KLIKOKE: Islam
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
  • Makna Tabayyun dalam Islam

    Foto diambil dari google Tabayyun   menurut bahasa adalah telitilah dulu. Kata tersebut dapat dilihat pada surat Al-Hujurat/49:6. Dalam ayat...

    READ MORE
  • ,

    Gagal Paham Kisah Pezina yang Menolong Seekor Anjing

    Foto diambil dari google Publik dihebohkan dengan viralnya  berita   tentang seorang   muslimah   berhijab lebar lagi bercadar yang memeliha...

    READ MORE
  • Andai kita hidup pd zaman Fira'un, kira- kira kita jadi pengikut siapa, Fir'aun atau Nabi Musa | Tanya jawab ustadz dan jama'ah

    Seorang ustadz bertanya kepada jama'ahnya   Ustadz : "Andai kita hidup pd zaman Fira'un, kira- kira kita jadi pengikut siapa, ...

    READ MORE
  • ,

    Bolehkah Wanita Jadi Pemimpin Menurut Islam?

    Mayoritas pemikir politik Islam, seperti Al Imam al-Mawardi Rahimahulloh dalam kitabnya, “Al-Ahkâm Ash-Shulthâniyyah”, menegaskan bahwa peme...

    READ MORE
  • , ,

    KISAH PERNIKAHAN ALI DENGAN FATIMAH YANG SHAHIH

    BENARKAH KISAH PERNIKAHAN FATIMAH; Fatimah yang merupakan putri dari Rasulullah sangat taat kepada Rasulullah. Fatimah juga dikenal sebagai ...

    READ MORE
  • ,

    Memaknai Arti Hijrah Lebih Luas dan Mendalam

    Foto diambil dari google Jangan memaknai hijrah hanya semata-mata melihat dari sisi bahasa saja tanpa mengaitkan dengan aspek lainnya. Denga...

    READ MORE
  • ,

    Sabda Nabi, Konstantinopel Akan Ditaklukkan. 800 Tahun Kemudian, Muhammad Al Fatih Wujudkan Hadits Itu

    Ilustrasi. (Foto :  nightlife - cityguide . com ) bacodulu.site  – Sehari jelang ‘Fathu Al-Qustantiniyyah‘ sebuah refleksi Penaklukkan Konst...

    READ MORE
  • , ,

    Kisah Sedih Kerinduan Bilal Bin Rabah Kepada Rasulullah

    Foto diambil dari google Kali ini Blog Ilmu Dari Al-Quran akan mengisahkan kisah cinta Bilal bin Rabah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu yang begitu...

    READ MORE

Technology

Flickr Images

Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Foto diambil dari google
Tabayyun menurut bahasa adalah telitilah dulu. Kata tersebut dapat dilihat pada surat Al-Hujurat/49:6. Dalam ayat tersebut dijelaskan :" jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian"[1].
Tabayyun merupakan salah satu tradisi umat islam yang dapat dijadikan solusi untuk memecahkan masalah. Tradisi ini digunakan terutama untuk menyelesaikan masalah dalam masyarakat. Metode tabayyun digunakan untuk mengklarifikasi serta menganalisis masalah yang terjadi. Dengan harapan mendapatkan kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan masyarakat sekitarnya[2].

ReferensiSunting

  1. ^ "Mengapa Mesti Tabayyun?"Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah. Diakses tanggal 2018-05-25.
  2. ^ Online, NU. "Tabayyun sebagai Ajaran Islam | NU Online"NU Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-25.
Foto diambil dari google

Publik dihebohkan dengan viralnya berita tentang seorang muslimah berhijab lebar lagi bercadar yang memelihara belasan anjing dirumahnya, dengan alasan bahwa anjing-anjing itu terlantar dijalanan, maka menolongnya adalah hal yang mulia, berdasarkan hadits yang mengisahkan seorang pezina yang memberi minum seekor anjing yang tengah kehausan diteriknya matahari kala itu, kemudian Allah memasukkan wanita itu ke surga.

(Video Penjelasan Tentang Pezina & seekor Anjing) 

Publik dihebohkan dengan viralnya berita tentang seorang muslimah berhijab lebar lagi bercadar yang memelihara belasan anjing dirumahnya, dengan alasan bahwa anjing-anjing itu terlantar dijalanan, maka menolongnya adalah hal yang mulia, berdasarkan hadits yang mengisahkan seorang pezina yang memberi minum seekor anjing yang tengah kehausan diteriknya matahari kala itu, kemudian Allah memasukkan wanita itu ke surga. 
maka menurut muslimah yang memilih anjing-anjing itu, jika seorang pezina saja dapat masuk surga karena memberi minum anjing, apalagi sekalian merawatnya? bukankah lebih mulia?
Sebelumnya meluruskan kesalahpahaman diatas, berikut teks lengkap hadits yang dimaksud :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – عَنْ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وآله وسلم -: «أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ، قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنْ الْعَطَشِ، فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا» (رواه مسلم).
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shalallahu’Alaihi Wa Sallam beliau bersabda:
Sesungguhnya ada seorang wanita pelacur yang melihat seekor anjing pada suatu hari yang panas tengah berputar-putar didekat sumur dengan lidah terjulur menahan haus, kemudian wanita tersebut mengambil air dengan sepatunya dan memberikan anjing itu minum, dengannya dosanya diampuni“. (HRMuslim)
Terkait hadits diatas, para ulama menjelaskan bahwa sebab dosanya diampuni dan diriwayat lain dimasukkan ke surga adalah karena niatnya baik dan rasa kasih sayangnya, sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:
فهذا لما حصل في قلبها من حسن النية والرحمة إذ ذاك..
“Yang demikian karena ia memiliki niat yang baik dan atas rasa kasihannya kala itu”.
Demikian karena Allah Ta’ala memang memerintahkan untuk memperlakukan makhluk hidup dengan baik, bahkan terhadap hewan yang akan disembelih sekalipun, sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
(إن الله كتب الإحسان على كل شيء، فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة، وليحد أحدكم شفرته، وليرح ذبيحته) رواه مسلم
Sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan untuk berlaku baik kepada segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, dan bila kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik, yaitu tajamkan pisau kalian dan buatlah hewan itu merasa nyaman“. (HR Muslim)
Akan tetapi pembahasannya tidak hanya sampai disitu, untuk memahami hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam kita perlu melihat bagaimana para ulama memahaminya, bukan dengan pemahaman diri sendiri yang sangat berpotensi untuk keliru, seperti memahami dari hadits diatas bolehnya memelihara anjing-anjing dengan dalih kasihan dan seterusnya, apalagi sampai memahami ”Tidak apa-apa berzina, yang penting punya hati baik, dst”, Wal ‘iyadzu Billah.
Jadi, apa kata ulama terkait pemahaman yang benar pada masalah ini?
Insyaallah akan diulas tuntas pada tulisan selanjutnya.


Penulis : Ustadz Muhammad Hadrami

Seorang ustadz bertanya kepada jama'ahnya
 
Ustadz : "Andai kita hidup pd zaman Fira'un, kira- kira kita jadi pengikut siapa, Fir'aun atau Nabi Musa?"
Jama'ah : "Musaaaaa." 
jawab jama'ah dgn kompak.

Ustadz : "Yakiiin?"
Jama'ah : "Yakiiiiiin....."

Ustadz : Tapi yang membangun kota Mesir, Fir'aun.
Yang bangun infrastruktur juga dia.
Yg bangun piramida, Fir'aun.
Yang paling kaya, Fir'aun.
Yang punya bala tentara banyak dan kuat, Fir'aun.
Yg punya banyak pengikut, Fir'aun.
Yang bisa memberi PERLINDUNGAN KEAMANAN dan jaminan, Fir'aun.
Yang Berkuasa, Fir'aun.
Yang bisa mnyediakan MAKANAN & MINUMAN, Fir'aun.
Yang bisa adakan HIBURAN, Fir'aun.
Yang bisa buat pusat perbelanjaan, Fir'aun. Bahkan jika teknologinya sdh ada mungkin Kartu Mesir Sehat dan Kartu Mesir Pintar juga dibuatnya.

Sementara Nabi Musa, siapa dia???
Hanya seorang penggembala kambing.
Bicara saja tidak fasih alias cadel (akibat pernah memakan bara api diwaktu bayi). Hanya memiliki sebatang tongkat butut.
Masih yakin mau ikut Nabi Musa????
tanya ustadz skali lagi....
Jamaah terdiam...

Ustadz : "Kerjaan Nabi Musa hanya sbagai penjaga kambing, tiba-tiba mau mengajak kita menyebrangi lautan,,, tanpa memakai sampan, tanpa prahu, tanpa kapal.
Apakah yakin kita mau ikut Nabi Musa ????" tak satupun jama'ah berani menjawab...... 

Semua tertunduk, diam seribu bahasa.
Betapa sesungguhnya manusia zaman Firaun dan zaman sekarang, TIDAK ADA BEDANYA. Di Zaman skrg ini, mayoritas smua tergila² pada harta, wanita, pangkat, jabatan, pujian, rayuan. Al Wahn.

Sungguh...FIR'AUN itu akan tetap ADA hingga akhir zaman..
Hanya saja berubah WAJAH dan BENTUK nya..... juga namanya.
Tapi secara hakikat dia akan terus ada.
Sebab sejarah akan berulang, dan kita harus tetap yakin seyakinnya biidznillah FIR'AUN dikalahkan oleh MUSA karena Kuasa ALLAH Azza Wa Jalla.

Sumber : Facebook Ahman As

Mayoritas pemikir politik Islam, seperti Al Imam al-Mawardi Rahimahulloh dalam kitabnya, “Al-Ahkâm Ash-Shulthâniyyah”, menegaskan bahwa pemerintahan yang sah untuk menjamin kelestarian sosial dalam suatu Negara atau daerah adalah wajib hukumnya, baik menurut akal maupun syara’. Menurut akal, tidak mungkin ada suatu Negara atau daerah tanpa pemerintahan yang dipimpin oleh kepala Negara atau daerah. Sebab, jika demikian, maka masyarakat akan hidup tanpa ada pihak yang mencegah terjadinya kedhaliman dan tidak ada yang akan menyelesaikan perselisihan dan persengketaan (tanâzu’ wa takhâshum). Sedangkan menurut syara’, kepala Negara atau daerah diperlukan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan, juga masalah keagamaan. Sedangkan untuk membentuk atau melestarikan pemerintahan yang sah, membutuhkan proses pemilihan dan suksesi.

ISLAM  &  KEKUASAAN 

Pemilihan kepala negara sama artinya dengan memilih Khalifah pada masa awal kematian Nabi dahulu, semuanya harus tetap mengacu pada aturan main yang ditetapkan oleh Islam.
Di dalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik atau agama dan kepemimpinan, semuanya satu kesatuan. Karena hidup kita ini diatur oleh agama dari hal yang paling kecil sampai pada hal yang terbesar. Hidup adalah tingkah laku, dan tingkah laku dibatasi oleh norma agama termasuk tingkah laku dalam berpolitik.

BOLEHKAH MEMILIH PEMIMPIN WANITA DI DALAM ISLAM ???

Seputar Ketentuan Pemimpin wanita :
Tidak Ada Nabi dan Rasul Wanita

(Nabi dan Rasul adalah refleksi dari pemimpin, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil, dan suka atau tidak suka, mereka adalah contoh, pedoman atau acuan bagi manusia lainnya)
Rujukannya lihat :
“Dan kalau Kami bermaksud menjadikan Rasul itu dari golongan malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki.” (QS. Al-An’aam: 9)
“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.”  (QS. Yusuf: 109)
“Kami tiada mengutus Rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka. “    (QS. Al-Anbiyaa’: 7)
Imam dalam sholat tidak boleh wanita, kecuali makmumnya juga wanita (berdasarkan Imam Hanafi, Syafi’i, dan Hambali)
Laki-laki Sudah Ditetapkan Sebagai Pemimpin Wanita

Rujukannya :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An-Nisaa’: 34)
Ayat ini memang konteksnya berbicara seputar rumah tangga, akan tetapi secara logikanya, seorang kepala rumah tangga saja haruslah laki-laki, apalagi seorang kepala negara yang notabene sebagai kepala atau pemimpin dari banyak kepala keluarga lain, maka tidak bisa lain, dia haruslah laki-laki.
“Dan anak laki-laki tidaklah sama dengan anak wanita.” (QS. Ali Imran: 36)

Hadits :

شرح السنة للبغوي (10/ 76)
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، قَالَ: لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ: «لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً».
“Diriwayatkan dari Abu Bakrah, katanya: Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persia mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.”   (HR. Bukhari, Turmudzi dan An-Nasa’i)
Hadits tersebut menjelaskan, bahwa suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita, tidak akan mendapatkan keberuntungan. Padahal, meraih sebuah keberuntungan dan menghindarkan diri dari kesusahan adalah sebuah anjuran. Dari sini, Ulama berkesimpulan bahwa wanita tidak diperkenankan menduduki tampuk kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara. Ketentuan semacam ini, menurut al-Qâdhi Abû Bakr ibn al-’Arabiy merupakan konsensus para ulama.
 Sedangkan untuk kekuasaan yang cakupannya lebih terbatas, semisal pemimpin daerah, keabsahan kepemimpinan wanita masih menjadi perdebatan para ulama. Perbedaan ini, dilatarbelakangi adanya perbedaan sudut pandang dalam menilai kepemimpinan semacam ini, apakah termasuk bagian dari kekuasaan, persaksian, ataukah fatwa.
Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita tidak berhak menjadi pemimpin, meski dalam lingkup yang lebih terbatas. Sebab, bagaimanapun juga, menjadi pemimpin, baik dengan kekuasaan luas maupun terbatas, pada hakikatnya sama. Yang membedakan hanyalah wilayah kekuasaannya semata. Padahal, Rasulullâh jelas-jelas melarang seorang wanita menjadi pemimpin.
Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita dapat menjadi penguasa dalam urusan harta. Beliau berpandangan, ketika wanita diperbolehkan memberikan kesaksian dalam urusan harta, berarti memberikan keputusan dalam wilayah tersebut juga sudah semestinya diperbolehkan.
Ibn Jarîr ath-Thabariy, memiliki pandangan yang lebih longgar dalam permasalahan ini. Beliau berpendapat bahwa wanita dapat menjadi pemimpin daerah secara mutlak dalam semua hal. Dalam pandangan beliau, kepemimpinan semacam ini, identik dengan fatwa. Padahal, Rasulullâh sendiri merestui dan melegalkan seorang wanita untuk memberikan fatwa, sebagaimana sabda yang beliau sampaikan;
                                             “Ambillah separuh ajaran agama kalian dari Khumayrâ’ ini”.
Prinsipnya, menurut beliau, setiap orang yang memiliki kredibilitas untuk menengahi pertikaian atau persengketaan di antara manusia, (tanpa memandang jenis kelamin, entah laki-laki ataukah perempuan) maka keputusan hukumnya legal dan sah-sah saja, kecuali hal-hal yang memang telah diputuskan oleh ijma’, yaitu masalah kepemimpinan besar (al-imamah al-kubra).
PERTANYAAN  YANG  TIMBUL …
1.        Bagaimana dengan pemerintahan Ratu Saba’ yang dikenal bernama Balqis?
          – Ratu Balqis menjadi kepala negara, jauh sebelum dia mengenal Islam dan dipercaya kawin dengan Nabi Sulaiman. Setelah dia ditundukkan oleh Sulaiman dan menjadi istrinya, otomatis yang menjadi kepala negara adalah Sulaiman, bukan lagi Balqis.
2.        Apakah Islam melakukan diskriminasi terhadap perempuan ?
           Islam tidak melakukan diskriminasi.Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya bahkan terkadang harus rela disibukkan oleh aktifitasnya, menghadiri rapat di berbagai kesempatan, melakukan perjalanan dinas dan seterusnya yang tentu saja sulit dilakukan oleh seorang wanita, karena ia juga harus melayani suami dan anak-anak sebagai tugas utamanya.
“Bagi para wanita, mereka punya hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang benar. Akan tetapi para suami memiliki satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya.”  (QS. Al-Baqarah: 228)
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu. Laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya itu. Perempuan adalah pemimpin dlm rumah suaminya dan diapun bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.” (Hadits Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dalam sejarah, Nabi SAW mengikutsertakan wanita dalam medan perang, namun mereka bukan dijadikan umpan peluru, tetapi sebagai prajurit yang bertugas memberikan pertolongan bagi mereka yg terluka seperti dicontohkan oleh Fatimah Az-Zahrah puteri Beliau sendiri, kemudian wanita juga mempersiapkan konsumsi seperti dilakukan oleh ‘Aisyah, istri Beliau. Bahkan Khadijah istri Nabi yang pertama adalah seorang saudagar (pengusaha).
Sesudah Nabi wafat, Khalifah Umar, sahabatnya, mengangkat Ummu Asy-syifa’ Al-Anshariah sebagai pengawas dan pengontrol pasar Madinah.
  Bagaimana bila kepala negaranya wanita dan wakilnya pria ?
 –          Ini terbalik, Al-Qur’an dan Hadits tidak membenarkan wanita memimpin pria, istri memimpin suami, Imam wanita Makmum laki-laki.
Lalu bagaimana bila suatu saat si wakil melengserkan si pemimpin yang sebelumnya adalah wanita ?
–          Tetap saja pada waktu pemilihan pertama, sang pemimpin adalah wanita dan sang wakil adalah laki-laki, tetap bertentangan dengan ajaran Islam.
Kapan kita boleh memilih wanita sebagai pemimpin ?
       –    Bila sudah tidak ada lagi laki-laki Islam yang mampu jadi pemimpin !
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, tanpa berniat untuk suatu kepentingan politik atau mendiskriditkan jenis kelamin, bahwa mayoritas ulama telah melarang perempuan jadi pemimpin/ulil amri public, baik sebagai bupati, gubernur, bahkan presiden dan bahkan pula pemimpin dalam Sholat. Yang diperbolehkan dalam hal rumah tangga atau urusan yang harus ditangani perempuan. Jika hukum perempuan jadi pemimpin public, ternyata ulama lebih banyak melarangnya, maka begitu juga memilih pemimpin perempuan juga ulama melarangnya. Jadi jangan jadikan perempuan menjadi pemimpin apapun itu alasannya.  Dan Haram pula Umat Islam memilih Pemimpin Orang Kafir, 

Semoga dapat bermanfaat, Barakallohu’ fiikum
Desa Grabag, Kab. Purworejo-Jawa Tengah.
Alfaqir ilalloh Azza wa Jalla,
Muhammad Faisal,  S.Pd,  M.MPd (Aktivis Anti Pemurtadan).

