Mendengar itu akhirnya Pasukan Mahyudin Juga ikut Mundur.
Dari saksi mata Sebanyak 16 orang yang tewas yakni
-Amat Mirah,
-Pawirejo,
-Pairin,
-Kromosono,
-Ali,
-Amat Sairin,
-Sarman,
-Sarkam,
-Ngatimun,
-Parjan,
-Saimin,
-Fakih Saleh,
-Hakim bin Kimang,
-Husin,
-Khalifah Sidik,
dan Khalifah Thalib.
Korban Lain pun Berjatuhan, orang pribumi yang bekerja di bangliau-bangli au cina terjebak dan tidak bisa melarikan diri.
mereka menjadi keganasan balas dendam orang2 cina, mereka di bantai dan di habis tampa ampun.
Pemerintah indonesia mencoba mencegah permusuhan dan kerusuhan, dengan aparat yang sangat terbatas saat itu
masing2 pihak di tarik kebasis nya akhirnya kerushan dapat di hentikan meskipun keadaan masih tetap tegang, dan berlangsung lama
Bukan hanya pribumi di bagansiapiapi, para pedagang pribumi yang membawa dagangan mereka ke bagan pun jadi korban pembantaian/balas dendam oleh orang2 cina di bagansiapiapi,
Diantara korban keberingasan cina adalah penghulu sayyang(penggulu/kepala desa) pangkalan pasir/babussalam baru(sekaran :basilambaru-dumai)
Secara garis besar ada dua peristiwa yang terjadi saat itu.
Yaitu
1_"Peristiwa Bendera"
di Picu oleh pengibaran bendera Kuo Min Tang oleh etnis cina tanpa didampingi pengibaran bendera merah putih,
simbol / identitas Negara Indonesia yang baru saja merdeka kondisi ini menyulut emosi masyarakat Pribumi,
pertiakian ini mengakibatkan tewasnya Kapitan Lu Cin Po, pemimpin cina kala itu,
2_"Tentara Jambang"
Tentanra Jambang mrupakan satuan komponen desersi(tentara yang membelot pada tugas)
dalam peristiwa ini tentara jambang merampas dan membunuh etnis cina serta membuat kekacauan
carut marut ini berlangsung di sungai rokan, kubu serta panipahan.
maka aksi balas dendampun di lakukan warga Cina dengan pasukan Cina-nya
yang di beri nama "Poh An Tui" mereka membunuh warga pribumi tampa ampun
Pertalian Cina di Medan, Singapura dan malaysia serta suplai senjata memperkuat posisi Cina di bagan siapaiapi
Peristiwa berkecamuk dengan sangat tragis, nyawa tak lagi berharga di tengah kobaran emosi,
dalam kurun waktu sangat singkat sejak maret hingga September 1946 saja korban tercatan kurang lebih 2.500 jiwa.
Banyak yang mengatakan ini hanyalah perang suku, namun melihat fakta-fakta sejarah, ini bukan sekedar perang suku, namun lebih pada kedaulatan kemerdekaan, pada saat itu etnis cina dianggap tidak menghargai kemerdekaan indonesia
Di Kutip dari : MengenangToreha
nLukaBagansiapiapi, & para keluarga korban / saksi mata
Akhir kerajaan Andalusia Spanyol

AL-QUR'AN DAN  SANG JENDERAL.​

(diangkat dari kisah nyata).

Suatu sore pada tahun 1525, penjara tempat orang tahanan terasa hening mencengkam. Jenderal Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik itu akan mendarat di wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara Ayat Suci yang amat ia benci.

" Hai .., hentikan suara jelekmu!, Hentikan!!!" teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata.

Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya.
Roberto bertambah berang. Dan algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk 1 orang.

Dengan congkak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.

Sungguh ajaib.., tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan pada sang algojo, bibir keringnya hanya berkata lirih, ​"Rabbi, wa-ana 'abduka"​

Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz, Insyaa Allah tempatmu di Syurga."
Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, maka 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.

Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
"Hai orang tua busuk!!, bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?!. Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu !!"

Sang Ustadz lalu berucap, "Sungguh... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, ​Allah Subhanahu wa ta'ala​; Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan yaitu akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk?. Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya, dan laki-laki itu terhuyung; kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.

Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto melihat buku kecil itu dan bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.

"Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto.

"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!" ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto.

Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto.

Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.

"Ah ... sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini," suara hati Roberto bertanya-tanya.
Perlahan Roberto membuka lembaran pertama buku itu.

Pemuda berumur tiga puluh tahunan itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu.  Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yang sedang melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.

Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.

Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia).
Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa.
Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia.
Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar diudara.

Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua.

Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abayanya.

Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi ... ummi ... mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa.. ....?, Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..."

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.

Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi ... Abi ... Abi ..."
Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

" Hai ... siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah
Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi," jawab sang bocah memohon belas kasih.
" Hah ... siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.
" Saya Ahmad Izzah ..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi.
Tiba² "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah.

" Hai bocah ...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto'. Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu dan Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki² itu.

Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi ... Abi ... Abi ..."

Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.

Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.

Ia juga ingat betu bahwa ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bagian pusarnya.

Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi ... aku masih ingat alif, ba,  ta, tsa ..."
Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya.
Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu ..." terdengar suara Roberto memelas.

Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.

Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap, "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu."

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah, "Asyhadu an-laa Ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasullullah ...'. Beliau pergi menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.

#Kemudian..
Ahmad Izzah mendalami Islam dengan sungguh-sungguh hingga akhirnya ia menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru dengannya. ​Dialah ... "Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy".​
---
Benarlah firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

​"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS:30:30).​

Masya Allah..;
Semoga kisah ini dapat membuat hati kita luluh dengan hidayah Allah; yang mudah-mudahan dapat masuk mengenai qolbu kita untuk tetap taat kepadaNYA.

Aamiin Ya Robbal Alami...

Sumber  : Facebook Mas Gus
DAERAH
Pemekaran Provinsi Riau Pesisir
Oleh : Karno Raditya | 15-Jun-2011, 20:51:05 WIB

KabarIndonesia - Wacana pembentukan provinsi Riau Pesisir, yang sudah didengungkan 10 tahun silam, kini terus menguat. Pemerintah sudah memberikan lampu kuning terhadap wacana tersebut. Pernyataan Mendagri RI, yang menyatakan pemekaran provinsi akan mempercepat kesejahteraan rakyat, semakin menyemangati para tokoh untuk mewujudkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir.

Gerakan kelompok, yang menginginkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir, juga kian menguat. Hal itu terungkap pada rapat yang dihadiri puluhan tokoh, yang tergabung dalam Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir (KP2RP) di Pekanbaru, Riau, pekan lalu.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari daerah yang berada di pesisir Riau, antara lain Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan, Siak, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

“Alasan pembentukan Provinsi Riau Pesisir adalah karena kawasan pesisir selama ini masih terpinggirkan dan masih terjadi ketimpangan politik serta ekonomi,” kata Ketua Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir Ahmad Joni Marzainur SH.

Tujuan pembentukan Riau Pesisir, disebut banyak pihak hanya karena ingin meningkatkan tarap hidup rakyat Riau pesisir, yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak hasil bumi dari Riau Pesisir yang di dulang, tapi rakyat di kawasan Riau Pesisir hanya menjadi penonton, mereka tak bisa menikmati hasil bumi yang dikeruk dari bumi Riau Pesisir.

"Tujuan kami hanya ingin meningkatkan taraf hidup rakyat pesisir. Selama ini, masyarakat di kawasan itu sangat dikucilkan. Banyak hasil bumi hanya dinikmati provinsi Riau dan Pusat saja," kata Ahmad Joni.

Wacana pembentukan provinsi mendapat dukungan DPRD Riau. Prinsipnya, DPRD Riau tak menolak pemekaran provinsi, karena pemekaran provinsi akan memberikan nilai positif bagi rakyat di kawasan tersebut. Lantas bagaimana sikap Gubernur Riau terhadap wacana ini? Meski pernyataannya tidak begitu ikhlas, namun Gubernur Riau Rusli Zainal menyatakan tak mempersoalkan pemekaran provinsi Riau Pesisir.

