Foto diambil dari buku ”Pendekar Mursalim”, karya Sudarno Mahyudin.
Dulu kabarnya daerah ini terdapat seorang raja berkuasa, tepatnya di Bentayan yang masuk wilayah Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau. Kisah ini tertulis sebelum daerah ini manjadi daerah kekuasaan Siak. Ini dari tambo bertuliskan Arab Melayu yang sampai kini diwariskan secara turun-temurun.
Tak jelas nama kerajaannya, tetapi nama sultan dan makamnya masih ada sampai sekarang. Kisahnya ini bermula dari Tengku Syarif Ali, pangeran kerajaan Samudra Pasai. Ia pergi meninggalkan Kerajaan Pasai setelah kisruh dengan keluarga, tak jelas juga motifnya. Lalu ia terdampar di desa bernama Pembatang.
Kedatangan Syarif disambut baik warga tempatan. Termasuk Datuk Rantaubenuang—Datuk satu-satunya di Pembatang—ia langsung menawarkan agar Syarif Ali bermukim di daerah ini. Halima Putih, salah satu putrinya, kemudian ia nikahkan dengan Syarif Ali.
Ini mungkin dugaan kuat ada kerajaan kecil, sebab Syarif Ali berasal dari keturunan raja. Tapi yang jelas sampai saat ini Syarif Ali tersohor dengan sebutan datuk, ia diberi gelar Datuk Batuhampar.
Sebutan ini muncul karena dalam hikayatnya ketika salat Ia sering mengunakan batu besar, bekas perahu yang digunakan. Desa Pembatang yang menjadi tempat tinggalnya sekarang disebut pula dengan Bukit Datuk Batuhampar.
Kisah tentang Datuk Batuhampar ini pun tak terkuak jelas, tambo peninggalan situs sejarah sudah banyak rusak. Tapi benda-benda peninggalan Datuk Batuhampar masih bisa ditemukan. Seperti tongkat, pedono (tempayan), lelo (meriam kecil), dan keris. Ada beberapa benda warisan yang hilang seperti baju besi, pedang, ikat pinggang emas dan gong. Kabarnya dulu sering diincar kolektor barang antik dari luar negeri.
Sayang tak banyak ternukil dari kisah kerajaan ini, tapi tulisan ini hanya mengkabarkan khazanah negeri ini sangat kaya. Kita saja yang lupa dengan khazanah daerah sendiri dan selalu membiarkan ditelan zaman. ***
Sumber : bangasbersorak.blogspot.co.id