(nahimunkar.com)


Sumber : www.nahimunkar.org

BENARKAH KISAH PERNIKAHAN FATIMAH;

Fatimah yang merupakan putri dari Rasulullah sangat taat kepada Rasulullah. Fatimah juga dikenal sebagai sosok anak yang sangat berbakti kepada orang tua. Ali Bin Abi Thalib terketuk pertama kali saat Fatimah dengan sigap membasuh dan mengobati luka ayahnya, Muhammad SAW yang luka parah karena berperang.
Sejak saat itu, Ali bertekad untuk melamar putri dari Rasulullah yaitu Fatimah. Ali juga dikenal sebagai sosok yang pemberani dan orang yang sangat dekat dengan Rasulullah. Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, Ali merupakan orang kedua yang percaya akan wahyu itu setelah Khadijah, istri Rasulullah. Namun, Ali merupakan sosok pemuda yang miskin. Hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di jalan Allah. Untuk itu, dia bertekad untuk menabung dengan tekun untuk membeli mahar dan melamar Fatimah.
Belum genap uang Ali untuk membeli mahar, tiba-tiba Ali mendengar bahwa sahabat nabi yaitu Abu Bakar telah melamar Fatimah. Ali pun merasakan kesedihan di hatinya. Namun, Ali pun sadar bahwa saingannya ini mempunya kualitas iman dan islam yang lebih tinggi darinya.
Kesedihan Ali pun berhenti sejenak karena Fatimah menolak lamaran Abu Bakar.
Tetapi keceriaan Ali mulai redup kemballi mendengar bahwa Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Lagi-lagi, Ali hanya bisa pasrah karena bersaing dengan Umar Bin Khatab yang gagah perkasa. Tetapi, takdir kembali berpihak kepada Ali. Umar Bin Khatab ditolak lamarannya oleh Fatimah.
Namun saat itu Ali belum berani mengambil sikap, dia sadar bahwa dia hanya pemuda miskin. Bahkan harta yang dia miliki hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kami tidak pernah menjumpai riwayat yang menyebutkan kisah pernikahan sedetail dan serinci itu. Riwayat yang kami jumpai sebagai berikut,
[1] Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
خَطَبَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رضى الله عنهما فَاطِمَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّهَا صَغِيرَةٌ ». فَخَطَبَهَا عَلِىٌّ فَزَوَّجَهَا مِنْهُ
Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah melamar Fatimah. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Dia masih kecil.’ Kemudian Fatimah dilamar Ali, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahnya dengan Fatimah. (HR. Nasai 3234, Ibn Hibban 6948 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
[2] Riwayat dialog antara Ali dengan mantan budaknya sebelum menikahi Fatimah
Disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Sirah Nabawiyah dan al-Baihaqi dalam ad-Dalail, dari Ali radhiyallahu ‘anhu,
Aku ingin melamar Fatimah. Lalu mantan budakku menyampaikan kepadaku,
“Tahukah kamu bahwa Fatimah telah dilamar?”
“Tidak tahu.” Jawabku.
“Dia telah dilamar. Mengapa kamu tidak segera datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dinikahkan dengannya?” Jelas mantan budakku.
“Saya punya apa untuk menikah dengannya?” jawabku.
“Kalau kamu datang ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau akan menikahkanmu.” Kata mantan budakku.
Dia terus memotivasi aku sampai aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika aku duduk di depan beliau, aku hanya bisa terdiam. Demi Allah, aku tidak bisa bicara apapun, melihat wibawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ما جاء بك، ألك حاجة؟
“Kamu datang, ada apa? Ada kebutuhan apa?”
Aku hanya bisa diam.
Beliau tanya ulang,
لعلك جئت تخطب فاطمة؟
“Kamu datang untuk melamar Fatimah?”
“Ya.” Jawabku.
Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وهل عندك من شيء تستحلها به؟
“Kamu punya sesuatu yang bisa dijadikan untuk maharnya?”
“Gak ada, Ya Rasulullah…” jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
ما فعلت درع سلحتكها؟
Bagaimana dengan tameng yang pernah aku berikan kepadamu?
“Demi Allah, itu hanya Huthamiyah, nilainya tidak mencapai 4 dirham.” Jawabku.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenikahkan Ali dengan Fatimah dengan mahar tameng Huthamiyah.
Dalam riwayat Ahmad dan Nasai, dinyatakan,
Aku menikahi Fatimah radhiyallahu ‘anha. Aku berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulullah, izinkan aku untuk menemui Fatimah”
“Berikan mahar kepadanya!” jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Aku tidak punya apapun.” Jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
فأين دِرْعُكَ الْحُطَمِيَّة؟
“Mana tameng Huthamiyah milikmu?”
“Ada di tempatku.” Jawabku.
“Berikan kepadanya!” perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ahmad 603, Nasai 3388 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber  : kisahmuslim.com
Foto diambil dari google


Jangan memaknai hijrah hanya semata-mata melihat dari sisi bahasa saja tanpa mengaitkan dengan aspek lainnya. Dengan berdasar pada pengertian bahasa ini, maka orang yang tidak saling berbicara (saling membenci) adalah termasuk hijrah.

Secara bahasa term hijrah mengandung dua arti:
  1. Memutuskan, misalnya seseorang hijrah meninggalkan kampung halamannya menuju kampung lainnya. Ini berarti ia memutuskan hubungan antara dirinya dengan kampungnya.
  2. Menunjukkan kerasnya sesuatu, berarti tengah hari di waktu panas sangat menyengat (keras).
Imam Al Asfahanii cenderung pada arti pertama. Menurutnya, hijrah berarti berpisahnya seseorang dengan yang lain, baik berpisah secara badaniah, lisan, atau dengan hati. Meninggalkan suatu daerah berarti berpisah secara fisik (badan). Membenci seseorang berarti memisahkan dirinya dengan orang lain secara psikhis (qalbiyah), dan secara lisan berarti tidak mau berbicara dengan orang lain.
Berbeda dengan Al Jurjani, menurutnya hijrah adalah meninggalkan tanah air yang dibawah kekuasaan orang-orang kafir menuju ke daerah Islam. Pengertian hijrah ini sudah mencakup pada pengertian istilah, karena ia sudah mengaitkan dan merujuk pada peristiwa hijrah yang pernah terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta para sahabatnya.
Berikut ini kutipan hadis Nabi mengenai hijrah yang bersumber dari Umar bin Khattab yang mendengar langsung dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam .
“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.” (Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Guna memahami makna terma hijrah dalam hadits di atas, harus kembali memperhatikan pada latar belakang historis disabdakannya hadis tersebut. Al-Zubair bin Bakkar meriwayatkan bahwa hadis tersebut disabdakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika baru saja tiba di Madinah bersama para sahabat.
Ternyata dalam rombongannya itu terdapat seorang yang ikut hijrah hanya dengan harapan ingin melamar seorang wanita yang juga ikut berhijrah. Nabi mengetahui hal ini, lalu beliau naik ke atas mimbar dan menyabdakan hadis tersebut. Zainuddin al-Hambali menyebutkan bahwa seorang wanita yang ingin dilamar itu bernama Ummu Qais. Riwayat ini dinilai oleh Yahya Ismail Ahmad sebagai riwayat yang dhaif.
Dengan demikian, hijrah yang dimaknakan sebagai perpindahan dari suatu daerah menuju ke daerah lain tidak hanya sekedar pindah, tetapi harus mempunyai tujuan yang jelas dan didasari oleh motivasi jiwa yang ikhlas. Dilihat dari sisi inilah maka transmigrasi penduduk di Indonesia, misalnya transmigrasi dari Pulau Jawa ke Sulawesi atau ke Sumatera, tidak dapat dikategoriklan sebagai hijrah yang dikehendaki dalam perspektif Islam ini, walaupun secara bahasa sudah termasuk karena perpindahan mereka meninggalkan kampung halaman mereka.
Sejarah mencatatnya bahwa hijrah yang tersebut oleh hadis di atas adalah hijrah yang kedua dalam Islam. Ibn Qutaibah melengkapi informasi hijrah ini dengan mengatakan bahwa peristiwa hijrah (tibanya di Madinah) ini terjadi pada tangga 12 Rabi’ al-Awal ketika Nabi berusia 53 tahun atau tahun ke-13 setelah dilantik menjadi Rasul. Kalau ada hijrah kedua berarti ada hijrah yang pertama. Hijrah yang pertamadalam Islam adalah hijrahnya para sahabat ke Habasyah (Ethiopia). Informasi ini terekam dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
Kata Ahmad Syalabiy hijrah ke Habsyah ini terjadi pada tahun ke- 5 setelah Muhammad dilantik menjadi Nabi atau ketika Nabi saw berusia 45 tahun. Jadi, hijrah dalam artian pindahnya umat Islam (para sahabat) dari suatu daerah ke daerah lain itu sudah terjadi 2 kali, pertama hijrahnya ke Habasyah pada tahun ke-5 bi’tsah Nabi, dan yang kedua hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun ke-13 bi’tsah Nabi.
Hal ini dipertegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal yang bersumber dari Abu Musa.
Hijrah yang dimaksud di atas adalah hijrah yang sudah berlalu peristiwanya. Ada lagi hijrah yang saat ini belum terjadi tetapi suatu saat nanti di akhir zaman akan ada hijrah ke daerah Bait al-Maqdis di Palestina atau dalam skala yang lebih besar lagi yaitu ke daerah Syam. Hal ini didasarkan pada informasi dari sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Daud yang bersumber dari sahabat Abdullah bin Umar.
Dalam Fath al-Bariy, hal. 40 al-‘Asqalaniy (852 H/1449 M) mengutip pendapat sebagian ulama bahwa ada hijrah yang ketiga, yaitu hijrah ke Syam pada akhir zaman nanti di saat fitnah sudah merambah dan merajalela kemana-mana (zhuhur al-fitan). (UHM/Fimadani)




Ilustrasi. (Foto : nightlife-cityguide.com)
Ilustrasi. (Foto : nightlife-cityguide.com)
bacodulu.site – Sehari jelang ‘Fathu Al-Qustantiniyyah‘ sebuah refleksi Penaklukkan Konstantinopel oleh seorang anak muda yang kemudian merubah putaran roda sejarah dan tentunya dilandasi inspirasi Rabbani lewat pembenaran dan keyakinan akan pesan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam 800 tahun sebelumnya.
Hari-hari belakangan dalam revolusi dunia digital yang dipaparkan pada kita memberi manfaat serta peluang positif bagi mengasah visi dan kemampuan pemuda-pemudi muslim bagi menengok kembali secara presisi putaran roda sejarah kejayaan Islam beberapa abad lepas. Lewat sosok pemuda Al Fatih, begitu kuat terekam 50 hari istimewa yang menggambarkan suasana batin, di mana ketegangan yang mencekam, energi batin yang begitu terkuras, ditambah celah-celah pengkhianatan serta keletihan fisik dan mental bercampur dengan keyakinan rabbani dan kepiawaian mengatasi keterbatasan sekaligus, hingga dituntaskan lewat karunia Allah Ta’ala dalam episode membanggakan berupa penaklukkan Konstantinopel 1453 M.
Suatu episode yang begitu kokoh dalam memperlihatkan korelasi agenda/proyeksi antar generasi orang-orang mukmin dalam mewarisi sekaligus mengemban risalah kenabian. Bahkan, semua dimulai oleh suasana penuh pesimisme, ketidakpastian bahkan ancaman kepunahan peradaban Islam saat terkepung semua penjuru mata angin.
Di Khandaq itulah juga hadis tentang pembebasan kota Konstantinopel dikumandangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bisakah kita membayangkan ketika koalisi musuh yang demikian besar dan diliputi angkara murka bersiap menerkam dan melumat ‘komunitas kecil’ bernama kaum muslimin? Rasulullah dengan lantang menjanjikan akan datangnya masa ketundukan musuh yang jauh lebih besar. Menurut baginda Rasul, bukan hanya saja kafir musyrikin dari bangsa Arab itu akan dikalahkan, malah ”Super Power” imperium Romawi Timur Byzantium yang tersohor saat itu akan dikalahkan.Ketika para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dihimpit kelaparan, pengepungan koalisi musuh yang demikian besar dan canggih, hanya mampu dijawab dengan ikhtiar penggalian parit (sesuatu yang asing saat itu) bagi menyongsong perang Khandaq, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya menjanjikan surga dan pengampunan bagi Muhajirin dan Anshar, tidak lebih. Namun, justru cita-cita untuk menggapai keindahan di kampung akhirat juga kondisi kehidupan yang lebih baik dan kekal menyebabkan para sahabat rela mengorbankan nikmat dunia yang sedikit dan sementara (dengan tidak memilih menjauh dari perang).
Berikut ini Al-Bara’ menegaskan,
“Ketika perang Khandaq, kami menemukan sebuah batu besar yang keras di salah satu parit yang tidak bisa dipecahkan dengan cangkul. Lalu kami mengadukan hal itu kepada Rasulullah. Maka beliau pun datang sambil membawa cangkul kemudian mengucapkan, “Bismillah.” Selanjutnya langsung memukul batu itu dengan sekali pukulan. Kemudian mengucapkan, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaan Syam. Demi Allah, saat ini aku benar-benar melihat istana-istananya yang (penuh dengan gemerlapan).”
Kemudian beliau memukul tanah itu untuk yang kedua kalinya. Maka terpecahlah sisi yang lainnya. Lalu beliau pun bersabda, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku negeri Persia. Demi Allah, aku benar-benar melihat istana kerajaannya yang penuh dengan gemerlapan sekarang ini.”
Itulah cita-cita besar yang dikumandangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, untuk menyalakan roh jihad pada diri-diri sahabat. Dampaknya; kelaparan, ketakutan, dan kebimbangan dapat ’dikalahkan’ karena jiwa-jiwa perindu syahid itu sudah penuh terisi dengan keyakinan yang menggelora tinggi. Namun, ketahuilah sabda sang Rasul bukanlah angan-angan kosong atau imajinasi/utopis yang bersifat ilusi konyol dari mereka-mereka yang menghadapi detik-detik kematian, tetapi beliau ialah Shadiq Al Mashduq (benar lagi dibenarkan). 800 tahun kemudian, Sultan Muhammad Al Fatih, seorang pemimpin muda Islam yang cerdas dan piawai tampil membuktikan hadits tersebut.Lantas beliau memukul tanah itu untuk yang ketiga kalinya seraya mengucapkan, “Allahu Akbar.” Maka terpecahlah bagian yang tersisa dari batu itu. Kemudian beliau bersabda, “Allahu Akbar, aku benar-benar diberi kunci-kunci kerajaan Yaman. Demi Allah, aku benar-benar melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini.” (Al-Mubarakfuri, 2005).
Dalam sebuah riwayat disebutkan,
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ تُفْتَحُ أَوَّلاً قُسْطَنْطِينِيَّةُ أَوْ رُومِيَّةُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلاً يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. pernah ditanya, “Kota manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasul menjawab, “Kotanya Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad, Ad Darimi dan Al Hakim)
Demikianlah kisah heroik yang selalu menjadi energi tak berujung juga keyakinan para pejuang Islam sepanjang zaman. Sementara itu patut dicamkan bahwa orang yang hebat bukan hanya saja mengakui kebenaran hadits tersebut, namun ia akan berusaha sangat keras dan gigih untuk menjadi mereka-mereka yang mewujudkan kebenarannya.
Inilah yang dilakukan para pemimpin Islam masa lalu bermula dari Muawiyah, diikuti oleh anaknya Yazid, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Harun Al Rasyid, Alp Arslan, Sultan Beyazid, dan akhirnya kebenaran hadits tentang pembebasan konstantinopel terwujud ditangan pemuda bergelar Al Fatih.
Sultan Muhammad Al Fatih dengan gemilang dan mengharu biru mewujudkan hadits yang dimaksud dikarenakan beliau mempunyai keinginan yang membara dan sanggup ’membayar harga’ untuk menggapai cita-cita dan inspirasi pesan Nabi.
Hati, akal, perasaan dan potensi fisik dan ruhiyah sang ’Prajurit malam’ difokuskan untuk menjadi pemimpin Inspiratif sebagaimana sabda Nabi, “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan (yang menaklukannya) itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.”
Patut diketahui, penggunaan teknologi tercanggih di bidang Metalurgi khususnya melalui ‘Fatih Canon’ sejenis ‘Meriam Howitzer’ masa kini dalam penyerbuan konstantinopel di masa tersebut membuktikan seorang Al Fatih adalah sosok yang tidak ‘Gaptek.’ Lewat kecerdasan spiritual yang dimilikinya terdapat kecerdasan lainnya seperti kecerdasan ‘terobosan’ strategi dan taktik pertempuran, kepiawaian mengelola potensi justru dari pihak ‘lawan’ dan pastinya penguasaan bahasa asing, aspek sosiologis dan budaya kawasan Romawi tersebut.
Dalam momentum 29 Mei ini, mari kita teladani jiwa, keberanian dan kesungguhan sang pembebas muda bernama Al Fatih, sebagai pribadi yang wajar namun mampu menjadi ’icon’ dalam memimpin diri dan orang lain. Mari kita susuri rahasia tersirat di balik sejarah kemenangannya. Bukan sekadar membaca fakta dan data, tetapi untuk dijiwai semangat pengorbanan di mana ia kemudian menjadi roh kebangkitan pemuda Islam.
Sebuah penaklukkan yang gemilang sebagaimana selalu dikenang setiap 29 Mei. Mungkin, hal ini pula mengakibatkan Turki modern saat ini sangat sulit dan berbelit untuk bergabung dengan Eropa. Kronologi lengkap 50 hari istimewa bisa ditelusuri di sini.
Sekali lagi, MARI LURUS & RAPATKAN SHAFF KITA.
Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” (HR Al Bukhari [177] dan Muslim [436])
Dr. Askar Triwiyanto, ST, MSc. Mat.
======
Sumber : majelis qurani

Foto diambil dari google
Kali ini Blog Ilmu Dari Al-Quran akan mengisahkan kisah cinta Bilal bin Rabah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu yang begitu besar kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Bilal bin Rabah adalah pria berkulit hitam yang termasuk ke dalam orang-orang yang pertama memeluk agama Islam dan merupakan seorang muazin tetap selama Rasululllah hidup.