Gubernur hanya minta kepada inisator, agar segala sesuatunya disiapkan secara sistimatis. Tidak boleh gegabah dan emosional. Wacana pembentukan Provinsi Riau Pesisir ini, terdiri dari lima Kabupaten/Kota yakni Siak, Dumai, Bengkalis, Rokan Hilir (Bagan) dan Kabupaten Meranti. Adapun yang menjadi ibukota Provinsi nantinya adalah Duri atau Dumai. Alasan Dumai ditunjuk sebagai ibukota, karena daerah ini memang sudah siap dari segi infrastruktur.
A. SULTAN MELAKA-RIAU KE-8 (1488-1528)

Pemerintahan Sultan Mahmud Shah seorang raja yang cekap, akan tetapi beliau juga seorang mangsa keadaan. Portugal pada awal abad ke-16 sedang mengasaskan sebuah empayar luar negeri.

Pada tahun 1509, Diego Lopez de Sequiera dengan 18 buah kapal dari Angkatan diRaja Portugal tiba di Melaka. Mereka merupakan orang Eropah pertama yang tiba di Asia Tenggara dan digelar "Benggali Putih" oleh orang tempatan. Oleh kerana orang-orang Portugis membuat kacau di Melaka seperti mengusik gadis-gadis dan mencuri, disamping perselisihan faham, Sultan Mahmud Shah kemudiannya mengarahkan supaya orang-orang Portugis dihalau dari Melaka. Angkatan Portugis diserang dan 20 anak kapalnya ditahan.

Pada 1510, Sultan Mahmud Shah menyerahkan kuasa sementara pada putera sulungnya, Sultan Ahmad Shah. Selepas mengambil balik kuasa, baginda membunuh Tun Mutahir sekeluarga kerana termakan fitnah yang Tun Mutahir cuba merampas kuasa.

Pada 10 Ogos 1511, sebuah armada laut Portugis yang besar dari India diketuai oleh Alfonso de Albuquerque kembali ke Melaka. Albuquerque membuat beberapa permintaan membina markas Portugis di Melaka tetapi permintaannya ditolak oleh Sultan Mahmud Shah. Selepas 10 hari mengepung, pihak Portugis berjaya menawan Kota Melaka pada 24 Ogos. Sultan Mahmud Shah terpaksa melarikan diri ke Bertam, Batu Hampar, Pagoh and seterusnya ke Pahang di pantai timur di mana beliau gagal dalam percubaannya mendapat pertolongan daripada negara China.

Kemudiannya, Sultan Mahmud Shah berpindah ke selatan dan mengasaskan Kesultanan Johor sebagai pusat dagangan saingan kepada Melaka. Dengan ibu kotanya di pulau Bentan yang terletaknya berdekatan dengan Temasik (Singapura), beliau terus menerima ufti dan kesetiaan dari kawasan-kawasan sekeliling yang diberinya sewaktu beliau masih menjadi Sultan Melaka. Sultan Mahmud Shah menjadi ketua gabungan Melayu dan berkali-kali menyerang Melaka. Pada tahun 1525, Laksamana Hang Nadim berjaya mengepung Kota A Famosa sehingga pihak Portugis terpaksa membuat catuan makanan dari Goa.

Pada 1526, pihak Portugis membalas dengan seangkatan kapal yang besar di bawah Pedro Mascarenhaas dan memusnahkan ibu kota Bentan. Sultan Mahmud Shah melarikan diri ke Kampar, Riau, Sumatera tetapi anakandanya, Raja Alauddin II tinggal dan mengembangkan Johor sebagai sebuah empayar yang berkuasa dan yang mencapai keunggulannya pada abad ke-18 dan ke-19. Seorang lagi anakanda Sultan Mahmud Shah, Raja Muzaffar III, dijemput oleh orang-orang utara untuk menjadi sultan mereka dan baginda mengasaskan Kesultanan Perak pada tahun 1528.
Tengku Said Harun adalah sultan terakhir kerajaan Pelalawan
B. MENGENAL KESULTANAN PEKANTUA KAMPAR.

Raja yang berkuasa iaitu Sultan Mahmud Syah I mengundurkan dirinya ke Muar (Johor), kemudian ke Bintan dan sekitar tahun 1526 M sampai ke Pekantua Kampar di Provinsi Riau saat ini.

