Buya HAMKA - KLIKOKE
  • Buya HAMKA

    Oleh : Buya HAMKA

    Ketika penulis datang ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan dalam tahun 1926, Penulis masih mendapati kaum perempuan di sana memakai jilbab. Yaitu kain sarung ditutupkan ke seluruh badan, hanya separuh muka saja yang kelihatan. Asal saja mereka keluar dari rumah hendak menemui keluarga di rumah lain, mereka tetap menutup seluruh badan dengan memasukkan badan itu ke dalam kain sarung dan salah satu dari kedua belah tangannya memegang kain itu di muka, sehingga hanya separuh yang terbuka, bahkan hanya mata saja.

    Seketika Penulis datang ke Makasar pada tahun 1931 sampai meninggalkannya pada tahun 1934, perempuan-perempuan yang berasal dari Selayar berbondong-bondong pergi ke tempat mereka jadi buruh harian memilih kopi di gudang-gudang pelabuhan Makasar, semuanya memakai jilbab, persis seperti di Langkat pula.

    Seketika penulis pergi ke Bima pada tahun 1956 penulis masih mendapati perempuan di Bima jika keluar dari rumah berselimutkan kain sarung sebagaimana di Langkat 1927 dan di Makasar 1931 pula.

    Sumber : Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 7, hal. 259-262)
  • You might also like

Technology

Flickr Images

Oleh : Buya HAMKA

Ketika penulis datang ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan dalam tahun 1926, Penulis masih mendapati kaum perempuan di sana memakai jilbab. Yaitu kain sarung ditutupkan ke seluruh badan, hanya separuh muka saja yang kelihatan. Asal saja mereka keluar dari rumah hendak menemui keluarga di rumah lain, mereka tetap menutup seluruh badan dengan memasukkan badan itu ke dalam kain sarung dan salah satu dari kedua belah tangannya memegang kain itu di muka, sehingga hanya separuh yang terbuka, bahkan hanya mata saja.

Seketika Penulis datang ke Makasar pada tahun 1931 sampai meninggalkannya pada tahun 1934, perempuan-perempuan yang berasal dari Selayar berbondong-bondong pergi ke tempat mereka jadi buruh harian memilih kopi di gudang-gudang pelabuhan Makasar, semuanya memakai jilbab, persis seperti di Langkat pula.

Seketika penulis pergi ke Bima pada tahun 1956 penulis masih mendapati perempuan di Bima jika keluar dari rumah berselimutkan kain sarung sebagaimana di Langkat 1927 dan di Makasar 1931 pula.

Sumber : Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 7, hal. 259-262)
Oleh : Buya HAMKA

Ketika penulis datang ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan dalam tahun 1926, Penulis masih mendapati kaum perempuan di sana memakai jilbab. Yaitu kain sarung ditutupkan ke seluruh badan, hanya separuh muka saja yang kelihatan. Asal saja mereka keluar dari rumah hendak menemui keluarga di rumah lain, mereka tetap menutup seluruh badan dengan memasukkan badan itu ke dalam kain sarung dan salah satu dari kedua belah tangannya memegang kain itu di muka, sehingga hanya separuh yang terbuka, bahkan hanya mata saja.

Seketika Penulis datang ke Makasar pada tahun 1931 sampai meninggalkannya pada tahun 1934, perempuan-perempuan yang berasal dari Selayar berbondong-bondong pergi ke tempat mereka jadi buruh harian memilih kopi di gudang-gudang pelabuhan Makasar, semuanya memakai jilbab, persis seperti di Langkat pula.

Seketika penulis pergi ke Bima pada tahun 1956 penulis masih mendapati perempuan di Bima jika keluar dari rumah berselimutkan kain sarung sebagaimana di Langkat 1927 dan di Makasar 1931 pula.

Sumber : Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 7, hal. 259-262)
Oleh : Buya HAMKA

Ketika penulis datang ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan dalam tahun 1926, Penulis masih mendapati kaum perempuan di sana memakai jilbab. Yaitu kain sarung ditutupkan ke seluruh badan, hanya separuh muka saja yang kelihatan. Asal saja mereka keluar dari rumah hendak menemui keluarga di rumah lain, mereka tetap menutup seluruh badan dengan memasukkan badan itu ke dalam kain sarung dan salah satu dari kedua belah tangannya memegang kain itu di muka, sehingga hanya separuh yang terbuka, bahkan hanya mata saja.

Seketika Penulis datang ke Makasar pada tahun 1931 sampai meninggalkannya pada tahun 1934, perempuan-perempuan yang berasal dari Selayar berbondong-bondong pergi ke tempat mereka jadi buruh harian memilih kopi di gudang-gudang pelabuhan Makasar, semuanya memakai jilbab, persis seperti di Langkat pula.

Seketika penulis pergi ke Bima pada tahun 1956 penulis masih mendapati perempuan di Bima jika keluar dari rumah berselimutkan kain sarung sebagaimana di Langkat 1927 dan di Makasar 1931 pula.