Bilal bin Rabah adalah sahabat yang sangat mencintai Rasulullah dan sangat dicintai Rasulullah. Setelah Rasulullah meninggal, beliau menghadap kepada Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bilal berkata “Wahai khalifah, aku minta izin”
“Minta izin apa?” jawab Sayyidina Abu Bakar.
“Tolong izinkan aku untuk tidak adzan lagi” tambah Bilal lagi.
“Wahai Bilal aku tidak akan menurunkan orang yang pernah diangkat oleh Rasulullah.” jawab Khalifah Abu Bakar.
Diulang lagi oleh Bilal, “wahai abu bakar tolong dan tolong izinkan aku untuk tidak adzan lagi”.
Dijawab oleh Sayyidina Abu Bakar, “Tidak wahai Bilal, kecuali kau punya alasan. Alasanmu apa kenapa engkau minta untuk tidak adzan lagi?”
Akhirnya sayyidina Bilal memberikan alasan diiringi dengan derai air mata, tiba-tiba sayydidina melihat ke menara lalu melihat kubur nabi Muhammad yang dulu kamarnya nabi Muhammad, lalu melihat ke menara lalu melihat lagi ke kubur dan berkata
“Wahai Abu Bakar, kebiasaanku dulu di waktu nabi Muhammad hidup adalah sebelum waktu sholat aku membangunkan nabi Muhammad, aku datang ke tempat nabi muhammad dan berkata ya rasulallah waktu sholat, dan kadang nabi Muhammad yang datang ke tempatku lalu berkata bilal waktu sholat kemudian setelah itu aku bersama nabi Muhammad mendekat ke menara dan aku naik nabi Muhammad melihatku lalu sebelum aku adzan aku selalu menoleh kepada nabi Muhammad yang di tempat itu kemudian aku melakukan adzan dan setelah itu aku turun disambut oleh rasulullah dan itu aku lakukan sehari lima kali dan berulang-ulang sehingga sungguh suasana keadaan itu mengingatkan aku kepada rasulullah, sehingga aku tidak mampu melakukan adzan lagi saat ini wahai Abu Bakar”.

Akhirnya sayyidina abu bakar menitihkan air mata dan mengatakan, “Kalau alasanmu seperti itu boleh.”

Akhirnya Sayyidina Bilal pergi ke Syam, pergi ke syam selama beberapa hari bahkan beberapa bulan yang cukup lama, tiba tiba suatu malam Sayyidina Bilal bermimpi bertemu Rasulullah yang saat itu Rasulullah menegurnya, “Wahai Bilal alangkah kerasnya hatimu, lama kau tidak kunjung kepadaku.”

Saat itu Sayyidina Bilal terbangun menangis dengan tangis yang sangat sehingga para keluarganya ketakutan “ada apa bilal ada apa bilal”, menangis seperti tidak biasanya menangis yang luar biasa,

Sayyidina Bilal hanya bisa berkata, “sungguh aku saat ini merasakan rasa takut dan sangat dan aku tidak pernah takut seperti saat ini”,
“Memangnya kamu kenapa wahai bilal”, jawab keluarga Bilal.
 “Aku, aku, aku bermimpi ketemu rasulullah”, sambut Bilal.
“Rasulullah kenapa”, Tanya keluarga Bilal lagi
“Aku ketemu rasululllah dan ditegur ‘Wahai Bilal alangkah keras dan gersangnya hatimu, mana kerinduanmu kepadaku ,lama kau tak kunjung kepadaku’, aku takut ditinggal oleh rasulullah.” Jawab Bilal
Akhirnya para keluarga mengatakan kepada Bilal “Kelihatannya memang waktunya kau ziarah kepada Rasulullah”

Maka pergilah sayyidina Bilal bin Rabah dengan kendaraan dalam riwayat onta, kuda ataupun keledai, berjalan sayyidina Bilal bin Rabah ke Madinah dan sungguh perjalanan indah karena perjalanan untuk menuai kerinduan menuju orang yang sangat dicintai yaitu menuju kubur nabi Muhammad. Berjalan Sayyidina Bilal dengan perjalanan yang tidak pernah kenal lelah dan tidak tahu istirahat karena yang ada di hati bilal adalah segera sampai ke Madinah, berjalan dan berjalan hingga Sayyidina bilal sudah mulai memasuki kota Madinah, maka terlihat mungkin saat itu air itu sudah mulai keluar Sayyidina Bilal mulai terasadar mungkin, mungkin itu pernah disaksikan oleh Bilal bersama Rasulullah sehingga mulai menangis Sayyidina Bilal berjalan dengan derai air mata dan saat Sayyidina Bilal memasuki kota Madinah sungguh tangis Sayyidina Bilal semakin keras dan semakin kuat, Sayyidina Bilal tidak melihat pojok kota Madinah kecuali melihat Rasulullah, tidak melihat bangunan kecuali terlihat Rasulullah tidak melihat hamparan kecuali terlihat Rasulullah karena kenangan indah bersama Rasulullah benar-benar membekas di hati Sayyidina Bilal bin Rabah sehingga tangis dan tangis semuanya yang ada di Madinah mengingatkan Rasulullah.

Maka berjalanlah Bilal bin Rabah menuju kubur nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, (hadirkan diri anda bersama sayyidina bilal saat ini), Sayyidina bilal menuju kubur nabi Muhammad dan setelah itu Bilal terduduk dan mengucapkan salam, akan tertapi salam orang yang kehabisan suara karena suara Bilal sudah dihabiskan kerinduannya sepanjang perjalanan, Bilal hanya mengucapkan dengan suara lirih, dan berkata “Assalaamualaika ya Rasulallah, assalaamualaika ya Habiballah, Assalamualaika ya Nabiyallah”, Sayyidina Bilal terduduk di hadapan kubur nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan derai air mata dan tiba tiba di saat itu ada yang menepuk kepala Sayyidina Bilal, lalu Bilal menoleh ternyata yang dilihatnya adalah Sayyidina Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Lalu Sayyidina Bilal bersedih dan ditegur oleh Khalifah Abu Bakar, “Wahai Bilal kau mengangis dan suara tangismu tidak seperti biasa,”
Lalu bilal berkata, “Wahai khalifah sungguh aku saat ini merasakan takut yang sangat takut”,
Khalifah bertanya, “Takut apa bilal?”
Bilal menjawab “Aku merasakan takut”,
Khalifah bertanya kembali “Takut apa?”,
Bilal lalu menjawab “Aku takut ditinggal Rasulullah”,
Khalifah berkata “Memangnya kenapa kamu? Melakukan dosa apa?”
Bilal menjelaskan “Aku bermimpi ketemu Rasulullah, rasulullah menegurku, ‘Bilal alangkah keras hatimu mana kerinduanmu kepadaku, lama kau tidak pernah kunjung kepadaku’, ini kalimat yang aku rasakan kalimat yang kupahami dalam mimpi itu, sungguh aku takut ditinggal oleh Rasulullah”,
Kemudian Sayydidia Abu Bakar menghibur Bilal, “Wahai Bilal, ketahuilah air mata yang pernah menangis karena rindu kepada Rasulullah tidak akan ditinggal oleh Rasulullah. Dan engkau adalah orang yang tidak akan pernah ditinggal Rasulullah”,
Bilal menjawab, “Benarkah begitu wahai abu bakar?”,
Khalifah menjelaskan “Ya, engkau adalah orang yang tidak akan pernah ditinggal Rasulullah,”

Maka bergembirasalah Sayyidina Bilal dan kemudian merangkul Sayyidina Abu Bakar, kemudian redalah air mata itu, kemudian setelah air mata reda, mereka ngobrol dan tiba tiba abu bakar berkata, “Bilal, mumpung kamu di Madinah, bagaimana kalau kamu adzan lagi”, tiba tiba Sayyidina Bilal saat mendapatkan tawaran adzan itu bilal menoleh ke menara lalu melihat ke kubur nabi Muhammad. Air mata yang sudah terhenti itu mulai berderai lagi, melihat ke menara dan melihat ke kubur lalu menggelengkan kepala sambil berkata, “ Tidak Wahai Abu Bakar, tidak wahai Umar, aku belum kuat untuk adzan”,

Kemudian tidak lama kemudian ada anak-anak kecil, dua anak kecil datang kepada sayyidina bilal bin rabah membonceng tangan kanan Sayyidina  Bilal dan yang satu dikiri, dan berkata “Wahai tukang adzan kakekku,”
Terkaget Sayyidina Bilal lalu menoleh ternyata di kanannya Sayyidina Hasan dan di kirinya Sayyidina Husein, Sayyidina Bilal betul betul kaget dan mengangkat tangannya “Ya Allah terima kasih, aku rindu kepada kekasih-Mu nabi muhammad dan telah Kau kirim kepadaku orang yang sangat dikasihi oleh kekasihku nabi Muhamamd, kemudian Bilal menghadap kepada hasan, dan Sayyidina Hasan di bedirikan lalu Bilal melihat wajah Hasan lalu melihat kaki Husein, lalu berpindah ke wajah Hasan lalu menoleh lagi ke kaki Sayyidina Husein, karena ketahuilah wajah Hasan sangat mirip dengan Rasulullah dan kaki Husein sangat mirip dengan Rasulullah sehingga bilal menoleh ke wajah yang mirip dengan Rasulullah menoleh kepada kaki yang sangat mirip dengan Rasulullah sehingga setelah itu dipeluhlah kedua anak kecil ini dengan derai air mata dan berkata “Ya Rasulallah, sungguh bau keringatmu aku temukan di cucumu ya Rasulallah.”

Tiba tiba tidak lama kemudian, Sayyidina hasan dan Husein berbicara “Bilal, aku kangen denger suara adzanmu, gimana kalau kamu adzan.” Sayyidina Bilal bingung dan menoleh kepada Sayyidina Abu Bakar dan ‘Umar. Akhirnya Sayyidina Umar dan Sayyidina Abu Bakar mengatakan, “Lakukanlah, hubungan baik antara sahabat dengan cucu Rasulullah,” Biarpun anak kecil tapi dihargai Sayyidina Abu Bakar dan Umar, “Lakukanlah,” Kemudian Sayyidina Bilal menoleh kepada kedua cucu Rasulullah tadi, “Wahai Hasan dan Husein ,sebelum engkau meminta, khalifah dan wakilnya meminta aku adzan tapi aku tolak tapi karena yang meminta saat ini adalah dirimu wahai Hasan dan Husein aku tidak berani menolak, sebab aku takut jika aku menolak permintaanmu aku takut nanti ditolak untuk adzan di depan Rasulullah di surga nanti.”

Hingga ditentukanlah waktu adzannya Sayyidina Bilal bin Rabah, waktu sudah ditentukan, beberapa orang  sudah pada datang menunggu, “Kapan bilal mulai adzan, kapan bilal mulai adzan”, datanglah waktu dalam riwayat sahur atau subuh. Orang-orang pada nunggu “mana bilal”, tiba-tiba ada orang yang berdiri ketika masuk waktu sholat, ada orang berdiri, orangnya memang hitam tetapi memancar dari kehitamannya ini penuh kecintaan kepada Rasulullah, orang melihat Bilal yang berdiri di tempat yang biasanya dulu berdiri Sayyidina Bilal bin Rabah, maka suasana itu telah mengingatkan kepada Rasulullah, sehingga mulai berjatuhanlah air mata dari orang yang hadir di tempat itu kemudian Sayyidina Bilal berjalan dan  jalannya Bilal tidak berubah seperti dahulu, maka semakin kuat kenangan mereka kepada  Rasulullah sehingga yang hadir di masjid pada mulai menangis dan berjalan Sayyidina Bilal memecah barisan kemudian menuju ke menara dan di saat naik menara, mereka semakin kuat bahwasannya seperti inilah yang pernah disaksikan dulu bersama Rasulullah. Sayyidina Bilal di atas rupanya, di atas Sayyidina Bilal berderai dengan air mata lalu melihat ke tempat yang biasanya Rasulullah ada di tempat itu dan Sayyidina  Bilal hanya bisa menutup mata dan berusaha membasuh air matanya, “Di situ dulu aku pernah melihat rasulullah”.

Tangis orang yang ada di masjid di barengi dengan tangisnya Sayyidina Bilal bin Rabah, sehingga disebutkan bahwa tidak ada tangis di Madinah lebih banyak dan lebih dahsyat daripada saat itu. Akhirnya Sayyidina Bilal memulai adzannya “Allahu akbar allahu akbar”, suara ini terdengar di mana-mana dan sungguh berbarengan dengan suaranya Bilal ini serempak orang yang ada di situ terdengar suara dari jamaah suara tangis. Sayyidina Bilal pun melanjutkan adzannya, “Allahu akbar allahu akbar” para jamaah sambil menjawab adzan Sayyidina Bilal tangis semakin kuat bahkan ada di antara mereka yang berjatuhan pingsan. Apa yang menjadikan mereka menangis? Apa yang menjadikan mereka seperti itu? Ingat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena semua yang terjadi di saat itu mengingatkan kenangannya kepada Rasulullah, sehingga orang  yang di luar masjid pun. ibuk-ibuk yang belum sempat datang mendengar suaranya Bilal bin Rabah bergegas menuju masjid lalu berkata “Apakah Rasulullah dibangkitkan lagi?” Karena dulu di saat mendengar suara Bilal pasti ada Rasulullah, jadi di saat mendengar suara bilal yang sudah lama hilang seolah-olah Rasulullah hadir kembali sehingga mereka bertanya “Apakah rasulullah dibangkitkan lagi?” Dijawab orang-orang yang ada di situ, “Tidak itu suaranya Bilal”, kemudian orang-orang itu sambil menundukkan kepala “Ooo suaranya bilal”.

Sayyidina Bilal melanjutkan adzan beliau sehingga sampailah adzan beliau Asyhadualla ilaha illah Asyhadualla ilaha illah, suara tangis semakin ramai hingga sampailah Sayyidina Bilal bin Rabah kepada kalimat Asyhaduanna muham… hilanglah suara Sayyidina Bilal ternyata Sayyidina Bilal terpingsan saat itu, di saat menyebut  kalimat Muhammad dan ternyata, saat itu pun dibarengi orang-orang yang seperti Sayyidina Bilal pada jatuh, sehingga saat tersadar Sayyidina Bilal hanya bisa berkata “Lanjutkan aku tidak mampu melanjutkan.”

Masya Allah, itu tadi adalah cuplikan kecintaan dan kerinduan Sayyidina Bilal Bin Rabah kepada Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang begitu besar. Semoga dengan kisah ini kisah semakin mencintai Rasulullah dan menghadirkan Rasulullah di kehidupan kita sehari-hari.

Cerita ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Atsakir dan dikutip dari Ceramah Al-Ustadz Buya Yahya


Semoga bermanfaat.
Foto diambil dari google
Tabayyun menurut bahasa adalah telitilah dulu. Kata tersebut dapat dilihat pada surat Al-Hujurat/49:6. Dalam ayat tersebut dijelaskan :" jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian"[1].
Tabayyun merupakan salah satu tradisi umat islam yang dapat dijadikan solusi untuk memecahkan masalah. Tradisi ini digunakan terutama untuk menyelesaikan masalah dalam masyarakat. Metode tabayyun digunakan untuk mengklarifikasi serta menganalisis masalah yang terjadi. Dengan harapan mendapatkan kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan masyarakat sekitarnya[2].

ReferensiSunting

  1. ^ "Mengapa Mesti Tabayyun?"Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah. Diakses tanggal 2018-05-25.
  2. ^ Online, NU. "Tabayyun sebagai Ajaran Islam | NU Online"NU Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-25.
Foto diambil dari google

Publik dihebohkan dengan viralnya berita tentang seorang muslimah berhijab lebar lagi bercadar yang memelihara belasan anjing dirumahnya, dengan alasan bahwa anjing-anjing itu terlantar dijalanan, maka menolongnya adalah hal yang mulia, berdasarkan hadits yang mengisahkan seorang pezina yang memberi minum seekor anjing yang tengah kehausan diteriknya matahari kala itu, kemudian Allah memasukkan wanita itu ke surga.

(Video Penjelasan Tentang Pezina & seekor Anjing) 

Publik dihebohkan dengan viralnya berita tentang seorang muslimah berhijab lebar lagi bercadar yang memelihara belasan anjing dirumahnya, dengan alasan bahwa anjing-anjing itu terlantar dijalanan, maka menolongnya adalah hal yang mulia, berdasarkan hadits yang mengisahkan seorang pezina yang memberi minum seekor anjing yang tengah kehausan diteriknya matahari kala itu, kemudian Allah memasukkan wanita itu ke surga. 
maka menurut muslimah yang memilih anjing-anjing itu, jika seorang pezina saja dapat masuk surga karena memberi minum anjing, apalagi sekalian merawatnya? bukankah lebih mulia?
Sebelumnya meluruskan kesalahpahaman diatas, berikut teks lengkap hadits yang dimaksud :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – عَنْ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وآله وسلم -: «أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ، قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنْ الْعَطَشِ، فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا» (رواه مسلم).
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shalallahu’Alaihi Wa Sallam beliau bersabda:
Sesungguhnya ada seorang wanita pelacur yang melihat seekor anjing pada suatu hari yang panas tengah berputar-putar didekat sumur dengan lidah terjulur menahan haus, kemudian wanita tersebut mengambil air dengan sepatunya dan memberikan anjing itu minum, dengannya dosanya diampuni“. (HRMuslim)
Terkait hadits diatas, para ulama menjelaskan bahwa sebab dosanya diampuni dan diriwayat lain dimasukkan ke surga adalah karena niatnya baik dan rasa kasih sayangnya, sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:
فهذا لما حصل في قلبها من حسن النية والرحمة إذ ذاك..
“Yang demikian karena ia memiliki niat yang baik dan atas rasa kasihannya kala itu”.
Demikian karena Allah Ta’ala memang memerintahkan untuk memperlakukan makhluk hidup dengan baik, bahkan terhadap hewan yang akan disembelih sekalipun, sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
(إن الله كتب الإحسان على كل شيء، فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة، وليحد أحدكم شفرته، وليرح ذبيحته) رواه مسلم
Sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan untuk berlaku baik kepada segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, dan bila kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik, yaitu tajamkan pisau kalian dan buatlah hewan itu merasa nyaman“. (HR Muslim)
Akan tetapi pembahasannya tidak hanya sampai disitu, untuk memahami hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam kita perlu melihat bagaimana para ulama memahaminya, bukan dengan pemahaman diri sendiri yang sangat berpotensi untuk keliru, seperti memahami dari hadits diatas bolehnya memelihara anjing-anjing dengan dalih kasihan dan seterusnya, apalagi sampai memahami ”Tidak apa-apa berzina, yang penting punya hati baik, dst”, Wal ‘iyadzu Billah.
Jadi, apa kata ulama terkait pemahaman yang benar pada masalah ini?
Insyaallah akan diulas tuntas pada tulisan selanjutnya.


Penulis : Ustadz Muhammad Hadrami

Seorang ustadz bertanya kepada jama'ahnya
 
Ustadz : "Andai kita hidup pd zaman Fira'un, kira- kira kita jadi pengikut siapa, Fir'aun atau Nabi Musa?"
Jama'ah : "Musaaaaa." 
jawab jama'ah dgn kompak.

Ustadz : "Yakiiin?"
Jama'ah : "Yakiiiiiin....."

Ustadz : Tapi yang membangun kota Mesir, Fir'aun.
Yang bangun infrastruktur juga dia.
Yg bangun piramida, Fir'aun.
Yang paling kaya, Fir'aun.
Yang punya bala tentara banyak dan kuat, Fir'aun.
Yg punya banyak pengikut, Fir'aun.
Yang bisa memberi PERLINDUNGAN KEAMANAN dan jaminan, Fir'aun.
Yang Berkuasa, Fir'aun.
Yang bisa mnyediakan MAKANAN & MINUMAN, Fir'aun.
Yang bisa adakan HIBURAN, Fir'aun.
Yang bisa buat pusat perbelanjaan, Fir'aun. Bahkan jika teknologinya sdh ada mungkin Kartu Mesir Sehat dan Kartu Mesir Pintar juga dibuatnya.