Keadaan Pekantua Kampar saat itu juga sedang berkabung karena Raja Abdullah (1511-1515 M), raja Pekantua Kampar yang masih keluarga dekat Sultan Mahmud Syah I, tertangkap saat berjuang membantu melawan Portugis. Beliau akhirnya dibuang ke Gowa di Sulawesi Selatan.

Ketika Sultan Mahmud Syah I sampai di Pekantua (1526 M) beliau langsung dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar (1526-1528 M). 2 tahun sesudahnya beliau mangkat dan diberi gelar "Marhum Kampar". Makamnya terletak di Pekantua Kampar dan sudah berkali-kali dipugar oleh raja-raja Pelalawan. Pemugaran terakhir dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten) Pelalawan, Propinsi Riau dan pemerintah Negeri Melaka.

Sultan Mahmud Syah I setelah mangkat segera digantikan oleh putera mahkota dari permaisurinya Tun Fatimah, yang bernama Raja Ali, bergelar "Sultan Alauddin Riayat Syah II". Tak lama kemudian, beliau meninggalkan Pekantua ke Tanah Semananjung, mendirikan negeri Kuala Johor, beliau dianggap pendiri Kerajaan Johor. 

Sebelum meninggalkan Pekantua, beliau menunjuk dan mengangkat Mangkubumi Pekantua (1530-1551 M), yang bernama Tun Perkasa dengan gelar "Raja Muda Tun Perkasa". Dan dilanjutkan Tun Hitam (1551-1575 M) serta Tun Megat (1575-1590 M). 

Sejak bila Pelalawan wujud?

Wilayah kerajaan Pelalawan yang sekarang menjadi Kabupaten Pelalawan, berawal dari Kerajaan Pekantua yang didirikan oleh Maharaja Indera (sekitar tahun 1380 M). Beliau adalah bekas Orang Besar Kerajaan Temasik (Singapura) yang mendirikan kerajaan ini setelah Temasik dikalahkan oleh Majapahit dipenghujung abad XIV. Sedangkan Raja Temasik terakhir yang bernama Permaisura (Prameswara) mengundurkan dirinya ke Tanah Semenanjung, dan mendirikan kerajaan Melaka.

Maharaja Indera (1380-1420 M) membangun kerajaan Pekantua di Sungai Pekantua (di anak sungai Kampar, sekarang termasuk Desa Tolam, Pelalawan, Riau) pada tempat bernama "Pematang Tuo" dan kerajaannya dinamakan "Pekantua". Selain itu Maharaja Indera membangun candi yang bernama "Candi Hyang" di Bukit Tuo (lazim juga disebut Bukit Hyang), namun sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Pematang Buluh" atau Pematang Lubuk Emas, sebagai tanda syukurnya dapat mendirikan kerajaan Pekantua. Raja-raja Pekantua yang pernah memerintah setelah Maharaja Indera adalah Maharaja Pura (1420-1445 M), Maharaja Laka (1445-1460 M), Maharaja Syesya (1460-1460 M). Maharaja Jaya (1480-1505 M). 

Selanjutnya menjadi wilayah Melaka


Replika Istana kesultanan Melaka di Melaka.


Pekantua semakin berkembang, dan mulai dikenal sebagai bandar yang banyak menghasilkan barang-barang perdagangan masa lalu, terutama hasil hutannya. Berita ini sampai pula ke Melaka yang sudah berkembang menjadi bandar penting di perairan Selat Melaka serta menguasai wilayah yang cukup luas, oleh karena itu Melaka bermaksud menguasai Pekantua, sekaligus mengokohkan kekuasaannya di Pesisir Timur Sumatera. Maka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M), dipimpin oleh Sri Nara Diraja, Melaka menyerang Pekantua, dan Pekantua dapat dikalahkan. Selanjutnya Sultan Masyur Syah mengangkat Munawar Syah (1505-1511 M) sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penabalan Munawar Syah menjadi raja Pekantua, diumumkan bahwa Kerajaan Pekantua berubah nama menjadi "Kerajaan Pekantua Kampar" dan sejak itu kerajaan Pekantua Kampar sepenuhnya berada dalam naungan Melaka. Pada masa inilah Islam mulai berkembang di Kerajaan Pekantua Kampar.

