Pengkritik paling tajam sekaligus sahabat Bung Karno sampai akhir hayat adalah Bung Hatta.
Sehingga mereka sering dikenal dengan sebutan Dwitunggal. Sahabat yang tak terpisahkan.
Saat Bung Karno memutuskan menikahi Hartini, Bung Hatta marah besar karena sahabatnya tersebut menduakan Fatmawati.
Karena hal itu Bung Hatta sampai bertahun-tahun tak mau bercakap-cakap dengan Hartini, hingga akhirnya kematian Bung Karno mencairkan keduanya.
Meski bersahabat, pemikiran mereka tentang pemerintahan sering tak sejalan. Hingga pada 1 Desember 1956 bung Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden.
Selanjutnya melalui surat kabar atau forum-forum, Bung Hatta sering mengecam dan menggugat kebijakan-kebijakan Bung Karno dan menganggapnya sebagai seorang diktator.
Namun Bung Karno tak pernah membantah kecaman-kecaman Bung Hatta, ia menyimpan segan.
Dalam tanggapannya, paling Bung Karno hanya mengucapkan terima kasih atau menanyakan kapan mereka bisa bertemu untuk membahasnya.
Suatu hari di tahun 1970, Guntur putra sulung Bung Karno kebingungan mencari wali nikah karena sang ayah tak dapat menghadirinya.
Tanpa ragu Bung Karno menyebutkan nama Bung Hatta sebagai wali nikah putranya. Guntur kaget dan tak yakin Bung Hatta bersedia.
Kemudian Bung Karno menyebutkan, Bung Hatta bisa mencaci-maki dirinya tentang berbagai kebijakan politik, tapi dalam kehidupan pribadi mereka terikat persaudaraan selama perjuangan kemerdekaan.
Dan Bung Karno benar. Ketika diminta, Bung Hatta langsung menyatakan kesediaannya.
Persahabatan antara keduanya ini langgeng hingga ajal menjemput Bung Karno.
Bulan Juni 1970, bung Karno yang sakit parah diopname di RS tentara. Merasa tak tertolong lagi, Bung Hatta minta ijin menjenguknya. .
Sc: gerilyasastra