Sementara Nabi Musa, siapa dia???
Hanya seorang penggembala kambing.
Bicara saja tidak fasih alias cadel (akibat pernah memakan bara api diwaktu bayi). Hanya memiliki sebatang tongkat butut.
Masih yakin mau ikut Nabi Musa????
tanya ustadz skali lagi....
Jamaah terdiam...

Ustadz : "Kerjaan Nabi Musa hanya sbagai penjaga kambing, tiba-tiba mau mengajak kita menyebrangi lautan,,, tanpa memakai sampan, tanpa prahu, tanpa kapal.
Apakah yakin kita mau ikut Nabi Musa ????" tak satupun jama'ah berani menjawab...... 

Semua tertunduk, diam seribu bahasa.
Betapa sesungguhnya manusia zaman Firaun dan zaman sekarang, TIDAK ADA BEDANYA. Di Zaman skrg ini, mayoritas smua tergila² pada harta, wanita, pangkat, jabatan, pujian, rayuan. Al Wahn.

Sungguh...FIR'AUN itu akan tetap ADA hingga akhir zaman..
Hanya saja berubah WAJAH dan BENTUK nya..... juga namanya.
Tapi secara hakikat dia akan terus ada.
Sebab sejarah akan berulang, dan kita harus tetap yakin seyakinnya biidznillah FIR'AUN dikalahkan oleh MUSA karena Kuasa ALLAH Azza Wa Jalla.

Sumber : Facebook Ahman As

Mayoritas pemikir politik Islam, seperti Al Imam al-Mawardi Rahimahulloh dalam kitabnya, “Al-Ahkâm Ash-Shulthâniyyah”, menegaskan bahwa pemerintahan yang sah untuk menjamin kelestarian sosial dalam suatu Negara atau daerah adalah wajib hukumnya, baik menurut akal maupun syara’. Menurut akal, tidak mungkin ada suatu Negara atau daerah tanpa pemerintahan yang dipimpin oleh kepala Negara atau daerah. Sebab, jika demikian, maka masyarakat akan hidup tanpa ada pihak yang mencegah terjadinya kedhaliman dan tidak ada yang akan menyelesaikan perselisihan dan persengketaan (tanâzu’ wa takhâshum). Sedangkan menurut syara’, kepala Negara atau daerah diperlukan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan, juga masalah keagamaan. Sedangkan untuk membentuk atau melestarikan pemerintahan yang sah, membutuhkan proses pemilihan dan suksesi.

ISLAM  &  KEKUASAAN 

Pemilihan kepala negara sama artinya dengan memilih Khalifah pada masa awal kematian Nabi dahulu, semuanya harus tetap mengacu pada aturan main yang ditetapkan oleh Islam.
Di dalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik atau agama dan kepemimpinan, semuanya satu kesatuan. Karena hidup kita ini diatur oleh agama dari hal yang paling kecil sampai pada hal yang terbesar. Hidup adalah tingkah laku, dan tingkah laku dibatasi oleh norma agama termasuk tingkah laku dalam berpolitik.

BOLEHKAH MEMILIH PEMIMPIN WANITA DI DALAM ISLAM ???

Seputar Ketentuan Pemimpin wanita :
Tidak Ada Nabi dan Rasul Wanita

(Nabi dan Rasul adalah refleksi dari pemimpin, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil, dan suka atau tidak suka, mereka adalah contoh, pedoman atau acuan bagi manusia lainnya)
Rujukannya lihat :
“Dan kalau Kami bermaksud menjadikan Rasul itu dari golongan malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki.” (QS. Al-An’aam: 9)
“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.”  (QS. Yusuf: 109)
“Kami tiada mengutus Rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka. “    (QS. Al-Anbiyaa’: 7)
Imam dalam sholat tidak boleh wanita, kecuali makmumnya juga wanita (berdasarkan Imam Hanafi, Syafi’i, dan Hambali)
Laki-laki Sudah Ditetapkan Sebagai Pemimpin Wanita

Rujukannya :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An-Nisaa’: 34)
Ayat ini memang konteksnya berbicara seputar rumah tangga, akan tetapi secara logikanya, seorang kepala rumah tangga saja haruslah laki-laki, apalagi seorang kepala negara yang notabene sebagai kepala atau pemimpin dari banyak kepala keluarga lain, maka tidak bisa lain, dia haruslah laki-laki.
“Dan anak laki-laki tidaklah sama dengan anak wanita.” (QS. Ali Imran: 36)

Hadits :

شرح السنة للبغوي (10/ 76)
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، قَالَ: لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ: «لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً».
“Diriwayatkan dari Abu Bakrah, katanya: Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persia mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.”   (HR. Bukhari, Turmudzi dan An-Nasa’i)
Hadits tersebut menjelaskan, bahwa suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita, tidak akan mendapatkan keberuntungan. Padahal, meraih sebuah keberuntungan dan menghindarkan diri dari kesusahan adalah sebuah anjuran. Dari sini, Ulama berkesimpulan bahwa wanita tidak diperkenankan menduduki tampuk kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara. Ketentuan semacam ini, menurut al-Qâdhi Abû Bakr ibn al-’Arabiy merupakan konsensus para ulama.
 Sedangkan untuk kekuasaan yang cakupannya lebih terbatas, semisal pemimpin daerah, keabsahan kepemimpinan wanita masih menjadi perdebatan para ulama. Perbedaan ini, dilatarbelakangi adanya perbedaan sudut pandang dalam menilai kepemimpinan semacam ini, apakah termasuk bagian dari kekuasaan, persaksian, ataukah fatwa.
Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita tidak berhak menjadi pemimpin, meski dalam lingkup yang lebih terbatas. Sebab, bagaimanapun juga, menjadi pemimpin, baik dengan kekuasaan luas maupun terbatas, pada hakikatnya sama. Yang membedakan hanyalah wilayah kekuasaannya semata. Padahal, Rasulullâh jelas-jelas melarang seorang wanita menjadi pemimpin.
Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita dapat menjadi penguasa dalam urusan harta. Beliau berpandangan, ketika wanita diperbolehkan memberikan kesaksian dalam urusan harta, berarti memberikan keputusan dalam wilayah tersebut juga sudah semestinya diperbolehkan.
Ibn Jarîr ath-Thabariy, memiliki pandangan yang lebih longgar dalam permasalahan ini. Beliau berpendapat bahwa wanita dapat menjadi pemimpin daerah secara mutlak dalam semua hal. Dalam pandangan beliau, kepemimpinan semacam ini, identik dengan fatwa. Padahal, Rasulullâh sendiri merestui dan melegalkan seorang wanita untuk memberikan fatwa, sebagaimana sabda yang beliau sampaikan;
                                             “Ambillah separuh ajaran agama kalian dari Khumayrâ’ ini”.
Prinsipnya, menurut beliau, setiap orang yang memiliki kredibilitas untuk menengahi pertikaian atau persengketaan di antara manusia, (tanpa memandang jenis kelamin, entah laki-laki ataukah perempuan) maka keputusan hukumnya legal dan sah-sah saja, kecuali hal-hal yang memang telah diputuskan oleh ijma’, yaitu masalah kepemimpinan besar (al-imamah al-kubra).
PERTANYAAN  YANG  TIMBUL …
1.        Bagaimana dengan pemerintahan Ratu Saba’ yang dikenal bernama Balqis?
          – Ratu Balqis menjadi kepala negara, jauh sebelum dia mengenal Islam dan dipercaya kawin dengan Nabi Sulaiman. Setelah dia ditundukkan oleh Sulaiman dan menjadi istrinya, otomatis yang menjadi kepala negara adalah Sulaiman, bukan lagi Balqis.
2.        Apakah Islam melakukan diskriminasi terhadap perempuan ?
           Islam tidak melakukan diskriminasi.Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya bahkan terkadang harus rela disibukkan oleh aktifitasnya, menghadiri rapat di berbagai kesempatan, melakukan perjalanan dinas dan seterusnya yang tentu saja sulit dilakukan oleh seorang wanita, karena ia juga harus melayani suami dan anak-anak sebagai tugas utamanya.
“Bagi para wanita, mereka punya hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang benar. Akan tetapi para suami memiliki satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya.”  (QS. Al-Baqarah: 228)
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu. Laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya itu. Perempuan adalah pemimpin dlm rumah suaminya dan diapun bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.” (Hadits Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dalam sejarah, Nabi SAW mengikutsertakan wanita dalam medan perang, namun mereka bukan dijadikan umpan peluru, tetapi sebagai prajurit yang bertugas memberikan pertolongan bagi mereka yg terluka seperti dicontohkan oleh Fatimah Az-Zahrah puteri Beliau sendiri, kemudian wanita juga mempersiapkan konsumsi seperti dilakukan oleh ‘Aisyah, istri Beliau. Bahkan Khadijah istri Nabi yang pertama adalah seorang saudagar (pengusaha).
Sesudah Nabi wafat, Khalifah Umar, sahabatnya, mengangkat Ummu Asy-syifa’ Al-Anshariah sebagai pengawas dan pengontrol pasar Madinah.
  Bagaimana bila kepala negaranya wanita dan wakilnya pria ?
 –          Ini terbalik, Al-Qur’an dan Hadits tidak membenarkan wanita memimpin pria, istri memimpin suami, Imam wanita Makmum laki-laki.
Lalu bagaimana bila suatu saat si wakil melengserkan si pemimpin yang sebelumnya adalah wanita ?
–          Tetap saja pada waktu pemilihan pertama, sang pemimpin adalah wanita dan sang wakil adalah laki-laki, tetap bertentangan dengan ajaran Islam.
Kapan kita boleh memilih wanita sebagai pemimpin ?
       –    Bila sudah tidak ada lagi laki-laki Islam yang mampu jadi pemimpin !
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, tanpa berniat untuk suatu kepentingan politik atau mendiskriditkan jenis kelamin, bahwa mayoritas ulama telah melarang perempuan jadi pemimpin/ulil amri public, baik sebagai bupati, gubernur, bahkan presiden dan bahkan pula pemimpin dalam Sholat. Yang diperbolehkan dalam hal rumah tangga atau urusan yang harus ditangani perempuan. Jika hukum perempuan jadi pemimpin public, ternyata ulama lebih banyak melarangnya, maka begitu juga memilih pemimpin perempuan juga ulama melarangnya. Jadi jangan jadikan perempuan menjadi pemimpin apapun itu alasannya.  Dan Haram pula Umat Islam memilih Pemimpin Orang Kafir, 

Semoga dapat bermanfaat, Barakallohu’ fiikum
Desa Grabag, Kab. Purworejo-Jawa Tengah.
Alfaqir ilalloh Azza wa Jalla,
Muhammad Faisal,  S.Pd,  M.MPd (Aktivis Anti Pemurtadan).

(nahimunkar.com)


Sumber : www.nahimunkar.org

BENARKAH KISAH PERNIKAHAN FATIMAH;

Fatimah yang merupakan putri dari Rasulullah sangat taat kepada Rasulullah. Fatimah juga dikenal sebagai sosok anak yang sangat berbakti kepada orang tua. Ali Bin Abi Thalib terketuk pertama kali saat Fatimah dengan sigap membasuh dan mengobati luka ayahnya, Muhammad SAW yang luka parah karena berperang.
Sejak saat itu, Ali bertekad untuk melamar putri dari Rasulullah yaitu Fatimah. Ali juga dikenal sebagai sosok yang pemberani dan orang yang sangat dekat dengan Rasulullah. Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, Ali merupakan orang kedua yang percaya akan wahyu itu setelah Khadijah, istri Rasulullah. Namun, Ali merupakan sosok pemuda yang miskin. Hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di jalan Allah. Untuk itu, dia bertekad untuk menabung dengan tekun untuk membeli mahar dan melamar Fatimah.
Belum genap uang Ali untuk membeli mahar, tiba-tiba Ali mendengar bahwa sahabat nabi yaitu Abu Bakar telah melamar Fatimah. Ali pun merasakan kesedihan di hatinya. Namun, Ali pun sadar bahwa saingannya ini mempunya kualitas iman dan islam yang lebih tinggi darinya.
Kesedihan Ali pun berhenti sejenak karena Fatimah menolak lamaran Abu Bakar.
Tetapi keceriaan Ali mulai redup kemballi mendengar bahwa Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Lagi-lagi, Ali hanya bisa pasrah karena bersaing dengan Umar Bin Khatab yang gagah perkasa. Tetapi, takdir kembali berpihak kepada Ali. Umar Bin Khatab ditolak lamarannya oleh Fatimah.
Namun saat itu Ali belum berani mengambil sikap, dia sadar bahwa dia hanya pemuda miskin. Bahkan harta yang dia miliki hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kami tidak pernah menjumpai riwayat yang menyebutkan kisah pernikahan sedetail dan serinci itu. Riwayat yang kami jumpai sebagai berikut,
[1] Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
خَطَبَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رضى الله عنهما فَاطِمَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّهَا صَغِيرَةٌ ». فَخَطَبَهَا عَلِىٌّ فَزَوَّجَهَا مِنْهُ
Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah melamar Fatimah. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Dia masih kecil.’ Kemudian Fatimah dilamar Ali, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahnya dengan Fatimah. (HR. Nasai 3234, Ibn Hibban 6948 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
[2] Riwayat dialog antara Ali dengan mantan budaknya sebelum menikahi Fatimah
Disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Sirah Nabawiyah dan al-Baihaqi dalam ad-Dalail, dari Ali radhiyallahu ‘anhu,
Aku ingin melamar Fatimah. Lalu mantan budakku menyampaikan kepadaku,
“Tahukah kamu bahwa Fatimah telah dilamar?”
“Tidak tahu.” Jawabku.
“Dia telah dilamar. Mengapa kamu tidak segera datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dinikahkan dengannya?” Jelas mantan budakku.
“Saya punya apa untuk menikah dengannya?” jawabku.
“Kalau kamu datang ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau akan menikahkanmu.” Kata mantan budakku.
Dia terus memotivasi aku sampai aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika aku duduk di depan beliau, aku hanya bisa terdiam. Demi Allah, aku tidak bisa bicara apapun, melihat wibawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ما جاء بك، ألك حاجة؟
“Kamu datang, ada apa? Ada kebutuhan apa?”
Aku hanya bisa diam.
Beliau tanya ulang,
لعلك جئت تخطب فاطمة؟
“Kamu datang untuk melamar Fatimah?”
“Ya.” Jawabku.
Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وهل عندك من شيء تستحلها به؟
“Kamu punya sesuatu yang bisa dijadikan untuk maharnya?”
“Gak ada, Ya Rasulullah…” jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
ما فعلت درع سلحتكها؟
Bagaimana dengan tameng yang pernah aku berikan kepadamu?
“Demi Allah, itu hanya Huthamiyah, nilainya tidak mencapai 4 dirham.” Jawabku.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenikahkan Ali dengan Fatimah dengan mahar tameng Huthamiyah.
Dalam riwayat Ahmad dan Nasai, dinyatakan,
Aku menikahi Fatimah radhiyallahu ‘anha. Aku berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulullah, izinkan aku untuk menemui Fatimah”
“Berikan mahar kepadanya!” jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Aku tidak punya apapun.” Jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
فأين دِرْعُكَ الْحُطَمِيَّة؟
“Mana tameng Huthamiyah milikmu?”
“Ada di tempatku.” Jawabku.
“Berikan kepadanya!” perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ahmad 603, Nasai 3388 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber  : kisahmuslim.com
Foto diambil dari google


Jangan memaknai hijrah hanya semata-mata melihat dari sisi bahasa saja tanpa mengaitkan dengan aspek lainnya. Dengan berdasar pada pengertian bahasa ini, maka orang yang tidak saling berbicara (saling membenci) adalah termasuk hijrah.

Secara bahasa term hijrah mengandung dua arti:
  1. Memutuskan, misalnya seseorang hijrah meninggalkan kampung halamannya menuju kampung lainnya. Ini berarti ia memutuskan hubungan antara dirinya dengan kampungnya.
  2. Menunjukkan kerasnya sesuatu, berarti tengah hari di waktu panas sangat menyengat (keras).
Imam Al Asfahanii cenderung pada arti pertama. Menurutnya, hijrah berarti berpisahnya seseorang dengan yang lain, baik berpisah secara badaniah, lisan, atau dengan hati. Meninggalkan suatu daerah berarti berpisah secara fisik (badan). Membenci seseorang berarti memisahkan dirinya dengan orang lain secara psikhis (qalbiyah), dan secara lisan berarti tidak mau berbicara dengan orang lain.
Berbeda dengan Al Jurjani, menurutnya hijrah adalah meninggalkan tanah air yang dibawah kekuasaan orang-orang kafir menuju ke daerah Islam. Pengertian hijrah ini sudah mencakup pada pengertian istilah, karena ia sudah mengaitkan dan merujuk pada peristiwa hijrah yang pernah terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta para sahabatnya.
Berikut ini kutipan hadis Nabi mengenai hijrah yang bersumber dari Umar bin Khattab yang mendengar langsung dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam .
“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.” (Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Guna memahami makna terma hijrah dalam hadits di atas, harus kembali memperhatikan pada latar belakang historis disabdakannya hadis tersebut. Al-Zubair bin Bakkar meriwayatkan bahwa hadis tersebut disabdakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika baru saja tiba di Madinah bersama para sahabat.
Ternyata dalam rombongannya itu terdapat seorang yang ikut hijrah hanya dengan harapan ingin melamar seorang wanita yang juga ikut berhijrah. Nabi mengetahui hal ini, lalu beliau naik ke atas mimbar dan menyabdakan hadis tersebut. Zainuddin al-Hambali menyebutkan bahwa seorang wanita yang ingin dilamar itu bernama Ummu Qais. Riwayat ini dinilai oleh Yahya Ismail Ahmad sebagai riwayat yang dhaif.
Dengan demikian, hijrah yang dimaknakan sebagai perpindahan dari suatu daerah menuju ke daerah lain tidak hanya sekedar pindah, tetapi harus mempunyai tujuan yang jelas dan didasari oleh motivasi jiwa yang ikhlas. Dilihat dari sisi inilah maka transmigrasi penduduk di Indonesia, misalnya transmigrasi dari Pulau Jawa ke Sulawesi atau ke Sumatera, tidak dapat dikategoriklan sebagai hijrah yang dikehendaki dalam perspektif Islam ini, walaupun secara bahasa sudah termasuk karena perpindahan mereka meninggalkan kampung halaman mereka.
Sejarah mencatatnya bahwa hijrah yang tersebut oleh hadis di atas adalah hijrah yang kedua dalam Islam. Ibn Qutaibah melengkapi informasi hijrah ini dengan mengatakan bahwa peristiwa hijrah (tibanya di Madinah) ini terjadi pada tangga 12 Rabi’ al-Awal ketika Nabi berusia 53 tahun atau tahun ke-13 setelah dilantik menjadi Rasul. Kalau ada hijrah kedua berarti ada hijrah yang pertama. Hijrah yang pertamadalam Islam adalah hijrahnya para sahabat ke Habasyah (Ethiopia). Informasi ini terekam dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
Kata Ahmad Syalabiy hijrah ke Habsyah ini terjadi pada tahun ke- 5 setelah Muhammad dilantik menjadi Nabi atau ketika Nabi saw berusia 45 tahun. Jadi, hijrah dalam artian pindahnya umat Islam (para sahabat) dari suatu daerah ke daerah lain itu sudah terjadi 2 kali, pertama hijrahnya ke Habasyah pada tahun ke-5 bi’tsah Nabi, dan yang kedua hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun ke-13 bi’tsah Nabi.
Hal ini dipertegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal yang bersumber dari Abu Musa.
Hijrah yang dimaksud di atas adalah hijrah yang sudah berlalu peristiwanya. Ada lagi hijrah yang saat ini belum terjadi tetapi suatu saat nanti di akhir zaman akan ada hijrah ke daerah Bait al-Maqdis di Palestina atau dalam skala yang lebih besar lagi yaitu ke daerah Syam. Hal ini didasarkan pada informasi dari sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Daud yang bersumber dari sahabat Abdullah bin Umar.
Dalam Fath al-Bariy, hal. 40 al-‘Asqalaniy (852 H/1449 M) mengutip pendapat sebagian ulama bahwa ada hijrah yang ketiga, yaitu hijrah ke Syam pada akhir zaman nanti di saat fitnah sudah merambah dan merajalela kemana-mana (zhuhur al-fitan). (UHM/Fimadani)