Setelah Munawar Syah mangkat, diangkatlah puteranya Raja Abdullah, menjadi Raja Pekantua Kampar (1511-1515 M). Disaat inilah Melaka jatuh ke Portugis, dan Sultan Melaka (Sultan Mahmud Syah I) mengungsi ke Pekantua Kampar hingga wafatnya.

Setelah Johor wujud (menggantikan Melaka) maka…

Ketika dipimpim oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Riayat Syah II, Raja Pekantua Kampar) kerajaan Johor telah berkembang pesat. Oleh karena itu Tun Megat, merasa sudah sepantasnya untuk mengirim utusan ke Johor untuk meminta salah seorang keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi rajanya. Setelah mufakat dengan Orang-orang Besar Pekantua, maka dikirim utusan ke Johor, terdiri dari: Batin Muncak Rantau (Orang Besar Nilo dan Napuh), Datuk patih Jambuano (Orang Besar Delik dan Dayun), dan Raja Bilang Bungsu (Orang Besar Pesisir Kampar).

Sultan Abdul Jalil Syah mengabulkan permintaan Tun Megat, lalu mengirimkan salah seorang keluarga dekatnya yang bernama Raja Abdurrahman untuk menjadi Raja Pekantua. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi raja Pekantua Kampar dengan gelar "Maharaja Dinda" (1950-1630 M). Terhadap Johor, kedudukannya tetaplah sebagai Raja Muda Johor. Sebab itu disebut juga "Raja Muda Johor di Pekantua Kampar". Tun Megat yang sebelumnya berkedudukan sebagai Raja Muda, oleh Raja Abdurrahman dikukuhkan menjadi Mangkubumi, mewarisi jabatan kakeknya Tun Perkasa.

Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh Puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja Lela Utama (1630-1650 M), Tak lama kemudian beliau mangkat, dan digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), yang selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Raja ini selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M). 

Pekantua Kampar berganti menjadi Pelalawan

Pada masa pemerintahannya, Tanjung Negeri banyak diganggu oleh wabah penyakit yang banyak membawa korban jiwa rakyatnya, namun para pembesar belum mau memindahkan pusat kerajaan karena masih sangat baru. Akhirnya beliau mangkat dan digantikan oleh puteranya Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), beliau segera memindahkan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri karena dianggap sial akibat wabah penyakit menular yang menyebabkan banyaknya rakyat menjadi korban, termasuk ayahandanya sendiri. Namun upaya itu belum berhasil, karena masing-masing Orang Besar Kerajaan memberikan pendapat yang berbeda. Pada masa pemerintahannya juga, perdagangan dengan Kuantan ditingkatkan melalui Sungai Nilo, setelah mangkat, beliau digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). pada masa pemerintahannya diperoleh kesepakatan untuk memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar ketempat yang oleh nenek moyangnya sendiri, yakni "Maharaja Lela Utama" pernah dilalaukan (ditandai, dicadangkan) untuk menjadi pusat kerajaan, yaitu di Sungai Rasau, salah satu anak Sungai Kampar jauh di hilir Sungai Nilo.

Sekitar tahun 1725 M, dilakukan upacara pemindahan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri ke Sungai Rasau. Dalam upacara adat kerajaan itulah Maharaja Dinda II mengumumkan bahwa dengan kepindahan itu, maka nama kerajaan "PEKANTUA KAMPAR", diganti menjadi kerajaan 'PELALAWAN" (Pelalauan), yang artinya tempat lalau-an atau tempat yang sudah dicadangkan. Sejak itu, maka nama kerajaan Pekantua tidak dipakai orang, digantikan dengan nama Pelalawan saja sampai kerajaan itu berakhir tahun 1946. Didalam upacara itu pula gelar beliau yang semua Maharaja Dinda II disempurnakan menjadi Maharaja Dinda Perkasa atau disebut Maharaja lela Dipati. Setelah beliau mangkat, digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang membuat kerajaan Pelalawan semakin berkembang pesar, karena beliau membuka hubungan perdagangan dengan Indragiri, Jambi melalui sungai Kerumutan, Nilo dan Panduk. Perdagangan dengan Petapahan (melalui hulu sungai Rasau, Mempura, Kerinci). Perdangan dengan Kampar Kanan dan Kampar Kiri (melalui sungai Kampar) dan beberapa daerah lainnya di pesisir timur Sumatera. Untuk memudahkan tukar menukar barang dagangan, penduduk membuat gudang yang dibuat diatas air disebut bangsal rakit (bangsal rakit inilah yang kemudian berkembang menjadi rumah-rumah rakit, bahkan raja Pelalawan pun pernah membuat istana rakit, disamping istana darat).