Sumber : Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 7, hal. 259-262)
Buya HAMKA

Buya HAMKA

Oleh : Buya HAMKA

Ketika penulis datang ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan dalam tahun 1926, Penulis masih mendapati kaum perempuan di sana memakai jilbab. Yaitu kain sarung ditutupkan ke seluruh badan, hanya separuh muka saja yang kelihatan. Asal saja mereka keluar dari rumah hendak menemui keluarga di rumah lain, mereka tetap menutup seluruh badan dengan memasukkan badan itu ke dalam kain sarung dan salah satu dari kedua belah tangannya memegang kain itu di muka, sehingga hanya separuh yang terbuka, bahkan hanya mata saja.

Seketika Penulis datang ke Makasar pada tahun 1931 sampai meninggalkannya pada tahun 1934, perempuan-perempuan yang berasal dari Selayar berbondong-bondong pergi ke tempat mereka jadi buruh harian memilih kopi di gudang-gudang pelabuhan Makasar, semuanya memakai jilbab, persis seperti di Langkat pula.

Seketika penulis pergi ke Bima pada tahun 1956 penulis masih mendapati perempuan di Bima jika keluar dari rumah berselimutkan kain sarung sebagaimana di Langkat 1927 dan di Makasar 1931 pula.

Sumber : Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 7, hal. 259-262)
Buya HAMKA

Buya HAMKA

Oleh : Buya HAMKA

Ketika penulis datang ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan dalam tahun 1926, Penulis masih mendapati kaum perempuan di sana memakai jilbab. Yaitu kain sarung ditutupkan ke seluruh badan, hanya separuh muka saja yang kelihatan. Asal saja mereka keluar dari rumah hendak menemui keluarga di rumah lain, mereka tetap menutup seluruh badan dengan memasukkan badan itu ke dalam kain sarung dan salah satu dari kedua belah tangannya memegang kain itu di muka, sehingga hanya separuh yang terbuka, bahkan hanya mata saja.

Seketika Penulis datang ke Makasar pada tahun 1931 sampai meninggalkannya pada tahun 1934, perempuan-perempuan yang berasal dari Selayar berbondong-bondong pergi ke tempat mereka jadi buruh harian memilih kopi di gudang-gudang pelabuhan Makasar, semuanya memakai jilbab, persis seperti di Langkat pula.

Seketika penulis pergi ke Bima pada tahun 1956 penulis masih mendapati perempuan di Bima jika keluar dari rumah berselimutkan kain sarung sebagaimana di Langkat 1927 dan di Makasar 1931 pula.

Sumber : Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 7, hal. 259-262)

Labels

Facebook

Search This Blog

Archive

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

test

Labels

KLIKOKE

Smartphones

RUANGBACA

Author Name

Recent Reviews

Produk Lainnya

Subscribe Us

Produk Terlaris

Fakta Mengejutkan Tentang Dajjal yang Tidak Diketahui

Dajjal merupakan tokoh yang sangat penting pada masa akhir zaman nanti. Bahkan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, ia termasuk salah satu daripada tanda besar menjelang hari kiamat. Artinya, apabila Dajjal sudah muncul di hadapan manusia ramai, itu pertanda bahwa kiamat tidak akan lama lagi terjadi. Pertanyaannya sekarang, siapakah sebenarnya Dajjal? Sebelum membaca lebih lengkap, ada baiknya Anda menonton dulu video di bawah ini. Video ini mengabarkan bahwa seorang pemuda yang kelak akan dibunuh oleh Dajjal telah lahir di Palestina. Semoga Allah melindungi kita dari fitnah Dajjal. Daftar Isi  [ hide ] 1  Biografi Dajjal 1.1  Ciri-ciri Fisik Dajjal 1.2  Lokasi, Kemunculan dan Tempat Persinggahannya 1.3  Para Pengikut Dajjal 1.4  Fitnah dan Kemampuan Dajjal 1.5  Kematian Dajjal 2  Cara Menangkal Fitnah Dajjal Biografi Dajjal kabarmakkah.com Dajjal adalah makhluk Allah yang masih dalam kategori keturunan Nabi Adam ...

Bukannya Kibarkan Merah Putih, Warga China Naikkan Bendera Kuomintang

  Senin, 30 Januari 2017 14:15 WIB  Penulis:  Fakhrur Rodzi    Editor:  Fakhrur Rodzi (INTERNET) PEKANBARU  - Lambatnya diterima kabar Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945, di Jakarta, mengakibatkan terjadi kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) di daerah-daerah seluruh Nusantara. Keterlambatan dan kekosongan kekuasaan inilah kemudian di beberapa daerah di Riau menjadi konflik bersenjata. Pemicunya, orang-orang China ketika itu merasa merekalah yang berhak melanjutkan pemerintahan Jepang di Indonesia. Bendera Kuomintang dengan matahari putih, memiliki 12 sinar di dalam kotak biru di sebelah kiri atas. Bendera ini digunakan di Tiongkok Daratan hingga 1949, dan sejak 1949 hanya digunakan di negara China Taipei atau Taiwan. Penggunaan di Tiongkok hanya sebatas penggunaan secara sejarah. Lalu, di daerah mana saja di Riau, berkibarnya bendera China  Kuomintang ? Kemudian, akibat pengibaran tersebut memicu konflik, bahkan korban jiwa. Berikut kami saji...
[blogger]