Ilustrasi. (Foto : nightlife-cityguide.com)
Ilustrasi. (Foto : nightlife-cityguide.com)
bacodulu.site – Sehari jelang ‘Fathu Al-Qustantiniyyah‘ sebuah refleksi Penaklukkan Konstantinopel oleh seorang anak muda yang kemudian merubah putaran roda sejarah dan tentunya dilandasi inspirasi Rabbani lewat pembenaran dan keyakinan akan pesan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam 800 tahun sebelumnya.
Hari-hari belakangan dalam revolusi dunia digital yang dipaparkan pada kita memberi manfaat serta peluang positif bagi mengasah visi dan kemampuan pemuda-pemudi muslim bagi menengok kembali secara presisi putaran roda sejarah kejayaan Islam beberapa abad lepas. Lewat sosok pemuda Al Fatih, begitu kuat terekam 50 hari istimewa yang menggambarkan suasana batin, di mana ketegangan yang mencekam, energi batin yang begitu terkuras, ditambah celah-celah pengkhianatan serta keletihan fisik dan mental bercampur dengan keyakinan rabbani dan kepiawaian mengatasi keterbatasan sekaligus, hingga dituntaskan lewat karunia Allah Ta’ala dalam episode membanggakan berupa penaklukkan Konstantinopel 1453 M.
Suatu episode yang begitu kokoh dalam memperlihatkan korelasi agenda/proyeksi antar generasi orang-orang mukmin dalam mewarisi sekaligus mengemban risalah kenabian. Bahkan, semua dimulai oleh suasana penuh pesimisme, ketidakpastian bahkan ancaman kepunahan peradaban Islam saat terkepung semua penjuru mata angin.
Di Khandaq itulah juga hadis tentang pembebasan kota Konstantinopel dikumandangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bisakah kita membayangkan ketika koalisi musuh yang demikian besar dan diliputi angkara murka bersiap menerkam dan melumat ‘komunitas kecil’ bernama kaum muslimin? Rasulullah dengan lantang menjanjikan akan datangnya masa ketundukan musuh yang jauh lebih besar. Menurut baginda Rasul, bukan hanya saja kafir musyrikin dari bangsa Arab itu akan dikalahkan, malah ”Super Power” imperium Romawi Timur Byzantium yang tersohor saat itu akan dikalahkan.Ketika para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dihimpit kelaparan, pengepungan koalisi musuh yang demikian besar dan canggih, hanya mampu dijawab dengan ikhtiar penggalian parit (sesuatu yang asing saat itu) bagi menyongsong perang Khandaq, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya menjanjikan surga dan pengampunan bagi Muhajirin dan Anshar, tidak lebih. Namun, justru cita-cita untuk menggapai keindahan di kampung akhirat juga kondisi kehidupan yang lebih baik dan kekal menyebabkan para sahabat rela mengorbankan nikmat dunia yang sedikit dan sementara (dengan tidak memilih menjauh dari perang).
Berikut ini Al-Bara’ menegaskan,
“Ketika perang Khandaq, kami menemukan sebuah batu besar yang keras di salah satu parit yang tidak bisa dipecahkan dengan cangkul. Lalu kami mengadukan hal itu kepada Rasulullah. Maka beliau pun datang sambil membawa cangkul kemudian mengucapkan, “Bismillah.” Selanjutnya langsung memukul batu itu dengan sekali pukulan. Kemudian mengucapkan, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaan Syam. Demi Allah, saat ini aku benar-benar melihat istana-istananya yang (penuh dengan gemerlapan).”
Kemudian beliau memukul tanah itu untuk yang kedua kalinya. Maka terpecahlah sisi yang lainnya. Lalu beliau pun bersabda, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku negeri Persia. Demi Allah, aku benar-benar melihat istana kerajaannya yang penuh dengan gemerlapan sekarang ini.”
Itulah cita-cita besar yang dikumandangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, untuk menyalakan roh jihad pada diri-diri sahabat. Dampaknya; kelaparan, ketakutan, dan kebimbangan dapat ’dikalahkan’ karena jiwa-jiwa perindu syahid itu sudah penuh terisi dengan keyakinan yang menggelora tinggi. Namun, ketahuilah sabda sang Rasul bukanlah angan-angan kosong atau imajinasi/utopis yang bersifat ilusi konyol dari mereka-mereka yang menghadapi detik-detik kematian, tetapi beliau ialah Shadiq Al Mashduq (benar lagi dibenarkan). 800 tahun kemudian, Sultan Muhammad Al Fatih, seorang pemimpin muda Islam yang cerdas dan piawai tampil membuktikan hadits tersebut.Lantas beliau memukul tanah itu untuk yang ketiga kalinya seraya mengucapkan, “Allahu Akbar.” Maka terpecahlah bagian yang tersisa dari batu itu. Kemudian beliau bersabda, “Allahu Akbar, aku benar-benar diberi kunci-kunci kerajaan Yaman. Demi Allah, aku benar-benar melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini.” (Al-Mubarakfuri, 2005).
Dalam sebuah riwayat disebutkan,
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ تُفْتَحُ أَوَّلاً قُسْطَنْطِينِيَّةُ أَوْ رُومِيَّةُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلاً يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. pernah ditanya, “Kota manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasul menjawab, “Kotanya Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad, Ad Darimi dan Al Hakim)
Demikianlah kisah heroik yang selalu menjadi energi tak berujung juga keyakinan para pejuang Islam sepanjang zaman. Sementara itu patut dicamkan bahwa orang yang hebat bukan hanya saja mengakui kebenaran hadits tersebut, namun ia akan berusaha sangat keras dan gigih untuk menjadi mereka-mereka yang mewujudkan kebenarannya.
Inilah yang dilakukan para pemimpin Islam masa lalu bermula dari Muawiyah, diikuti oleh anaknya Yazid, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Harun Al Rasyid, Alp Arslan, Sultan Beyazid, dan akhirnya kebenaran hadits tentang pembebasan konstantinopel terwujud ditangan pemuda bergelar Al Fatih.
Sultan Muhammad Al Fatih dengan gemilang dan mengharu biru mewujudkan hadits yang dimaksud dikarenakan beliau mempunyai keinginan yang membara dan sanggup ’membayar harga’ untuk menggapai cita-cita dan inspirasi pesan Nabi.
Hati, akal, perasaan dan potensi fisik dan ruhiyah sang ’Prajurit malam’ difokuskan untuk menjadi pemimpin Inspiratif sebagaimana sabda Nabi, “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan (yang menaklukannya) itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.”
Patut diketahui, penggunaan teknologi tercanggih di bidang Metalurgi khususnya melalui ‘Fatih Canon’ sejenis ‘Meriam Howitzer’ masa kini dalam penyerbuan konstantinopel di masa tersebut membuktikan seorang Al Fatih adalah sosok yang tidak ‘Gaptek.’ Lewat kecerdasan spiritual yang dimilikinya terdapat kecerdasan lainnya seperti kecerdasan ‘terobosan’ strategi dan taktik pertempuran, kepiawaian mengelola potensi justru dari pihak ‘lawan’ dan pastinya penguasaan bahasa asing, aspek sosiologis dan budaya kawasan Romawi tersebut.
Dalam momentum 29 Mei ini, mari kita teladani jiwa, keberanian dan kesungguhan sang pembebas muda bernama Al Fatih, sebagai pribadi yang wajar namun mampu menjadi ’icon’ dalam memimpin diri dan orang lain. Mari kita susuri rahasia tersirat di balik sejarah kemenangannya. Bukan sekadar membaca fakta dan data, tetapi untuk dijiwai semangat pengorbanan di mana ia kemudian menjadi roh kebangkitan pemuda Islam.
Sebuah penaklukkan yang gemilang sebagaimana selalu dikenang setiap 29 Mei. Mungkin, hal ini pula mengakibatkan Turki modern saat ini sangat sulit dan berbelit untuk bergabung dengan Eropa. Kronologi lengkap 50 hari istimewa bisa ditelusuri di sini.
Sekali lagi, MARI LURUS & RAPATKAN SHAFF KITA.
Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” (HR Al Bukhari [177] dan Muslim [436])
Dr. Askar Triwiyanto, ST, MSc. Mat.
======
Sumber : majelis qurani

Foto diambil dari google
Kali ini Blog Ilmu Dari Al-Quran akan mengisahkan kisah cinta Bilal bin Rabah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu yang begitu besar kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Bilal bin Rabah adalah pria berkulit hitam yang termasuk ke dalam orang-orang yang pertama memeluk agama Islam dan merupakan seorang muazin tetap selama Rasululllah hidup.

Bilal bin Rabah adalah sahabat yang sangat mencintai Rasulullah dan sangat dicintai Rasulullah. Setelah Rasulullah meninggal, beliau menghadap kepada Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bilal berkata “Wahai khalifah, aku minta izin”
“Minta izin apa?” jawab Sayyidina Abu Bakar.
“Tolong izinkan aku untuk tidak adzan lagi” tambah Bilal lagi.
“Wahai Bilal aku tidak akan menurunkan orang yang pernah diangkat oleh Rasulullah.” jawab Khalifah Abu Bakar.
Diulang lagi oleh Bilal, “wahai abu bakar tolong dan tolong izinkan aku untuk tidak adzan lagi”.
Dijawab oleh Sayyidina Abu Bakar, “Tidak wahai Bilal, kecuali kau punya alasan. Alasanmu apa kenapa engkau minta untuk tidak adzan lagi?”
Akhirnya sayyidina Bilal memberikan alasan diiringi dengan derai air mata, tiba-tiba sayydidina melihat ke menara lalu melihat kubur nabi Muhammad yang dulu kamarnya nabi Muhammad, lalu melihat ke menara lalu melihat lagi ke kubur dan berkata
“Wahai Abu Bakar, kebiasaanku dulu di waktu nabi Muhammad hidup adalah sebelum waktu sholat aku membangunkan nabi Muhammad, aku datang ke tempat nabi muhammad dan berkata ya rasulallah waktu sholat, dan kadang nabi Muhammad yang datang ke tempatku lalu berkata bilal waktu sholat kemudian setelah itu aku bersama nabi Muhammad mendekat ke menara dan aku naik nabi Muhammad melihatku lalu sebelum aku adzan aku selalu menoleh kepada nabi Muhammad yang di tempat itu kemudian aku melakukan adzan dan setelah itu aku turun disambut oleh rasulullah dan itu aku lakukan sehari lima kali dan berulang-ulang sehingga sungguh suasana keadaan itu mengingatkan aku kepada rasulullah, sehingga aku tidak mampu melakukan adzan lagi saat ini wahai Abu Bakar”.

Akhirnya sayyidina abu bakar menitihkan air mata dan mengatakan, “Kalau alasanmu seperti itu boleh.”

Akhirnya Sayyidina Bilal pergi ke Syam, pergi ke syam selama beberapa hari bahkan beberapa bulan yang cukup lama, tiba tiba suatu malam Sayyidina Bilal bermimpi bertemu Rasulullah yang saat itu Rasulullah menegurnya, “Wahai Bilal alangkah kerasnya hatimu, lama kau tidak kunjung kepadaku.”

Saat itu Sayyidina Bilal terbangun menangis dengan tangis yang sangat sehingga para keluarganya ketakutan “ada apa bilal ada apa bilal”, menangis seperti tidak biasanya menangis yang luar biasa,

Sayyidina Bilal hanya bisa berkata, “sungguh aku saat ini merasakan rasa takut dan sangat dan aku tidak pernah takut seperti saat ini”,
“Memangnya kamu kenapa wahai bilal”, jawab keluarga Bilal.
 “Aku, aku, aku bermimpi ketemu rasulullah”, sambut Bilal.
“Rasulullah kenapa”, Tanya keluarga Bilal lagi
“Aku ketemu rasululllah dan ditegur ‘Wahai Bilal alangkah keras dan gersangnya hatimu, mana kerinduanmu kepadaku ,lama kau tak kunjung kepadaku’, aku takut ditinggal oleh rasulullah.” Jawab Bilal
Akhirnya para keluarga mengatakan kepada Bilal “Kelihatannya memang waktunya kau ziarah kepada Rasulullah”

Maka pergilah sayyidina Bilal bin Rabah dengan kendaraan dalam riwayat onta, kuda ataupun keledai, berjalan sayyidina Bilal bin Rabah ke Madinah dan sungguh perjalanan indah karena perjalanan untuk menuai kerinduan menuju orang yang sangat dicintai yaitu menuju kubur nabi Muhammad. Berjalan Sayyidina Bilal dengan perjalanan yang tidak pernah kenal lelah dan tidak tahu istirahat karena yang ada di hati bilal adalah segera sampai ke Madinah, berjalan dan berjalan hingga Sayyidina bilal sudah mulai memasuki kota Madinah, maka terlihat mungkin saat itu air itu sudah mulai keluar Sayyidina Bilal mulai terasadar mungkin, mungkin itu pernah disaksikan oleh Bilal bersama Rasulullah sehingga mulai menangis Sayyidina Bilal berjalan dengan derai air mata dan saat Sayyidina Bilal memasuki kota Madinah sungguh tangis Sayyidina Bilal semakin keras dan semakin kuat, Sayyidina Bilal tidak melihat pojok kota Madinah kecuali melihat Rasulullah, tidak melihat bangunan kecuali terlihat Rasulullah tidak melihat hamparan kecuali terlihat Rasulullah karena kenangan indah bersama Rasulullah benar-benar membekas di hati Sayyidina Bilal bin Rabah sehingga tangis dan tangis semuanya yang ada di Madinah mengingatkan Rasulullah.

Maka berjalanlah Bilal bin Rabah menuju kubur nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, (hadirkan diri anda bersama sayyidina bilal saat ini), Sayyidina bilal menuju kubur nabi Muhammad dan setelah itu Bilal terduduk dan mengucapkan salam, akan tertapi salam orang yang kehabisan suara karena suara Bilal sudah dihabiskan kerinduannya sepanjang perjalanan, Bilal hanya mengucapkan dengan suara lirih, dan berkata “Assalaamualaika ya Rasulallah, assalaamualaika ya Habiballah, Assalamualaika ya Nabiyallah”, Sayyidina Bilal terduduk di hadapan kubur nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan derai air mata dan tiba tiba di saat itu ada yang menepuk kepala Sayyidina Bilal, lalu Bilal menoleh ternyata yang dilihatnya adalah Sayyidina Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Lalu Sayyidina Bilal bersedih dan ditegur oleh Khalifah Abu Bakar, “Wahai Bilal kau mengangis dan suara tangismu tidak seperti biasa,”
Lalu bilal berkata, “Wahai khalifah sungguh aku saat ini merasakan takut yang sangat takut”,
Khalifah bertanya, “Takut apa bilal?”
Bilal menjawab “Aku merasakan takut”,
Khalifah bertanya kembali “Takut apa?”,
Bilal lalu menjawab “Aku takut ditinggal Rasulullah”,
Khalifah berkata “Memangnya kenapa kamu? Melakukan dosa apa?”
Bilal menjelaskan “Aku bermimpi ketemu Rasulullah, rasulullah menegurku, ‘Bilal alangkah keras hatimu mana kerinduanmu kepadaku, lama kau tidak pernah kunjung kepadaku’, ini kalimat yang aku rasakan kalimat yang kupahami dalam mimpi itu, sungguh aku takut ditinggal oleh Rasulullah”,
Kemudian Sayydidia Abu Bakar menghibur Bilal, “Wahai Bilal, ketahuilah air mata yang pernah menangis karena rindu kepada Rasulullah tidak akan ditinggal oleh Rasulullah. Dan engkau adalah orang yang tidak akan pernah ditinggal Rasulullah”,
Bilal menjawab, “Benarkah begitu wahai abu bakar?”,
Khalifah menjelaskan “Ya, engkau adalah orang yang tidak akan pernah ditinggal Rasulullah,”

Maka bergembirasalah Sayyidina Bilal dan kemudian merangkul Sayyidina Abu Bakar, kemudian redalah air mata itu, kemudian setelah air mata reda, mereka ngobrol dan tiba tiba abu bakar berkata, “Bilal, mumpung kamu di Madinah, bagaimana kalau kamu adzan lagi”, tiba tiba Sayyidina Bilal saat mendapatkan tawaran adzan itu bilal menoleh ke menara lalu melihat ke kubur nabi Muhammad. Air mata yang sudah terhenti itu mulai berderai lagi, melihat ke menara dan melihat ke kubur lalu menggelengkan kepala sambil berkata, “ Tidak Wahai Abu Bakar, tidak wahai Umar, aku belum kuat untuk adzan”,

Kemudian tidak lama kemudian ada anak-anak kecil, dua anak kecil datang kepada sayyidina bilal bin rabah membonceng tangan kanan Sayyidina  Bilal dan yang satu dikiri, dan berkata “Wahai tukang adzan kakekku,”
Terkaget Sayyidina Bilal lalu menoleh ternyata di kanannya Sayyidina Hasan dan di kirinya Sayyidina Husein, Sayyidina Bilal betul betul kaget dan mengangkat tangannya “Ya Allah terima kasih, aku rindu kepada kekasih-Mu nabi muhammad dan telah Kau kirim kepadaku orang yang sangat dikasihi oleh kekasihku nabi Muhamamd, kemudian Bilal menghadap kepada hasan, dan Sayyidina Hasan di bedirikan lalu Bilal melihat wajah Hasan lalu melihat kaki Husein, lalu berpindah ke wajah Hasan lalu menoleh lagi ke kaki Sayyidina Husein, karena ketahuilah wajah Hasan sangat mirip dengan Rasulullah dan kaki Husein sangat mirip dengan Rasulullah sehingga bilal menoleh ke wajah yang mirip dengan Rasulullah menoleh kepada kaki yang sangat mirip dengan Rasulullah sehingga setelah itu dipeluhlah kedua anak kecil ini dengan derai air mata dan berkata “Ya Rasulallah, sungguh bau keringatmu aku temukan di cucumu ya Rasulallah.”