Ramainya perdagangan di kawasan ini antara lain disebabkan oleh terjadinya kemelut di Johor. Setelah Sultan Mahmud Syah II (Marhum Mangkat Dijulang) mangkat akibat dibunuh oleh Megat Sri Rama, sehingga arus perdagangan beralih ke kawasan pesisir Sumatera bagian timur dan tengah, terutama di sungai-sungai besar seperti Kampar, Siak, Indragiri, dan Rokan. Dalam waktu itulah Pelalawan memanfaatkan bandar-bandar niaga untuk menjadi pusat perdagangan antar wilayah di pesisir timur dan tengah sumatra.
Cap pribadi sultan Mahmud Syah 1 dan cap kerajaan Melaka yang ada di Pekantua kampar.

Belum diketahui apa maksud daripada tulisan jawi/arab melayu pada cap

Ujung tombak peninggalan Sultan Mahmud syah 1.

Cap 2 Muka depan belakang
Cap Pribadi sultan bermaksud " Kalifatullah Sultan Mahmud Syah akhiruzzaman

Labels

Facebook

Search This Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

test

Labels

KLIKOKE

Smartphones

RUANGBACA

Author Name

Recent Reviews

Produk Lainnya

Subscribe Us

Produk Terlaris

Fakta Mengejutkan Tentang Dajjal yang Tidak Diketahui

Dajjal merupakan tokoh yang sangat penting pada masa akhir zaman nanti. Bahkan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, ia termasuk salah satu daripada tanda besar menjelang hari kiamat. Artinya, apabila Dajjal sudah muncul di hadapan manusia ramai, itu pertanda bahwa kiamat tidak akan lama lagi terjadi. Pertanyaannya sekarang, siapakah sebenarnya Dajjal? Sebelum membaca lebih lengkap, ada baiknya Anda menonton dulu video di bawah ini. Video ini mengabarkan bahwa seorang pemuda yang kelak akan dibunuh oleh Dajjal telah lahir di Palestina. Semoga Allah melindungi kita dari fitnah Dajjal. Daftar Isi  [ hide ] 1  Biografi Dajjal 1.1  Ciri-ciri Fisik Dajjal 1.2  Lokasi, Kemunculan dan Tempat Persinggahannya 1.3  Para Pengikut Dajjal 1.4  Fitnah dan Kemampuan Dajjal 1.5  Kematian Dajjal 2  Cara Menangkal Fitnah Dajjal Biografi Dajjal kabarmakkah.com Dajjal adalah makhluk Allah yang masih dalam kategori keturunan Nabi Adam ...

Bukannya Kibarkan Merah Putih, Warga China Naikkan Bendera Kuomintang

  Senin, 30 Januari 2017 14:15 WIB  Penulis:  Fakhrur Rodzi    Editor:  Fakhrur Rodzi (INTERNET) PEKANBARU  - Lambatnya diterima kabar Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945, di Jakarta, mengakibatkan terjadi kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) di daerah-daerah seluruh Nusantara. Keterlambatan dan kekosongan kekuasaan inilah kemudian di beberapa daerah di Riau menjadi konflik bersenjata. Pemicunya, orang-orang China ketika itu merasa merekalah yang berhak melanjutkan pemerintahan Jepang di Indonesia. Bendera Kuomintang dengan matahari putih, memiliki 12 sinar di dalam kotak biru di sebelah kiri atas. Bendera ini digunakan di Tiongkok Daratan hingga 1949, dan sejak 1949 hanya digunakan di negara China Taipei atau Taiwan. Penggunaan di Tiongkok hanya sebatas penggunaan secara sejarah. Lalu, di daerah mana saja di Riau, berkibarnya bendera China  Kuomintang ? Kemudian, akibat pengibaran tersebut memicu konflik, bahkan korban jiwa. Berikut kami saji...