Tiba tiba tidak lama kemudian, Sayyidina hasan dan Husein berbicara “Bilal, aku kangen denger suara adzanmu, gimana kalau kamu adzan.” Sayyidina Bilal bingung dan menoleh kepada Sayyidina Abu Bakar dan ‘Umar. Akhirnya Sayyidina Umar dan Sayyidina Abu Bakar mengatakan, “Lakukanlah, hubungan baik antara sahabat dengan cucu Rasulullah,” Biarpun anak kecil tapi dihargai Sayyidina Abu Bakar dan Umar, “Lakukanlah,” Kemudian Sayyidina Bilal menoleh kepada kedua cucu Rasulullah tadi, “Wahai Hasan dan Husein ,sebelum engkau meminta, khalifah dan wakilnya meminta aku adzan tapi aku tolak tapi karena yang meminta saat ini adalah dirimu wahai Hasan dan Husein aku tidak berani menolak, sebab aku takut jika aku menolak permintaanmu aku takut nanti ditolak untuk adzan di depan Rasulullah di surga nanti.”

Hingga ditentukanlah waktu adzannya Sayyidina Bilal bin Rabah, waktu sudah ditentukan, beberapa orang  sudah pada datang menunggu, “Kapan bilal mulai adzan, kapan bilal mulai adzan”, datanglah waktu dalam riwayat sahur atau subuh. Orang-orang pada nunggu “mana bilal”, tiba-tiba ada orang yang berdiri ketika masuk waktu sholat, ada orang berdiri, orangnya memang hitam tetapi memancar dari kehitamannya ini penuh kecintaan kepada Rasulullah, orang melihat Bilal yang berdiri di tempat yang biasanya dulu berdiri Sayyidina Bilal bin Rabah, maka suasana itu telah mengingatkan kepada Rasulullah, sehingga mulai berjatuhanlah air mata dari orang yang hadir di tempat itu kemudian Sayyidina Bilal berjalan dan  jalannya Bilal tidak berubah seperti dahulu, maka semakin kuat kenangan mereka kepada  Rasulullah sehingga yang hadir di masjid pada mulai menangis dan berjalan Sayyidina Bilal memecah barisan kemudian menuju ke menara dan di saat naik menara, mereka semakin kuat bahwasannya seperti inilah yang pernah disaksikan dulu bersama Rasulullah. Sayyidina Bilal di atas rupanya, di atas Sayyidina Bilal berderai dengan air mata lalu melihat ke tempat yang biasanya Rasulullah ada di tempat itu dan Sayyidina  Bilal hanya bisa menutup mata dan berusaha membasuh air matanya, “Di situ dulu aku pernah melihat rasulullah”.

Tangis orang yang ada di masjid di barengi dengan tangisnya Sayyidina Bilal bin Rabah, sehingga disebutkan bahwa tidak ada tangis di Madinah lebih banyak dan lebih dahsyat daripada saat itu. Akhirnya Sayyidina Bilal memulai adzannya “Allahu akbar allahu akbar”, suara ini terdengar di mana-mana dan sungguh berbarengan dengan suaranya Bilal ini serempak orang yang ada di situ terdengar suara dari jamaah suara tangis. Sayyidina Bilal pun melanjutkan adzannya, “Allahu akbar allahu akbar” para jamaah sambil menjawab adzan Sayyidina Bilal tangis semakin kuat bahkan ada di antara mereka yang berjatuhan pingsan. Apa yang menjadikan mereka menangis? Apa yang menjadikan mereka seperti itu? Ingat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena semua yang terjadi di saat itu mengingatkan kenangannya kepada Rasulullah, sehingga orang  yang di luar masjid pun. ibuk-ibuk yang belum sempat datang mendengar suaranya Bilal bin Rabah bergegas menuju masjid lalu berkata “Apakah Rasulullah dibangkitkan lagi?” Karena dulu di saat mendengar suara Bilal pasti ada Rasulullah, jadi di saat mendengar suara bilal yang sudah lama hilang seolah-olah Rasulullah hadir kembali sehingga mereka bertanya “Apakah rasulullah dibangkitkan lagi?” Dijawab orang-orang yang ada di situ, “Tidak itu suaranya Bilal”, kemudian orang-orang itu sambil menundukkan kepala “Ooo suaranya bilal”.

Sayyidina Bilal melanjutkan adzan beliau sehingga sampailah adzan beliau Asyhadualla ilaha illah Asyhadualla ilaha illah, suara tangis semakin ramai hingga sampailah Sayyidina Bilal bin Rabah kepada kalimat Asyhaduanna muham… hilanglah suara Sayyidina Bilal ternyata Sayyidina Bilal terpingsan saat itu, di saat menyebut  kalimat Muhammad dan ternyata, saat itu pun dibarengi orang-orang yang seperti Sayyidina Bilal pada jatuh, sehingga saat tersadar Sayyidina Bilal hanya bisa berkata “Lanjutkan aku tidak mampu melanjutkan.”

Masya Allah, itu tadi adalah cuplikan kecintaan dan kerinduan Sayyidina Bilal Bin Rabah kepada Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang begitu besar. Semoga dengan kisah ini kisah semakin mencintai Rasulullah dan menghadirkan Rasulullah di kehidupan kita sehari-hari.

Cerita ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Atsakir dan dikutip dari Ceramah Al-Ustadz Buya Yahya


Semoga bermanfaat.
Foto diambil dari google
Tabayyun menurut bahasa adalah telitilah dulu. Kata tersebut dapat dilihat pada surat Al-Hujurat/49:6. Dalam ayat tersebut dijelaskan :" jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian"[1].
Tabayyun merupakan salah satu tradisi umat islam yang dapat dijadikan solusi untuk memecahkan masalah. Tradisi ini digunakan terutama untuk menyelesaikan masalah dalam masyarakat. Metode tabayyun digunakan untuk mengklarifikasi serta menganalisis masalah yang terjadi. Dengan harapan mendapatkan kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan masyarakat sekitarnya[2].

ReferensiSunting

  1. ^ "Mengapa Mesti Tabayyun?"Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah. Diakses tanggal 2018-05-25.
  2. ^ Online, NU. "Tabayyun sebagai Ajaran Islam | NU Online"NU Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-25.
Foto diambil dari google

Publik dihebohkan dengan viralnya berita tentang seorang muslimah berhijab lebar lagi bercadar yang memelihara belasan anjing dirumahnya, dengan alasan bahwa anjing-anjing itu terlantar dijalanan, maka menolongnya adalah hal yang mulia, berdasarkan hadits yang mengisahkan seorang pezina yang memberi minum seekor anjing yang tengah kehausan diteriknya matahari kala itu, kemudian Allah memasukkan wanita itu ke surga.

(Video Penjelasan Tentang Pezina & seekor Anjing) 

Publik dihebohkan dengan viralnya berita tentang seorang muslimah berhijab lebar lagi bercadar yang memelihara belasan anjing dirumahnya, dengan alasan bahwa anjing-anjing itu terlantar dijalanan, maka menolongnya adalah hal yang mulia, berdasarkan hadits yang mengisahkan seorang pezina yang memberi minum seekor anjing yang tengah kehausan diteriknya matahari kala itu, kemudian Allah memasukkan wanita itu ke surga. 
maka menurut muslimah yang memilih anjing-anjing itu, jika seorang pezina saja dapat masuk surga karena memberi minum anjing, apalagi sekalian merawatnya? bukankah lebih mulia?
Sebelumnya meluruskan kesalahpahaman diatas, berikut teks lengkap hadits yang dimaksud :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – عَنْ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وآله وسلم -: «أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ، قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنْ الْعَطَشِ، فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا» (رواه مسلم).
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shalallahu’Alaihi Wa Sallam beliau bersabda:
Sesungguhnya ada seorang wanita pelacur yang melihat seekor anjing pada suatu hari yang panas tengah berputar-putar didekat sumur dengan lidah terjulur menahan haus, kemudian wanita tersebut mengambil air dengan sepatunya dan memberikan anjing itu minum, dengannya dosanya diampuni“. (HRMuslim)
Terkait hadits diatas, para ulama menjelaskan bahwa sebab dosanya diampuni dan diriwayat lain dimasukkan ke surga adalah karena niatnya baik dan rasa kasih sayangnya, sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:
فهذا لما حصل في قلبها من حسن النية والرحمة إذ ذاك..
“Yang demikian karena ia memiliki niat yang baik dan atas rasa kasihannya kala itu”.
Demikian karena Allah Ta’ala memang memerintahkan untuk memperlakukan makhluk hidup dengan baik, bahkan terhadap hewan yang akan disembelih sekalipun, sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
(إن الله كتب الإحسان على كل شيء، فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة، وليحد أحدكم شفرته، وليرح ذبيحته) رواه مسلم
Sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan untuk berlaku baik kepada segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, dan bila kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik, yaitu tajamkan pisau kalian dan buatlah hewan itu merasa nyaman“. (HR Muslim)
Akan tetapi pembahasannya tidak hanya sampai disitu, untuk memahami hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam kita perlu melihat bagaimana para ulama memahaminya, bukan dengan pemahaman diri sendiri yang sangat berpotensi untuk keliru, seperti memahami dari hadits diatas bolehnya memelihara anjing-anjing dengan dalih kasihan dan seterusnya, apalagi sampai memahami ”Tidak apa-apa berzina, yang penting punya hati baik, dst”, Wal ‘iyadzu Billah.
Jadi, apa kata ulama terkait pemahaman yang benar pada masalah ini?
Insyaallah akan diulas tuntas pada tulisan selanjutnya.


Penulis : Ustadz Muhammad Hadrami

Seorang ustadz bertanya kepada jama'ahnya
 
Ustadz : "Andai kita hidup pd zaman Fira'un, kira- kira kita jadi pengikut siapa, Fir'aun atau Nabi Musa?"
Jama'ah : "Musaaaaa." 
jawab jama'ah dgn kompak.

Ustadz : "Yakiiin?"
Jama'ah : "Yakiiiiiin....."

Ustadz : Tapi yang membangun kota Mesir, Fir'aun.
Yang bangun infrastruktur juga dia.
Yg bangun piramida, Fir'aun.
Yang paling kaya, Fir'aun.
Yang punya bala tentara banyak dan kuat, Fir'aun.
Yg punya banyak pengikut, Fir'aun.
Yang bisa memberi PERLINDUNGAN KEAMANAN dan jaminan, Fir'aun.
Yang Berkuasa, Fir'aun.
Yang bisa mnyediakan MAKANAN & MINUMAN, Fir'aun.
Yang bisa adakan HIBURAN, Fir'aun.
Yang bisa buat pusat perbelanjaan, Fir'aun. Bahkan jika teknologinya sdh ada mungkin Kartu Mesir Sehat dan Kartu Mesir Pintar juga dibuatnya.

Sementara Nabi Musa, siapa dia???
Hanya seorang penggembala kambing.
Bicara saja tidak fasih alias cadel (akibat pernah memakan bara api diwaktu bayi). Hanya memiliki sebatang tongkat butut.
Masih yakin mau ikut Nabi Musa????
tanya ustadz skali lagi....
Jamaah terdiam...

Ustadz : "Kerjaan Nabi Musa hanya sbagai penjaga kambing, tiba-tiba mau mengajak kita menyebrangi lautan,,, tanpa memakai sampan, tanpa prahu, tanpa kapal.
Apakah yakin kita mau ikut Nabi Musa ????" tak satupun jama'ah berani menjawab...... 

Semua tertunduk, diam seribu bahasa.
Betapa sesungguhnya manusia zaman Firaun dan zaman sekarang, TIDAK ADA BEDANYA. Di Zaman skrg ini, mayoritas smua tergila² pada harta, wanita, pangkat, jabatan, pujian, rayuan. Al Wahn.

Sungguh...FIR'AUN itu akan tetap ADA hingga akhir zaman..
Hanya saja berubah WAJAH dan BENTUK nya..... juga namanya.
Tapi secara hakikat dia akan terus ada.
Sebab sejarah akan berulang, dan kita harus tetap yakin seyakinnya biidznillah FIR'AUN dikalahkan oleh MUSA karena Kuasa ALLAH Azza Wa Jalla.

Sumber : Facebook Ahman As

Mayoritas pemikir politik Islam, seperti Al Imam al-Mawardi Rahimahulloh dalam kitabnya, “Al-Ahkâm Ash-Shulthâniyyah”, menegaskan bahwa pemerintahan yang sah untuk menjamin kelestarian sosial dalam suatu Negara atau daerah adalah wajib hukumnya, baik menurut akal maupun syara’. Menurut akal, tidak mungkin ada suatu Negara atau daerah tanpa pemerintahan yang dipimpin oleh kepala Negara atau daerah. Sebab, jika demikian, maka masyarakat akan hidup tanpa ada pihak yang mencegah terjadinya kedhaliman dan tidak ada yang akan menyelesaikan perselisihan dan persengketaan (tanâzu’ wa takhâshum). Sedangkan menurut syara’, kepala Negara atau daerah diperlukan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan, juga masalah keagamaan. Sedangkan untuk membentuk atau melestarikan pemerintahan yang sah, membutuhkan proses pemilihan dan suksesi.

ISLAM  &  KEKUASAAN 

Pemilihan kepala negara sama artinya dengan memilih Khalifah pada masa awal kematian Nabi dahulu, semuanya harus tetap mengacu pada aturan main yang ditetapkan oleh Islam.
Di dalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik atau agama dan kepemimpinan, semuanya satu kesatuan. Karena hidup kita ini diatur oleh agama dari hal yang paling kecil sampai pada hal yang terbesar. Hidup adalah tingkah laku, dan tingkah laku dibatasi oleh norma agama termasuk tingkah laku dalam berpolitik.

BOLEHKAH MEMILIH PEMIMPIN WANITA DI DALAM ISLAM ???

Seputar Ketentuan Pemimpin wanita :
Tidak Ada Nabi dan Rasul Wanita

(Nabi dan Rasul adalah refleksi dari pemimpin, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil, dan suka atau tidak suka, mereka adalah contoh, pedoman atau acuan bagi manusia lainnya)
Rujukannya lihat :
“Dan kalau Kami bermaksud menjadikan Rasul itu dari golongan malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki.” (QS. Al-An’aam: 9)
“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.”  (QS. Yusuf: 109)
“Kami tiada mengutus Rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka. “    (QS. Al-Anbiyaa’: 7)
Imam dalam sholat tidak boleh wanita, kecuali makmumnya juga wanita (berdasarkan Imam Hanafi, Syafi’i, dan Hambali)
Laki-laki Sudah Ditetapkan Sebagai Pemimpin Wanita

Rujukannya :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An-Nisaa’: 34)
Ayat ini memang konteksnya berbicara seputar rumah tangga, akan tetapi secara logikanya, seorang kepala rumah tangga saja haruslah laki-laki, apalagi seorang kepala negara yang notabene sebagai kepala atau pemimpin dari banyak kepala keluarga lain, maka tidak bisa lain, dia haruslah laki-laki.
“Dan anak laki-laki tidaklah sama dengan anak wanita.” (QS. Ali Imran: 36)

Hadits :

شرح السنة للبغوي (10/ 76)
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، قَالَ: لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ: «لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً».
“Diriwayatkan dari Abu Bakrah, katanya: Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persia mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.”   (HR. Bukhari, Turmudzi dan An-Nasa’i)
Hadits tersebut menjelaskan, bahwa suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita, tidak akan mendapatkan keberuntungan. Padahal, meraih sebuah keberuntungan dan menghindarkan diri dari kesusahan adalah sebuah anjuran. Dari sini, Ulama berkesimpulan bahwa wanita tidak diperkenankan menduduki tampuk kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara. Ketentuan semacam ini, menurut al-Qâdhi Abû Bakr ibn al-’Arabiy merupakan konsensus para ulama.
 Sedangkan untuk kekuasaan yang cakupannya lebih terbatas, semisal pemimpin daerah, keabsahan kepemimpinan wanita masih menjadi perdebatan para ulama. Perbedaan ini, dilatarbelakangi adanya perbedaan sudut pandang dalam menilai kepemimpinan semacam ini, apakah termasuk bagian dari kekuasaan, persaksian, ataukah fatwa.
Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita tidak berhak menjadi pemimpin, meski dalam lingkup yang lebih terbatas. Sebab, bagaimanapun juga, menjadi pemimpin, baik dengan kekuasaan luas maupun terbatas, pada hakikatnya sama. Yang membedakan hanyalah wilayah kekuasaannya semata. Padahal, Rasulullâh jelas-jelas melarang seorang wanita menjadi pemimpin.
Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita dapat menjadi penguasa dalam urusan harta. Beliau berpandangan, ketika wanita diperbolehkan memberikan kesaksian dalam urusan harta, berarti memberikan keputusan dalam wilayah tersebut juga sudah semestinya diperbolehkan.
Ibn Jarîr ath-Thabariy, memiliki pandangan yang lebih longgar dalam permasalahan ini. Beliau berpendapat bahwa wanita dapat menjadi pemimpin daerah secara mutlak dalam semua hal. Dalam pandangan beliau, kepemimpinan semacam ini, identik dengan fatwa. Padahal, Rasulullâh sendiri merestui dan melegalkan seorang wanita untuk memberikan fatwa, sebagaimana sabda yang beliau sampaikan;
                                             “Ambillah separuh ajaran agama kalian dari Khumayrâ’ ini”.
Prinsipnya, menurut beliau, setiap orang yang memiliki kredibilitas untuk menengahi pertikaian atau persengketaan di antara manusia, (tanpa memandang jenis kelamin, entah laki-laki ataukah perempuan) maka keputusan hukumnya legal dan sah-sah saja, kecuali hal-hal yang memang telah diputuskan oleh ijma’, yaitu masalah kepemimpinan besar (al-imamah al-kubra).
PERTANYAAN  YANG  TIMBUL …
1.        Bagaimana dengan pemerintahan Ratu Saba’ yang dikenal bernama Balqis?
          – Ratu Balqis menjadi kepala negara, jauh sebelum dia mengenal Islam dan dipercaya kawin dengan Nabi Sulaiman. Setelah dia ditundukkan oleh Sulaiman dan menjadi istrinya, otomatis yang menjadi kepala negara adalah Sulaiman, bukan lagi Balqis.
2.        Apakah Islam melakukan diskriminasi terhadap perempuan ?
           Islam tidak melakukan diskriminasi.Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya bahkan terkadang harus rela disibukkan oleh aktifitasnya, menghadiri rapat di berbagai kesempatan, melakukan perjalanan dinas dan seterusnya yang tentu saja sulit dilakukan oleh seorang wanita, karena ia juga harus melayani suami dan anak-anak sebagai tugas utamanya.
“Bagi para wanita, mereka punya hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang benar. Akan tetapi para suami memiliki satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya.”  (QS. Al-Baqarah: 228)
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu. Laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya itu. Perempuan adalah pemimpin dlm rumah suaminya dan diapun bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.” (Hadits Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dalam sejarah, Nabi SAW mengikutsertakan wanita dalam medan perang, namun mereka bukan dijadikan umpan peluru, tetapi sebagai prajurit yang bertugas memberikan pertolongan bagi mereka yg terluka seperti dicontohkan oleh Fatimah Az-Zahrah puteri Beliau sendiri, kemudian wanita juga mempersiapkan konsumsi seperti dilakukan oleh ‘Aisyah, istri Beliau. Bahkan Khadijah istri Nabi yang pertama adalah seorang saudagar (pengusaha).
Sesudah Nabi wafat, Khalifah Umar, sahabatnya, mengangkat Ummu Asy-syifa’ Al-Anshariah sebagai pengawas dan pengontrol pasar Madinah.
  Bagaimana bila kepala negaranya wanita dan wakilnya pria ?
 –          Ini terbalik, Al-Qur’an dan Hadits tidak membenarkan wanita memimpin pria, istri memimpin suami, Imam wanita Makmum laki-laki.
Lalu bagaimana bila suatu saat si wakil melengserkan si pemimpin yang sebelumnya adalah wanita ?
–          Tetap saja pada waktu pemilihan pertama, sang pemimpin adalah wanita dan sang wakil adalah laki-laki, tetap bertentangan dengan ajaran Islam.
Kapan kita boleh memilih wanita sebagai pemimpin ?
       –    Bila sudah tidak ada lagi laki-laki Islam yang mampu jadi pemimpin !
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, tanpa berniat untuk suatu kepentingan politik atau mendiskriditkan jenis kelamin, bahwa mayoritas ulama telah melarang perempuan jadi pemimpin/ulil amri public, baik sebagai bupati, gubernur, bahkan presiden dan bahkan pula pemimpin dalam Sholat. Yang diperbolehkan dalam hal rumah tangga atau urusan yang harus ditangani perempuan. Jika hukum perempuan jadi pemimpin public, ternyata ulama lebih banyak melarangnya, maka begitu juga memilih pemimpin perempuan juga ulama melarangnya. Jadi jangan jadikan perempuan menjadi pemimpin apapun itu alasannya.  Dan Haram pula Umat Islam memilih Pemimpin Orang Kafir, 

Semoga dapat bermanfaat, Barakallohu’ fiikum
Desa Grabag, Kab. Purworejo-Jawa Tengah.
Alfaqir ilalloh Azza wa Jalla,
Muhammad Faisal,  S.Pd,  M.MPd (Aktivis Anti Pemurtadan).

(nahimunkar.com)


Sumber : www.nahimunkar.org

BENARKAH KISAH PERNIKAHAN FATIMAH;

Fatimah yang merupakan putri dari Rasulullah sangat taat kepada Rasulullah. Fatimah juga dikenal sebagai sosok anak yang sangat berbakti kepada orang tua. Ali Bin Abi Thalib terketuk pertama kali saat Fatimah dengan sigap membasuh dan mengobati luka ayahnya, Muhammad SAW yang luka parah karena berperang.
Sejak saat itu, Ali bertekad untuk melamar putri dari Rasulullah yaitu Fatimah. Ali juga dikenal sebagai sosok yang pemberani dan orang yang sangat dekat dengan Rasulullah. Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, Ali merupakan orang kedua yang percaya akan wahyu itu setelah Khadijah, istri Rasulullah. Namun, Ali merupakan sosok pemuda yang miskin. Hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di jalan Allah. Untuk itu, dia bertekad untuk menabung dengan tekun untuk membeli mahar dan melamar Fatimah.
Belum genap uang Ali untuk membeli mahar, tiba-tiba Ali mendengar bahwa sahabat nabi yaitu Abu Bakar telah melamar Fatimah. Ali pun merasakan kesedihan di hatinya. Namun, Ali pun sadar bahwa saingannya ini mempunya kualitas iman dan islam yang lebih tinggi darinya.
Kesedihan Ali pun berhenti sejenak karena Fatimah menolak lamaran Abu Bakar.
Tetapi keceriaan Ali mulai redup kemballi mendengar bahwa Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Lagi-lagi, Ali hanya bisa pasrah karena bersaing dengan Umar Bin Khatab yang gagah perkasa. Tetapi, takdir kembali berpihak kepada Ali. Umar Bin Khatab ditolak lamarannya oleh Fatimah.
Namun saat itu Ali belum berani mengambil sikap, dia sadar bahwa dia hanya pemuda miskin. Bahkan harta yang dia miliki hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kami tidak pernah menjumpai riwayat yang menyebutkan kisah pernikahan sedetail dan serinci itu. Riwayat yang kami jumpai sebagai berikut,
[1] Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
خَطَبَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رضى الله عنهما فَاطِمَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّهَا صَغِيرَةٌ ». فَخَطَبَهَا عَلِىٌّ فَزَوَّجَهَا مِنْهُ
Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah melamar Fatimah. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Dia masih kecil.’ Kemudian Fatimah dilamar Ali, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahnya dengan Fatimah. (HR. Nasai 3234, Ibn Hibban 6948 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
[2] Riwayat dialog antara Ali dengan mantan budaknya sebelum menikahi Fatimah
Disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Sirah Nabawiyah dan al-Baihaqi dalam ad-Dalail, dari Ali radhiyallahu ‘anhu,
Aku ingin melamar Fatimah. Lalu mantan budakku menyampaikan kepadaku,
“Tahukah kamu bahwa Fatimah telah dilamar?”
“Tidak tahu.” Jawabku.
“Dia telah dilamar. Mengapa kamu tidak segera datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dinikahkan dengannya?” Jelas mantan budakku.
“Saya punya apa untuk menikah dengannya?” jawabku.
“Kalau kamu datang ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau akan menikahkanmu.” Kata mantan budakku.
Dia terus memotivasi aku sampai aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika aku duduk di depan beliau, aku hanya bisa terdiam. Demi Allah, aku tidak bisa bicara apapun, melihat wibawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ما جاء بك، ألك حاجة؟
“Kamu datang, ada apa? Ada kebutuhan apa?”
Aku hanya bisa diam.
Beliau tanya ulang,
لعلك جئت تخطب فاطمة؟
“Kamu datang untuk melamar Fatimah?”
“Ya.” Jawabku.
Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وهل عندك من شيء تستحلها به؟
“Kamu punya sesuatu yang bisa dijadikan untuk maharnya?”
“Gak ada, Ya Rasulullah…” jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
ما فعلت درع سلحتكها؟
Bagaimana dengan tameng yang pernah aku berikan kepadamu?
“Demi Allah, itu hanya Huthamiyah, nilainya tidak mencapai 4 dirham.” Jawabku.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenikahkan Ali dengan Fatimah dengan mahar tameng Huthamiyah.
Dalam riwayat Ahmad dan Nasai, dinyatakan,
Aku menikahi Fatimah radhiyallahu ‘anha. Aku berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulullah, izinkan aku untuk menemui Fatimah”
“Berikan mahar kepadanya!” jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Aku tidak punya apapun.” Jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
فأين دِرْعُكَ الْحُطَمِيَّة؟
“Mana tameng Huthamiyah milikmu?”
“Ada di tempatku.” Jawabku.
“Berikan kepadanya!” perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ahmad 603, Nasai 3388 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber  : kisahmuslim.com
Foto diambil dari google


Jangan memaknai hijrah hanya semata-mata melihat dari sisi bahasa saja tanpa mengaitkan dengan aspek lainnya. Dengan berdasar pada pengertian bahasa ini, maka orang yang tidak saling berbicara (saling membenci) adalah termasuk hijrah.

Secara bahasa term hijrah mengandung dua arti:
  1. Memutuskan, misalnya seseorang hijrah meninggalkan kampung halamannya menuju kampung lainnya. Ini berarti ia memutuskan hubungan antara dirinya dengan kampungnya.
  2. Menunjukkan kerasnya sesuatu, berarti tengah hari di waktu panas sangat menyengat (keras).
Imam Al Asfahanii cenderung pada arti pertama. Menurutnya, hijrah berarti berpisahnya seseorang dengan yang lain, baik berpisah secara badaniah, lisan, atau dengan hati. Meninggalkan suatu daerah berarti berpisah secara fisik (badan). Membenci seseorang berarti memisahkan dirinya dengan orang lain secara psikhis (qalbiyah), dan secara lisan berarti tidak mau berbicara dengan orang lain.
Berbeda dengan Al Jurjani, menurutnya hijrah adalah meninggalkan tanah air yang dibawah kekuasaan orang-orang kafir menuju ke daerah Islam. Pengertian hijrah ini sudah mencakup pada pengertian istilah, karena ia sudah mengaitkan dan merujuk pada peristiwa hijrah yang pernah terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta para sahabatnya.
Berikut ini kutipan hadis Nabi mengenai hijrah yang bersumber dari Umar bin Khattab yang mendengar langsung dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam .
“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.” (Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Guna memahami makna terma hijrah dalam hadits di atas, harus kembali memperhatikan pada latar belakang historis disabdakannya hadis tersebut. Al-Zubair bin Bakkar meriwayatkan bahwa hadis tersebut disabdakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika baru saja tiba di Madinah bersama para sahabat.
Ternyata dalam rombongannya itu terdapat seorang yang ikut hijrah hanya dengan harapan ingin melamar seorang wanita yang juga ikut berhijrah. Nabi mengetahui hal ini, lalu beliau naik ke atas mimbar dan menyabdakan hadis tersebut. Zainuddin al-Hambali menyebutkan bahwa seorang wanita yang ingin dilamar itu bernama Ummu Qais. Riwayat ini dinilai oleh Yahya Ismail Ahmad sebagai riwayat yang dhaif.
Dengan demikian, hijrah yang dimaknakan sebagai perpindahan dari suatu daerah menuju ke daerah lain tidak hanya sekedar pindah, tetapi harus mempunyai tujuan yang jelas dan didasari oleh motivasi jiwa yang ikhlas. Dilihat dari sisi inilah maka transmigrasi penduduk di Indonesia, misalnya transmigrasi dari Pulau Jawa ke Sulawesi atau ke Sumatera, tidak dapat dikategoriklan sebagai hijrah yang dikehendaki dalam perspektif Islam ini, walaupun secara bahasa sudah termasuk karena perpindahan mereka meninggalkan kampung halaman mereka.
Sejarah mencatatnya bahwa hijrah yang tersebut oleh hadis di atas adalah hijrah yang kedua dalam Islam. Ibn Qutaibah melengkapi informasi hijrah ini dengan mengatakan bahwa peristiwa hijrah (tibanya di Madinah) ini terjadi pada tangga 12 Rabi’ al-Awal ketika Nabi berusia 53 tahun atau tahun ke-13 setelah dilantik menjadi Rasul. Kalau ada hijrah kedua berarti ada hijrah yang pertama. Hijrah yang pertamadalam Islam adalah hijrahnya para sahabat ke Habasyah (Ethiopia). Informasi ini terekam dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
Kata Ahmad Syalabiy hijrah ke Habsyah ini terjadi pada tahun ke- 5 setelah Muhammad dilantik menjadi Nabi atau ketika Nabi saw berusia 45 tahun. Jadi, hijrah dalam artian pindahnya umat Islam (para sahabat) dari suatu daerah ke daerah lain itu sudah terjadi 2 kali, pertama hijrahnya ke Habasyah pada tahun ke-5 bi’tsah Nabi, dan yang kedua hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun ke-13 bi’tsah Nabi.
Hal ini dipertegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal yang bersumber dari Abu Musa.
Hijrah yang dimaksud di atas adalah hijrah yang sudah berlalu peristiwanya. Ada lagi hijrah yang saat ini belum terjadi tetapi suatu saat nanti di akhir zaman akan ada hijrah ke daerah Bait al-Maqdis di Palestina atau dalam skala yang lebih besar lagi yaitu ke daerah Syam. Hal ini didasarkan pada informasi dari sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Daud yang bersumber dari sahabat Abdullah bin Umar.
Dalam Fath al-Bariy, hal. 40 al-‘Asqalaniy (852 H/1449 M) mengutip pendapat sebagian ulama bahwa ada hijrah yang ketiga, yaitu hijrah ke Syam pada akhir zaman nanti di saat fitnah sudah merambah dan merajalela kemana-mana (zhuhur al-fitan). (UHM/Fimadani)




Ilustrasi. (Foto : nightlife-cityguide.com)
Ilustrasi. (Foto : nightlife-cityguide.com)
bacodulu.site – Sehari jelang ‘Fathu Al-Qustantiniyyah‘ sebuah refleksi Penaklukkan Konstantinopel oleh seorang anak muda yang kemudian merubah putaran roda sejarah dan tentunya dilandasi inspirasi Rabbani lewat pembenaran dan keyakinan akan pesan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam 800 tahun sebelumnya.
Hari-hari belakangan dalam revolusi dunia digital yang dipaparkan pada kita memberi manfaat serta peluang positif bagi mengasah visi dan kemampuan pemuda-pemudi muslim bagi menengok kembali secara presisi putaran roda sejarah kejayaan Islam beberapa abad lepas. Lewat sosok pemuda Al Fatih, begitu kuat terekam 50 hari istimewa yang menggambarkan suasana batin, di mana ketegangan yang mencekam, energi batin yang begitu terkuras, ditambah celah-celah pengkhianatan serta keletihan fisik dan mental bercampur dengan keyakinan rabbani dan kepiawaian mengatasi keterbatasan sekaligus, hingga dituntaskan lewat karunia Allah Ta’ala dalam episode membanggakan berupa penaklukkan Konstantinopel 1453 M.
Suatu episode yang begitu kokoh dalam memperlihatkan korelasi agenda/proyeksi antar generasi orang-orang mukmin dalam mewarisi sekaligus mengemban risalah kenabian. Bahkan, semua dimulai oleh suasana penuh pesimisme, ketidakpastian bahkan ancaman kepunahan peradaban Islam saat terkepung semua penjuru mata angin.
Di Khandaq itulah juga hadis tentang pembebasan kota Konstantinopel dikumandangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bisakah kita membayangkan ketika koalisi musuh yang demikian besar dan diliputi angkara murka bersiap menerkam dan melumat ‘komunitas kecil’ bernama kaum muslimin? Rasulullah dengan lantang menjanjikan akan datangnya masa ketundukan musuh yang jauh lebih besar. Menurut baginda Rasul, bukan hanya saja kafir musyrikin dari bangsa Arab itu akan dikalahkan, malah ”Super Power” imperium Romawi Timur Byzantium yang tersohor saat itu akan dikalahkan.Ketika para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dihimpit kelaparan, pengepungan koalisi musuh yang demikian besar dan canggih, hanya mampu dijawab dengan ikhtiar penggalian parit (sesuatu yang asing saat itu) bagi menyongsong perang Khandaq, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya menjanjikan surga dan pengampunan bagi Muhajirin dan Anshar, tidak lebih. Namun, justru cita-cita untuk menggapai keindahan di kampung akhirat juga kondisi kehidupan yang lebih baik dan kekal menyebabkan para sahabat rela mengorbankan nikmat dunia yang sedikit dan sementara (dengan tidak memilih menjauh dari perang).
Berikut ini Al-Bara’ menegaskan,
“Ketika perang Khandaq, kami menemukan sebuah batu besar yang keras di salah satu parit yang tidak bisa dipecahkan dengan cangkul. Lalu kami mengadukan hal itu kepada Rasulullah. Maka beliau pun datang sambil membawa cangkul kemudian mengucapkan, “Bismillah.” Selanjutnya langsung memukul batu itu dengan sekali pukulan. Kemudian mengucapkan, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaan Syam. Demi Allah, saat ini aku benar-benar melihat istana-istananya yang (penuh dengan gemerlapan).”
Kemudian beliau memukul tanah itu untuk yang kedua kalinya. Maka terpecahlah sisi yang lainnya. Lalu beliau pun bersabda, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku negeri Persia. Demi Allah, aku benar-benar melihat istana kerajaannya yang penuh dengan gemerlapan sekarang ini.”
Itulah cita-cita besar yang dikumandangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, untuk menyalakan roh jihad pada diri-diri sahabat. Dampaknya; kelaparan, ketakutan, dan kebimbangan dapat ’dikalahkan’ karena jiwa-jiwa perindu syahid itu sudah penuh terisi dengan keyakinan yang menggelora tinggi. Namun, ketahuilah sabda sang Rasul bukanlah angan-angan kosong atau imajinasi/utopis yang bersifat ilusi konyol dari mereka-mereka yang menghadapi detik-detik kematian, tetapi beliau ialah Shadiq Al Mashduq (benar lagi dibenarkan). 800 tahun kemudian, Sultan Muhammad Al Fatih, seorang pemimpin muda Islam yang cerdas dan piawai tampil membuktikan hadits tersebut.Lantas beliau memukul tanah itu untuk yang ketiga kalinya seraya mengucapkan, “Allahu Akbar.” Maka terpecahlah bagian yang tersisa dari batu itu. Kemudian beliau bersabda, “Allahu Akbar, aku benar-benar diberi kunci-kunci kerajaan Yaman. Demi Allah, aku benar-benar melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini.” (Al-Mubarakfuri, 2005).
Dalam sebuah riwayat disebutkan,
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ تُفْتَحُ أَوَّلاً قُسْطَنْطِينِيَّةُ أَوْ رُومِيَّةُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلاً يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. pernah ditanya, “Kota manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasul menjawab, “Kotanya Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad, Ad Darimi dan Al Hakim)
Demikianlah kisah heroik yang selalu menjadi energi tak berujung juga keyakinan para pejuang Islam sepanjang zaman. Sementara itu patut dicamkan bahwa orang yang hebat bukan hanya saja mengakui kebenaran hadits tersebut, namun ia akan berusaha sangat keras dan gigih untuk menjadi mereka-mereka yang mewujudkan kebenarannya.
Inilah yang dilakukan para pemimpin Islam masa lalu bermula dari Muawiyah, diikuti oleh anaknya Yazid, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Harun Al Rasyid, Alp Arslan, Sultan Beyazid, dan akhirnya kebenaran hadits tentang pembebasan konstantinopel terwujud ditangan pemuda bergelar Al Fatih.
Sultan Muhammad Al Fatih dengan gemilang dan mengharu biru mewujudkan hadits yang dimaksud dikarenakan beliau mempunyai keinginan yang membara dan sanggup ’membayar harga’ untuk menggapai cita-cita dan inspirasi pesan Nabi.
Hati, akal, perasaan dan potensi fisik dan ruhiyah sang ’Prajurit malam’ difokuskan untuk menjadi pemimpin Inspiratif sebagaimana sabda Nabi, “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan (yang menaklukannya) itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.”
Patut diketahui, penggunaan teknologi tercanggih di bidang Metalurgi khususnya melalui ‘Fatih Canon’ sejenis ‘Meriam Howitzer’ masa kini dalam penyerbuan konstantinopel di masa tersebut membuktikan seorang Al Fatih adalah sosok yang tidak ‘Gaptek.’ Lewat kecerdasan spiritual yang dimilikinya terdapat kecerdasan lainnya seperti kecerdasan ‘terobosan’ strategi dan taktik pertempuran, kepiawaian mengelola potensi justru dari pihak ‘lawan’ dan pastinya penguasaan bahasa asing, aspek sosiologis dan budaya kawasan Romawi tersebut.
Dalam momentum 29 Mei ini, mari kita teladani jiwa, keberanian dan kesungguhan sang pembebas muda bernama Al Fatih, sebagai pribadi yang wajar namun mampu menjadi ’icon’ dalam memimpin diri dan orang lain. Mari kita susuri rahasia tersirat di balik sejarah kemenangannya. Bukan sekadar membaca fakta dan data, tetapi untuk dijiwai semangat pengorbanan di mana ia kemudian menjadi roh kebangkitan pemuda Islam.
Sebuah penaklukkan yang gemilang sebagaimana selalu dikenang setiap 29 Mei. Mungkin, hal ini pula mengakibatkan Turki modern saat ini sangat sulit dan berbelit untuk bergabung dengan Eropa. Kronologi lengkap 50 hari istimewa bisa ditelusuri di sini.
Sekali lagi, MARI LURUS & RAPATKAN SHAFF KITA.
Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” (HR Al Bukhari [177] dan Muslim [436])
Dr. Askar Triwiyanto, ST, MSc. Mat.
======
Sumber : majelis qurani

Foto diambil dari google
Kali ini Blog Ilmu Dari Al-Quran akan mengisahkan kisah cinta Bilal bin Rabah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu yang begitu besar kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Bilal bin Rabah adalah pria berkulit hitam yang termasuk ke dalam orang-orang yang pertama memeluk agama Islam dan merupakan seorang muazin tetap selama Rasululllah hidup.

Bilal bin Rabah adalah sahabat yang sangat mencintai Rasulullah dan sangat dicintai Rasulullah. Setelah Rasulullah meninggal, beliau menghadap kepada Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bilal berkata “Wahai khalifah, aku minta izin”
“Minta izin apa?” jawab Sayyidina Abu Bakar.
“Tolong izinkan aku untuk tidak adzan lagi” tambah Bilal lagi.
“Wahai Bilal aku tidak akan menurunkan orang yang pernah diangkat oleh Rasulullah.” jawab Khalifah Abu Bakar.
Diulang lagi oleh Bilal, “wahai abu bakar tolong dan tolong izinkan aku untuk tidak adzan lagi”.
Dijawab oleh Sayyidina Abu Bakar, “Tidak wahai Bilal, kecuali kau punya alasan. Alasanmu apa kenapa engkau minta untuk tidak adzan lagi?”
Akhirnya sayyidina Bilal memberikan alasan diiringi dengan derai air mata, tiba-tiba sayydidina melihat ke menara lalu melihat kubur nabi Muhammad yang dulu kamarnya nabi Muhammad, lalu melihat ke menara lalu melihat lagi ke kubur dan berkata
“Wahai Abu Bakar, kebiasaanku dulu di waktu nabi Muhammad hidup adalah sebelum waktu sholat aku membangunkan nabi Muhammad, aku datang ke tempat nabi muhammad dan berkata ya rasulallah waktu sholat, dan kadang nabi Muhammad yang datang ke tempatku lalu berkata bilal waktu sholat kemudian setelah itu aku bersama nabi Muhammad mendekat ke menara dan aku naik nabi Muhammad melihatku lalu sebelum aku adzan aku selalu menoleh kepada nabi Muhammad yang di tempat itu kemudian aku melakukan adzan dan setelah itu aku turun disambut oleh rasulullah dan itu aku lakukan sehari lima kali dan berulang-ulang sehingga sungguh suasana keadaan itu mengingatkan aku kepada rasulullah, sehingga aku tidak mampu melakukan adzan lagi saat ini wahai Abu Bakar”.

Akhirnya sayyidina abu bakar menitihkan air mata dan mengatakan, “Kalau alasanmu seperti itu boleh.”

Akhirnya Sayyidina Bilal pergi ke Syam, pergi ke syam selama beberapa hari bahkan beberapa bulan yang cukup lama, tiba tiba suatu malam Sayyidina Bilal bermimpi bertemu Rasulullah yang saat itu Rasulullah menegurnya, “Wahai Bilal alangkah kerasnya hatimu, lama kau tidak kunjung kepadaku.”

Saat itu Sayyidina Bilal terbangun menangis dengan tangis yang sangat sehingga para keluarganya ketakutan “ada apa bilal ada apa bilal”, menangis seperti tidak biasanya menangis yang luar biasa,

Sayyidina Bilal hanya bisa berkata, “sungguh aku saat ini merasakan rasa takut dan sangat dan aku tidak pernah takut seperti saat ini”,
“Memangnya kamu kenapa wahai bilal”, jawab keluarga Bilal.
 “Aku, aku, aku bermimpi ketemu rasulullah”, sambut Bilal.
“Rasulullah kenapa”, Tanya keluarga Bilal lagi
“Aku ketemu rasululllah dan ditegur ‘Wahai Bilal alangkah keras dan gersangnya hatimu, mana kerinduanmu kepadaku ,lama kau tak kunjung kepadaku’, aku takut ditinggal oleh rasulullah.” Jawab Bilal
Akhirnya para keluarga mengatakan kepada Bilal “Kelihatannya memang waktunya kau ziarah kepada Rasulullah”

Maka pergilah sayyidina Bilal bin Rabah dengan kendaraan dalam riwayat onta, kuda ataupun keledai, berjalan sayyidina Bilal bin Rabah ke Madinah dan sungguh perjalanan indah karena perjalanan untuk menuai kerinduan menuju orang yang sangat dicintai yaitu menuju kubur nabi Muhammad. Berjalan Sayyidina Bilal dengan perjalanan yang tidak pernah kenal lelah dan tidak tahu istirahat karena yang ada di hati bilal adalah segera sampai ke Madinah, berjalan dan berjalan hingga Sayyidina bilal sudah mulai memasuki kota Madinah, maka terlihat mungkin saat itu air itu sudah mulai keluar Sayyidina Bilal mulai terasadar mungkin, mungkin itu pernah disaksikan oleh Bilal bersama Rasulullah sehingga mulai menangis Sayyidina Bilal berjalan dengan derai air mata dan saat Sayyidina Bilal memasuki kota Madinah sungguh tangis Sayyidina Bilal semakin keras dan semakin kuat, Sayyidina Bilal tidak melihat pojok kota Madinah kecuali melihat Rasulullah, tidak melihat bangunan kecuali terlihat Rasulullah tidak melihat hamparan kecuali terlihat Rasulullah karena kenangan indah bersama Rasulullah benar-benar membekas di hati Sayyidina Bilal bin Rabah sehingga tangis dan tangis semuanya yang ada di Madinah mengingatkan Rasulullah.

Maka berjalanlah Bilal bin Rabah menuju kubur nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, (hadirkan diri anda bersama sayyidina bilal saat ini), Sayyidina bilal menuju kubur nabi Muhammad dan setelah itu Bilal terduduk dan mengucapkan salam, akan tertapi salam orang yang kehabisan suara karena suara Bilal sudah dihabiskan kerinduannya sepanjang perjalanan, Bilal hanya mengucapkan dengan suara lirih, dan berkata “Assalaamualaika ya Rasulallah, assalaamualaika ya Habiballah, Assalamualaika ya Nabiyallah”, Sayyidina Bilal terduduk di hadapan kubur nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan derai air mata dan tiba tiba di saat itu ada yang menepuk kepala Sayyidina Bilal, lalu Bilal menoleh ternyata yang dilihatnya adalah Sayyidina Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Lalu Sayyidina Bilal bersedih dan ditegur oleh Khalifah Abu Bakar, “Wahai Bilal kau mengangis dan suara tangismu tidak seperti biasa,”
Lalu bilal berkata, “Wahai khalifah sungguh aku saat ini merasakan takut yang sangat takut”,
Khalifah bertanya, “Takut apa bilal?”
Bilal menjawab “Aku merasakan takut”,
Khalifah bertanya kembali “Takut apa?”,
Bilal lalu menjawab “Aku takut ditinggal Rasulullah”,
Khalifah berkata “Memangnya kenapa kamu? Melakukan dosa apa?”
Bilal menjelaskan “Aku bermimpi ketemu Rasulullah, rasulullah menegurku, ‘Bilal alangkah keras hatimu mana kerinduanmu kepadaku, lama kau tidak pernah kunjung kepadaku’, ini kalimat yang aku rasakan kalimat yang kupahami dalam mimpi itu, sungguh aku takut ditinggal oleh Rasulullah”,
Kemudian Sayydidia Abu Bakar menghibur Bilal, “Wahai Bilal, ketahuilah air mata yang pernah menangis karena rindu kepada Rasulullah tidak akan ditinggal oleh Rasulullah. Dan engkau adalah orang yang tidak akan pernah ditinggal Rasulullah”,
Bilal menjawab, “Benarkah begitu wahai abu bakar?”,
Khalifah menjelaskan “Ya, engkau adalah orang yang tidak akan pernah ditinggal Rasulullah,”

Maka bergembirasalah Sayyidina Bilal dan kemudian merangkul Sayyidina Abu Bakar, kemudian redalah air mata itu, kemudian setelah air mata reda, mereka ngobrol dan tiba tiba abu bakar berkata, “Bilal, mumpung kamu di Madinah, bagaimana kalau kamu adzan lagi”, tiba tiba Sayyidina Bilal saat mendapatkan tawaran adzan itu bilal menoleh ke menara lalu melihat ke kubur nabi Muhammad. Air mata yang sudah terhenti itu mulai berderai lagi, melihat ke menara dan melihat ke kubur lalu menggelengkan kepala sambil berkata, “ Tidak Wahai Abu Bakar, tidak wahai Umar, aku belum kuat untuk adzan”,

Kemudian tidak lama kemudian ada anak-anak kecil, dua anak kecil datang kepada sayyidina bilal bin rabah membonceng tangan kanan Sayyidina  Bilal dan yang satu dikiri, dan berkata “Wahai tukang adzan kakekku,”
Terkaget Sayyidina Bilal lalu menoleh ternyata di kanannya Sayyidina Hasan dan di kirinya Sayyidina Husein, Sayyidina Bilal betul betul kaget dan mengangkat tangannya “Ya Allah terima kasih, aku rindu kepada kekasih-Mu nabi muhammad dan telah Kau kirim kepadaku orang yang sangat dikasihi oleh kekasihku nabi Muhamamd, kemudian Bilal menghadap kepada hasan, dan Sayyidina Hasan di bedirikan lalu Bilal melihat wajah Hasan lalu melihat kaki Husein, lalu berpindah ke wajah Hasan lalu menoleh lagi ke kaki Sayyidina Husein, karena ketahuilah wajah Hasan sangat mirip dengan Rasulullah dan kaki Husein sangat mirip dengan Rasulullah sehingga bilal menoleh ke wajah yang mirip dengan Rasulullah menoleh kepada kaki yang sangat mirip dengan Rasulullah sehingga setelah itu dipeluhlah kedua anak kecil ini dengan derai air mata dan berkata “Ya Rasulallah, sungguh bau keringatmu aku temukan di cucumu ya Rasulallah.”

Tiba tiba tidak lama kemudian, Sayyidina hasan dan Husein berbicara “Bilal, aku kangen denger suara adzanmu, gimana kalau kamu adzan.” Sayyidina Bilal bingung dan menoleh kepada Sayyidina Abu Bakar dan ‘Umar. Akhirnya Sayyidina Umar dan Sayyidina Abu Bakar mengatakan, “Lakukanlah, hubungan baik antara sahabat dengan cucu Rasulullah,” Biarpun anak kecil tapi dihargai Sayyidina Abu Bakar dan Umar, “Lakukanlah,” Kemudian Sayyidina Bilal menoleh kepada kedua cucu Rasulullah tadi, “Wahai Hasan dan Husein ,sebelum engkau meminta, khalifah dan wakilnya meminta aku adzan tapi aku tolak tapi karena yang meminta saat ini adalah dirimu wahai Hasan dan Husein aku tidak berani menolak, sebab aku takut jika aku menolak permintaanmu aku takut nanti ditolak untuk adzan di depan Rasulullah di surga nanti.”

Hingga ditentukanlah waktu adzannya Sayyidina Bilal bin Rabah, waktu sudah ditentukan, beberapa orang  sudah pada datang menunggu, “Kapan bilal mulai adzan, kapan bilal mulai adzan”, datanglah waktu dalam riwayat sahur atau subuh. Orang-orang pada nunggu “mana bilal”, tiba-tiba ada orang yang berdiri ketika masuk waktu sholat, ada orang berdiri, orangnya memang hitam tetapi memancar dari kehitamannya ini penuh kecintaan kepada Rasulullah, orang melihat Bilal yang berdiri di tempat yang biasanya dulu berdiri Sayyidina Bilal bin Rabah, maka suasana itu telah mengingatkan kepada Rasulullah, sehingga mulai berjatuhanlah air mata dari orang yang hadir di tempat itu kemudian Sayyidina Bilal berjalan dan  jalannya Bilal tidak berubah seperti dahulu, maka semakin kuat kenangan mereka kepada  Rasulullah sehingga yang hadir di masjid pada mulai menangis dan berjalan Sayyidina Bilal memecah barisan kemudian menuju ke menara dan di saat naik menara, mereka semakin kuat bahwasannya seperti inilah yang pernah disaksikan dulu bersama Rasulullah. Sayyidina Bilal di atas rupanya, di atas Sayyidina Bilal berderai dengan air mata lalu melihat ke tempat yang biasanya Rasulullah ada di tempat itu dan Sayyidina  Bilal hanya bisa menutup mata dan berusaha membasuh air matanya, “Di situ dulu aku pernah melihat rasulullah”.

Tangis orang yang ada di masjid di barengi dengan tangisnya Sayyidina Bilal bin Rabah, sehingga disebutkan bahwa tidak ada tangis di Madinah lebih banyak dan lebih dahsyat daripada saat itu. Akhirnya Sayyidina Bilal memulai adzannya “Allahu akbar allahu akbar”, suara ini terdengar di mana-mana dan sungguh berbarengan dengan suaranya Bilal ini serempak orang yang ada di situ terdengar suara dari jamaah suara tangis. Sayyidina Bilal pun melanjutkan adzannya, “Allahu akbar allahu akbar” para jamaah sambil menjawab adzan Sayyidina Bilal tangis semakin kuat bahkan ada di antara mereka yang berjatuhan pingsan. Apa yang menjadikan mereka menangis? Apa yang menjadikan mereka seperti itu? Ingat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena semua yang terjadi di saat itu mengingatkan kenangannya kepada Rasulullah, sehingga orang  yang di luar masjid pun. ibuk-ibuk yang belum sempat datang mendengar suaranya Bilal bin Rabah bergegas menuju masjid lalu berkata “Apakah Rasulullah dibangkitkan lagi?” Karena dulu di saat mendengar suara Bilal pasti ada Rasulullah, jadi di saat mendengar suara bilal yang sudah lama hilang seolah-olah Rasulullah hadir kembali sehingga mereka bertanya “Apakah rasulullah dibangkitkan lagi?” Dijawab orang-orang yang ada di situ, “Tidak itu suaranya Bilal”, kemudian orang-orang itu sambil menundukkan kepala “Ooo suaranya bilal”.

Sayyidina Bilal melanjutkan adzan beliau sehingga sampailah adzan beliau Asyhadualla ilaha illah Asyhadualla ilaha illah, suara tangis semakin ramai hingga sampailah Sayyidina Bilal bin Rabah kepada kalimat Asyhaduanna muham… hilanglah suara Sayyidina Bilal ternyata Sayyidina Bilal terpingsan saat itu, di saat menyebut  kalimat Muhammad dan ternyata, saat itu pun dibarengi orang-orang yang seperti Sayyidina Bilal pada jatuh, sehingga saat tersadar Sayyidina Bilal hanya bisa berkata “Lanjutkan aku tidak mampu melanjutkan.”

Masya Allah, itu tadi adalah cuplikan kecintaan dan kerinduan Sayyidina Bilal Bin Rabah kepada Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang begitu besar. Semoga dengan kisah ini kisah semakin mencintai Rasulullah dan menghadirkan Rasulullah di kehidupan kita sehari-hari.

Cerita ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Atsakir dan dikutip dari Ceramah Al-Ustadz Buya Yahya


Semoga bermanfaat.
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

Labels

Categories

Facebook

Search This Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

test

Labels

KLIKOKE

Smartphones

RUANGBACA

Author Name

Recent Reviews

Produk Lainnya

Subscribe Us

Produk Terlaris

Fakta Mengejutkan Tentang Dajjal yang Tidak Diketahui

Dajjal merupakan tokoh yang sangat penting pada masa akhir zaman nanti. Bahkan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, ia termasuk salah satu daripada tanda besar menjelang hari kiamat. Artinya, apabila Dajjal sudah muncul di hadapan manusia ramai, itu pertanda bahwa kiamat tidak akan lama lagi terjadi. Pertanyaannya sekarang, siapakah sebenarnya Dajjal? Sebelum membaca lebih lengkap, ada baiknya Anda menonton dulu video di bawah ini. Video ini mengabarkan bahwa seorang pemuda yang kelak akan dibunuh oleh Dajjal telah lahir di Palestina. Semoga Allah melindungi kita dari fitnah Dajjal. Daftar Isi  [ hide ] 1  Biografi Dajjal 1.1  Ciri-ciri Fisik Dajjal 1.2  Lokasi, Kemunculan dan Tempat Persinggahannya 1.3  Para Pengikut Dajjal 1.4  Fitnah dan Kemampuan Dajjal 1.5  Kematian Dajjal 2  Cara Menangkal Fitnah Dajjal Biografi Dajjal kabarmakkah.com Dajjal adalah makhluk Allah yang masih dalam kategori keturunan Nabi Adam as alias manusia. Sehingga, teori-teori atau duga